Pemimpin juga harus mengapresiasi apa yang sudah dilakukan anak buah, menghargai kreativitasnya. Ada kisah menarik tentang Ramon Magsaysay, Presiden Filipina ke-7 (1953--1957), yang memberikan kejutan bagi anak buahnya. Suatu saat sang Presiden melakukan inspeksi ke sebuah proyek baru di Pulau Mindanao. Presiden agak khawatir dengan kelanjutan proyek itu sejak pasokan pompa air dari luar negeri tertunda pengirimannya.
Pada saat ia sampai di proyek itu ternyata proyek masih tetap berjalan dengan baik sesuai dengan jadwal. Ia diinformasikan bahwa beberapa truk diesel Amerika telah dibeli, lalu dibongkar dan diubah untuk digunakan meng-gantikan pasokan pompa air yang belum datang.
Presiden memanggil Kepala PU dan bertanya: "Apakah kau yang bertanggung jawab akan hal ini?" tanyanya sambil menunjuk pompa air yang dibuat seadanya itu. "Ya, Pak!" jawab insinyur itu agak waswas, karena ia telah membeli truk tua dan melaksanakan proyek itu dengan caranya sendiri. "Angkat tangan kananmu!" perintah Presiden. Insinyur itu mengangkat tangannya.
"Ulangi sumpah jabatan ini sesudah kuucapkan!" kata Presiden dengan wajah berseri-seri. Sang insinyur Kepala PU merasa surprise karena ia ternyata dilantik dan diambil sumpah sebagai Wakil Menteri PU.
Ramon Magsaysay telah memberikan sebuah peneladanan yang amat jelas, bagaimana mewujudkan diri sebagai seorang pemimpin. Ia bertindak, tidak hanya duduk di belakang meja. Ia memonitor jalannya proses pembangunan. Ia menghargai para pembantunya. Ia berpikir dan berbuat. Ia bukan sekadar melaksanakan "janji-janji kampanye" dan bangga dengan hal itu.
Kepemimpinan adalah action, bukan position. Janganlah menjadi pemimpin yang hanya mengejar-ngejar posisi, dengan tebar pesona atau tebar yang lain. Laksanakanlah aksi bagi kesejahteraan masyarakat yang majemuk. Juga, jadilah pemimpin yang
bukan hanya untuk diri sendiri, kelompok pendukung, dan orang-orang terdekat. Ajaran agama amat jelas memberikan panduan bagi umat agar mereka yang menjadi pemimpin melakukannya dengan amanah; memberi kemaslahatan bagi orang banyak.
Mari bergerak maju, memberikan yang terbaik bagi banyak orang.
Jangan hanya duduk manis di belakang meja. Ayo, kita wujudkan kepemimpinan yang memimpin.
Kita semua rindu seorang Pemimpin yang memimpin dengan otak, perasaan, hati nurani, yang mengasihi rakyatnya tanpa pertimbangan Sara. Pemimpin seperti itu menorehkan sebuah sejarah dengan tinta emas. Dialah pemimpin sejati bukan pseudo pemimpin atau pemimpin artificial.
Selamat Berjuang. Kiranya Allah merahmati kita.
(Sumber : Weinata Sairin, Semerbak Bijak, BPK GM, Jakarta,2018)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI