MERAJUT
TALI KASIH DI ASRAMA
hidup dalam sebuah asrama
sekolah tinggi teologi jakarta
1968 -1973
indah dan mengasyikkan
hidup bersama para sahabat
dari hampir seluruh wilayah
negeri
memberikan pembelajaran
signifikan
bagi sebuah
kehidupan
di dunia maha luas
para sahabat
datang dari beragam latarbelakang
budaya
tradisi
teologi
denominasi
sinode gereja
menjadi bekal utama
dalam mengembangkan kebersamaan
di masadepan
bahkan bisa menjadi pilar penguat
bagi konstruk
gerakan oikoumene
di Indonesia
bahkan bagi solidnya keindonesiaan yang majemuk
hidup diasrama
memerlukan sikap mandiri
tenggang rasa
simpati dan empati
paling tidak
terhadap kawan sekamar
warga asrama mesti membangun relasi yang baik dengan bapak asrama
dengan bu Anon, bu Djudju dan kawan-kawannya yang bekerja di dapur
bahkan dengan kang Ujang
yang berjualan rokok di depan kampus
ku masih ingat
suka duka hidup di asrama
dizaman beras sulit didapat
maka penghuni
mengunyah bulgur
pengganti nasi setiap hari
untunglah kadang-kadang
mantan mahasiswa
yang sudah menjadi petinggi di depsos mengirimkan beras untuk
penghuni asrama
th sumartana
cornelis horo rambadeta
yulius siranamual
tetap saja berpuisi
atau mementaskan drama "menunggu godot" nya samuel beckett
di aula kampus
kampus sekolah tinggi teologi
yang diawali tahun 1934
telah melahirkan
begitu banyak teolog, pimpinan pgi, pimpinan sinode, para tokoh gereja yang berkiprah
hingga pada level internasional
hidup bertahun-tahun
di sebuah asrama sekolah teologi
merajut tali kasih abadi
menoreh kenangan
takpernah lekang
sejarah kehidupan
makin diperkaya
setiap insan
mengalami
jamahan kasih Tuhan
yang menguatkan iman.
Jakarta, 24 Januari 2023/pk.14.40
Weinata Sairin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H