Aku memandangnya dengan takjub. Warna hitam yang entah bagaimana, begitu menyentuh dan menggetarkan perasaan. Padahal, suasana yang lengang dan tenang itu hanya 100 m dari keriuhan dan hiruk pikuk yang terjadi hampir setiap pekan. Deretatan kendaraan yang di masa lalu pasti merupakan simbul status kekuatan, kharisma, kemegahan dan pamor tak terkalahkan itu... Hari ini 30 Septenber Tak ada seremoni apapun, bahkan hampir tak ada yang mengingatnya. Hari apakah ini? Oya, hari minggu, akhir kalender di bulan September. Jika di awal bulan selalu disambut dengan ucapan September Ceria, namun ketika beranjak di akhir bulan, yang dielu-elukan adalah esok tanggal baru untuk menerima gaji. Begitu seterusnya hingga bertemu nanti dengan 1 Januari, Tahun Baru, Harapan Baru. Adakah makna lain bagi masyarakat luas, bangsa Indonesia, para pelajar yang kini fokus kegiatannya merancang tawuran dengan kelas lain atau sekolah tetangga, tentang hari ini, tanggal saat ini? Okelah, tak apa, akupun hampir lupa. Aku hanya tahu hari ini tanggal 30 September, dan di Fb ada orang membuat status: Koq ga ada yang mengibarkan bendera sih? Terus ada yang komen: Memang ini hari apa?. Kemudian ada yang menjawab: Hari minggu. Ya, hari minggu, enaknya jalan-jalan ke pasar. Karena, tanpa diduga, ditengah keriuhan hiruk pikuk hari minggu, pasar jalanan setiap pekan di jalan Semeru Malang, tiba-tiba menemukan deretan mobil kuno milik sang Proklamator saat berjaya sebagai presiden pertama dulu. Walau kuno, mobil tersebut masih terawat bersih dan konon tak mengalami masalah teknis yang berarti ketika dicoba dikendarai di jalan raya. Deretan mobil-mobil tersebut diparkir berjajar di sebuah yayasan dan gedung sekolah swasta tak jauh dari pasar minggu pagi Tugu. Gedung kuno ini disebut gedung TGP dan menjadi sebuah tempat belajar-mengajar sebuah SMP dan SMA swasta. Salah satu yang sangat menyita perhatian adalah mobil hitam bernomor plat seperti tahun penggunaannya. Menurut pak Sumarsono, perawat dan penjaga/pengawal mobil-mobil tersebut kemanapun sedang dibawa, mobil berpelat besar Indonesia 1 itu seperti "bernyawa" bukan hanya karena bentuknya yang gagah dan anggun, tapi juga konon tidak mau 'sejajar' ketika berada dengan 'teman-temannya' sesama mobil tua ditempatnya parkir. Pada pagi harinya, mobil INDONESIA 1 itu sudah berada paling depan, maju lebih beberapa meter dibanding deretan mobil lainnya. Sepertinya ingin "memimpin' mobil sekitarnya. Pernah juga dibawa ke salah satu kota di Sumatra. Disana, entah kenapa, mendengar dan melihat mobil bekas Proklamator ada beberapa orang yang menunjukkan ketidak sukaannya. Mobil itu dilempari. Herannya, mobil tersebut tidak mengalami kerusakan, malah esok harinya beberapa orang mencari rombongan pembawa mobil BK dan meminta maaf, karena muka mereka para pelempar itu merasa batu-batu yang dilemparkan justru memantul melempari kepala mereka sendiri dan membuat benjol-benjol. Sebaliknya ketika dibawa ke Bali, banyak orang mengelu-elukannya. Berfoto-ria dan mengelus-elus bodinya yang masih mulus. Gembira di tanggal 30 September. Yang selama beberapa dekade di masa pemerintahan setelah sang proklamator lengser, yaitu Orde Baru, justru dianggap hari kelabu karena peristiwa pembunuhan dilubang Buaya dan korban tersebut kemudian diabadikan sebagai 7 pahlawan Revolusi. Nama-nama mereka sekarang jadi nama-nama jalan utama di seluruh Indonesia. Lupa sejarah? Benar, kita hampir-hampir tak pernah memperingatinya lagi, boro-boro mengibarkan bendera setengah tiang sebagai tanda duka cita atas peristiwa tersebut. Entahlah, sejarah milik siapa! Yang pasti, apapun yang pernah terjadi, paling tidak kita masih mengingat bagaimana Republik Ini pernah diperjuangkan untuk dimerdekakan oleh para pahlawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H