TUBUH LEMAH
DIJAMAH
jalan mendaki
di lereng gunung penuh kaktus di pagi sejuk
cukup melelahkan
dan mendebarkan
sayup-sayup terdengar suara burung
menyegarkan
mengoyak pagi
memecah sunyi
nyaris tiga tahun hidup dicekam dan dicemari pandemi
menjejakkan kaki
dan menghirup udara pegunungan
seakan memberi nyawa baru bagi kehidupan
hidup memang takboleh monoton dan stagnan
hidup harus penuh warna
ada irama dan genre
yang terbuka
untuk berubah
berkontemplasi di kaki gunung
bagai kaum sufi
yang berjuang melihat dengan mata iman
apa yang terjadi didepan
adalah hal yang amat interesan
dimensi esoteris intrinsik
amat diperlukan dalam sebuah dunia yang amat ramai
tatkala raungan mobil dan manusia menyatu
tanpa harmoni
senjapun ranum
sinar mentari kian memudar
dimamah geliat  malam
yang pelan bergerak
diskusi
refleksi
kontemplasi
rampung
kontemplasi dalam bentuk lesehan terasa juga menusuk jari jemari kaki
namun selalu saja umat beriman yakin
bahwa tubuh lemah
akan di jamah
oleh Sang Pemilik Kehidupan
jika iman kuat dan tangguh
maka hidup itu
selalu indah.
Jakarta, 19 Juni 2022/pk.12.52
Weinata Sairin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H