REFLEKSI ALKITAB, MINGGU 27 AGUSTUS 2023
YESUS KRITUS ITU JURU SELAMAT, BUKAN GURU SELAMAT
Oleh Weinata Sairin
"Karena Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka tetapi untuk beroleh keselamatan melalui Tuhan kita Yesus Kristus."(1 Tesalonika 5:9/ TB 2,2023)
Bahwa Yesus Kristus itu adalah Juruselamat dan bukan Guru Selamat sudah kita dengar sejak kita kecil, pada saat kita di Sekolah Minggu. Guru Sekolah Minggu di tahun '60-an, ya, kita pahami benar kondisinya. Belum banyak buku-buku pegangan atau alat peraga yang bisa menolong murid untuk lebih mengerti. Belum tersedia Power Point atau sejenis alat komunikasi yang bisa membantu murid Sekolah Minggu di zaman itu mendapatkan penjelasan yang lebih detail tentang isi Alkitab. Para guru hanya dibekali Alkitab dan buku tafsiran atau artikel penjelasan yang disusun oleh pendeta atau Majelis Jemaat.
Dengan kreativitas yang tinggi dan penuh dedikasi, para guru Sekolah Minggu telah memberi pelayanan secara optimal sehingga anak-anak Sekolah Minggu memperoleh penjelasan yang memadai dalam hal kekristenan.
Pada saat itu. guru-guru Sekolah Minggu menjelaskan dengan amat rinci bahwa panggilan kepada Yesus itu Juruselamat dan bukan Guru Selamat. Menurut mereka, kata "juru" mengandung pengertian seorang yang ahli dan profesional di bidangnya dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya itu. Seorang "juru" adalah seorang yang mengajarkan, melaksanakan, juga ahli dan bertanggung jawab di bidangnya. Hal itu jelas pada kata "juru tulis", "juru mudi", "juru kamera". Sementara, pada kata "guru" terungkap pemahaman sebagai seorang yang menyampaikan/mentransfer ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya. Seorang guru berfokus pada aspek pengajaran.
Penjelasan bapak dan ibu guru Sekolah Minggu di zaman baheula pada saat kita kecil itu amat membantu sehingga kita mendapat pemahaman yang amat jelas seputar perbedaan aspek "kejuruan" dan "keguruan". Pada zaman ITsekarang ini tentu saja anak-anak kita di Sekolah Minggu mendapatkan penjelasan yang lebih sempurna, holistik, dan elaborative sehingga lebih menolong mereka memahami pesan-pesan Alkitab.
Umat Kristen yang hidup di abad-abad pertama banyak sekali mengalami penderitaan karena kekristenan mereka. Derita mereka di zaman itu bukan hanya hujatan, ujaran kebencian, atau penolakan terhadap inti kepercayaan Kristen dengan menyatakan isi Alkitab bohong, fiktif, penuh khayal, melainkan juga langsung berkaitan dengan fisik mereka. Mereka dibakar, dijebloskan ke dalam penjara, dijadikan umpan binatang buas, dibunuh dengan cara-cara yang keji dan biadab. Para pembunuh itu menganggap bahwa dengan cara seperti itu kekristenan akan mati dan ditinggalkan banyak orang. Namun, ternyata kekristenan makin merambah ke berbagai negeri; semboyan "darah para martir adalah benih Gereja", benar-benar mewujud nyata.
Dalam perikop yang oleh LAI diberi judul  "Berjaga-jaga" (ITes. 5:1-11), Rasul Paulus memberi penegasan hari Tuhan yang  memang sangat dirindukan oleh umat Kristen di abad pertama. Ada begitu banyak pesan yang dikedepankan Paulus bagi umat dalam menyongsong Hari Tuhan, hari kedatangan Yesus yang kedua kali. Karena hari itu tidak diketahui dengan pasti kapan terjadinya, Paulus meminta agar umat berjaga-jaga dan sadar (1 Tes.5:6). Karena pada zaman itu juga muncul beragam pandangan seputar Hari Tuhan, seolah hari itu diwarnai oleh penghukuman terhadap umat, maka ia memberi penguatan bagi umat dengan menyatakan bahwa "Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka tetapi untuk beroleh keselamatan oleh Yesus Kristus ...".
Sebagai pemimpin umat, Paulus memberi penguatan iman berdasarkan pemikiran teologis yang menjadi khazanah kekristenan, agar umat tidak pesimis dan terbelenggu pada pemikiran yang sia-sia. Istilah "murka" dan "keselamatan oleh Yesus Kristus" adalah dua kata paradoksal dan kontradiktif yang sengaja diekspos Paulus; bukan sekadar sebagai pemuas batin bagi umat yang tengah didera derita, melainkan sebagai pengulangan, repetitio, terhadap apa yang pernah Yesus ucapkan (vide: Yoh. 3:16---18).
Ungkapan Paulus yang dikutip di bagian awal tulisan ini masih tetap penting, relevan, dan aktual bagi Gereja yang hidup di era milenial. Di era ini Gereja tetap mengalami penderitaan: pemasungan kebebasan beragama, kesulitan mendapat izin pembangunan gedung gereja, penodaan agama lewat buku, ceramah, medsos, pernyataan bahwa Alkitab itu telah dipalsukan dan fiktif, gerakan ofensif penyiaran agama di "kantung-kantung Kristen". Menghadapi realitas ini Gereja dan kekristenan harus solid, tidak ignore, tidak berlindung di balik eufemisme dan perdebatan linguistik yang mubazir, memperkuat warga Gereja dan bukan membingungkannya. Kita harus sadar dan berjaga-jaga, setia kepada Yesus Kristus. Kita juga harus tetap mendoakan dan mengasihi mereka yang membenci kita seperti yang diajarkan Yesus kepada kita. Ingat dan catat kita beriman dan percaya kepada JURU SELAMAT YESUS KRISTUS dan BUKAN kepada GURU SELAMAT YESUS KRISTUS!