Mohon tunggu...
Weldi Wijaya
Weldi Wijaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peran Anak Muda untuk Menghidupkan Kembali Tradisi Melemang dan Mengopom yang Hampir Hilang di Kampung Parit

23 November 2023   18:00 Diperbarui: 23 November 2023   18:03 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika kita merenung tentang perubahan sosial, Jorong Parit di Kecamatan Koto Balingka, Kabupaten Pasaman Barat, menjadi latar belakang yang menarik. Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi dinamika perubahan sosial di daerah tersebut, tetapi dengan pendekatan yang unik melalui lensa teori siklus Ibnu Khaldun. Menurut Prof. DR. Silfia Hanani, analisis siklus budaya Ibnu Khaldun diterima, di mana sejarah dan budaya menyusuri kembali jalan lamanya, membawa orang-orang modern kembali ke gestur lamanya yang berbalut logisitas dalam segala tindakan.

 Berdasarkan penjelasan Prof. Dr. Silvia Hanani tentang siklus perubahan budaya, terlihat pola menarik di Jorong Parit: Generasi muda sedang menghidupkan kembali tradisi lokal yang hampir hilang, seperti mangopom dan malamang. Mereka menggunakan media sosial untuk menyelenggarakan acara adat, meskipun mungkin ada modifikasi dalam cara tradisi itu dilakukan. Perubahan di Jorong Parit dipengaruhi oleh teknologi, khususnya gaya hidup anak muda. Meskipun terdapat unsur siklus, teori Ibnu Khaldun perlu diterapkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor unik di Jorong Parit seperti teknologi tersebut.

Teori siklus Ibnu Khaldun memberikan perspektif mendalam tentang perubahan masyarakat melalui konsep asabiyyah (solidaritas sosial) dan siklus kenaikan serta penurunan. Melihat sejarah Jorong Parit, terdapat perubahan signifikan dalam sektor ekonomi dan sosial. Pergeseran pola pekerjaan dan sumber pendapatan mencerminkan siklus ekonomi yang terus berubah. Namun, apakah perubahan ini dapat dijelaskan oleh siklus kenaikan dan penurunan Ibnu Khaldun?

 Asabiyyah, fondasi solidaritas sosial, memainkan peran kunci dalam membentuk dan mempertahankan masyarakat. Di Jorong Parit, apakah asabiyyah masih menjadi pendorong utama hubungan sosial atau mengalami transformasi? Teori siklus Ibnu Khaldun tentang naik turunnya peradaban tampak relevan untuk menganalisis dinamika perubahan di Jorong Parit. Ibnu Khaldun menunjukkan bahwa setiap peradaban akan mengalami fase pertumbuhan (asabiyyah tinggi) diikuti fase kemunduran (asabiyyah melemah). Jika diamati, masyarakat Jorong Parit menunjukkan pola yang sesuai. Pada awal berdirinya, semangat gotong royong dan solidaritas sosial sangat kuat, mendorong kemajuan ekonomi. Namun, lambat laun muncul stratifikasi sosial dan individualisme, menandakan melemahnya asabiyyah.

Namun, teori Ibnu Khaldun perlu dijelaskan lebih lanjut dengan mempertimbangkan faktor modernisasi, urbanisasi, dan globalisasi. Interaksi masyarakat Jorong Parit dengan kekuatan luar juga memengaruhi perubahan sosial dan ekonomi seiring waktu. Meskipun teori siklus Ibnu Khaldun bermanfaat, perlu hati-hati menerapkannya secara fleksibel. Melihat perubahan sejarah memerlukan pendekatan multidimensi, mempertimbangkan berbagai faktor saling terkait.

Perubahan perekonomian di Jorong Parit terjadi karena perkembangan sektor perdagangan dan jasa seiring dengan peningkatan sarana transportasi. Menjelang akhir abad ke-20, industri kecil dan menengah mulai hadir. Kemajuan di sektor pendidikan menciptakan lapangan kerja baru seperti PNS, TNI/Polri, dan karyawan swasta. Sebelumnya, masyarakat Jorong Parit tergantung pada sektor pertanian dan perkebunan, dengan mata pencaharian utama petani dan buruh tani. Secara umum, standar hidup meningkat sejak tahun 1957, meskipun masih ada kesenjangan sosial yang menimbulkan masalah kriminalitas.

Meskipun terjadi modernisasi, budaya lokal Minangkabau seperti adat istiadat tetap terjaga di Jorong Parit, mencerminkan ketahanan budaya. Semangat gotong royong dan tolong-menolong masih kuat, mencerminkan asabiyyah atau solidaritas sosial. Terjadi pergeseran nilai dalam aspek tertentu seperti peran gender dan orientasi hidup yang lebih individualistis, terkait pengaruh budaya perkotaan. Meski demikian, nilai inti adat Minangkabau seperti musyawarah, kekeluargaan, kegotongroyongan, dan Islam tetap melekat, menjadi fondasi untuk pelestarian asabiyyah. Tantangan ke depan adalah menjembatani nilai-nilai budaya dengan semangat modernisasi. Adaptasi bijak, termasuk melalui pendidikan karakter dan pelestarian adat oleh pemuda, menjadi kunci untuk menjaga keselarasan di tengah perubahan sosial. Jadi, meskipun terdapat perubahan, nilai-nilai budaya lokal di Jorong Parit tetap menjadi pilar yang mendukung pelestarian asabiyyah di masyarakat.

Dalam merenung dinamika perubahan sosial di Jorong Parit, pendekatan teori siklus Ibnu Khaldun memberikan pandangan yang mendalam. Melalui lensa ini, kita menyaksikan generasi muda menghidupkan kembali tradisi lokal dengan pengaruh teknologi dan modifikasi dalam pelaksanaan. Asabiyyah, sebagai fondasi solidaritas sosial, masih memainkan peran, tetapi menghadapi tantangan stratifikasi sosial dan individualisme. Meskipun perubahan ekonomi terjadi seiring dengan perkembangan sektor perdagangan dan pendidikan, budaya lokal Minangkabau tetap kuat. Semangat gotong royong dan nilai adat menjadi penopang, meski dihadapkan pada pergeseran nilai dan orientasi hidup individualistis. Tantangan ke depan adalah adaptasi bijak untuk menjaga keselarasan antara nilai-nilai budaya lokal dan semangat modernisasi, yang perlu dilakukan melalui pendidikan karakter dan pelestarian adat oleh pemuda. Dengan demikian, Jorong Parit menjadi cermin keunikan dalam menghadapi perubahan zaman dengan memelihara asabiyyah dan kearifan lokalnya.

Dalam penulisan ini penulis melibatkan suara langsung masyarakat Jorong Parit dengan wawancara mendalam kepada berbagai anggota, seperti petani, pemuda, dan ibu rumah tangga, memberikan dimensi manusiawi pada analisis perubahan sosial ekonomi. Fokusnya pada pengalaman dan persepsi terkait perubahan selama beberapa dekade terakhir, mencatat apakah dianggap positif atau merusak tatanan lama, serta mengetahui harapan dan kekhawatiran mereka. Perbandingan dengan teori siklus Ibnu Khaldun memberikan evaluasi terhadap kesejajaran atau perbedaan nuansa. Diskusi juga melibatkan strategi warga dalam menjaga nilai budaya Minangkabau di tengah perubahan. Dengan demikian, keterlibatan langsung suara warga menghasilkan pemahaman yang kaya dan relevan terhadap realitas sosial yang mereka alami.

Menariknya, penulis sendiri berasal dari Jorong Parit, memberikan dimensi personal dan kedalaman ekstra pada analisisnya. Keterlibatan langsung sebagai bagian dari komunitas memungkinkan penulis untuk memberikan wawasan yang lebih dalam dan relevan terkait perubahan sosial ekonomi di Jorong Parit. Pengalaman pribadi penulis menjadi sumber berharga dalam memahami dinamika dan dampak perubahan tersebut di tingkat yang lebih personal dan autentik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun