DIDEPAN PUSKESMAS
di depan puskesmas itu
kudililit cemas
dan gemas
ada rasa galau
mengamuk mengoyak senja ranum
di depan puskesmas itu
tiada terasa
air mataku jatuh berderai
menikam bumi
beduk bertalu-talu
menyambut hari kemenangan
tubuhku lunglai
kehilangan daya
harapan juga pudar
bumi tempat berpijak terasa berputar
kuterjatuh
dalam pelukan rintih lirih
nyaris empat tahun aku takbisa pulang
bersilaturahim dengan kedua orangtua
yang berangkat uzur
serta seluruh keluarga besar
dua hari sebelum hari raya
di wilayah kami
ditemukan lima kasus hepatitis
yang cukup menguatirkan
akibatnya puskesmas harus dalam posisi siaga
menghadapi temuan kasus itu
di depan puskesmas
ku dililit cemas dan gemas
hasratku pulang kampung
menjadi impian
yang takbisa mewujud dalam realitas
ku bersedih
namun kubangga
bisa tetap mengukir pelayanan prima
bagi masyarakat
di depan puskesmas
senja itu
ku makin sadar
bahwa jabatan
dan pelayanan itu
diatas segalanya
jabatan dan pelayanan adalah panggilan kemanusiaan
yang tiada tergantikan
dalam melayani
dan menolong masyarakat
kita sejatinya
memuliakan nama Tuhan
dalam ruang-ruang sejarah
tanpa mengenal waktu
tanpa kalkulasi apapun
hidup itu bermakna
jika kita mampu membuat orang lain menikmati hidup
hidup yang memuliakan Tuhan
di depan puskesmas
ku melafaz doa
Tuhan ajar aku
untuk hidup menghidupi sesama
selamanya
selamanya.
Jakarta,7 Mei 2022/pk 2.22
Weinata Sairin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H