Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejatinya Umat Beriman Itu Tidak Serakah

23 Maret 2022   17:36 Diperbarui: 23 Maret 2022   17:40 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang gemuk |sumber: jhvipmall.top

SEJATINYA UMAT BERIMAN ITU TIDAK SERAKAH

Oleh Weinata Sairin

"Semper avarus eget. Orang yang serakah itu selalu menuntut"

Serakah selalu memiliki konotasi negatif. Ya serakah benda-benda, juga serakah jabatan. Orang yang serakah hampir selalu tidak merasa cukup dengan apa yang sudah ia dimiliki. Ia menuntut lebih banyak dari orang lain. Ia tidak bersyukur atas anugerah yang Tuhan telah ia terima. Orang tua kita dulu dalam salahsatu nasihatnya yang selalu diulang adalah "jangan serakah". 

Contohnya sederhana, jika sudah mendapat jatah telur rebus satu butir jangan mencuri sebutir lagi, karena kawan yang lain perlu.Para koruptor yang bertebaran di bumi nusantara ini, yang warganya amat saleh dalam beragama, bukan orang yang miskin dan melarat.Mereka adalah orang superkaya yang punya aset milyaran rupiah,bahkan lebih, punya apartemen di banyak tempat dan di luar negeri. Mereka adalah orang yang serakah, loba,tamak dalam arti yang sesungguhnya, yang syahwat korupsinya menggebu-gebu dan sangat besar.Orang serakah biasanya nekad melawan hukum, melawan ajaran agama,yang penting ia bisa memiliki suatu benda.

Ia takmau memedulikan lagi aturan-aturan yang ada, bahkan yang juga bertentangan dengan hukum apapun. Dalam kehidupan praktis sekarang ini, sifat-sifat tamak, serakah, loba, dan rakus sangat jelas hadir di depan mata kita. Ada banyak orang yang gelisah
karena merasa bahwa apa yang ia miliki tidak seberapa nilainya. Padahal, kawan-kawan lain yang sebaya dan sekampung dengan dia malah sudah amat maju, kendaraannya ada beberapa buah, lahannya ada di beberapa tempat, hartanya tak terhitung banyaknya.

Kegelisahan seperti itu yang kemudian melahirkan nafsu korupsi.Korupsi, sogok, suap, mark up proyek, semuanya dilakukan demi memenuhi hasrat kerakusan dan ketamakan.  Semua agama menentang sifat serakah, loba, rakus, dan tamak yang ditampilkan oleh manusia. Manusia sebagai khalifah Allah, dan dalam kapasitas sebagai imago Dei seharusnya tidak dalam posisi menjadi manusia
yang serakah. Manusia harus mengembangkan hidup ugahari, hidup sederhana, cukup dengan yang ada, mensyukuri apa yang sudah Tuhan anugerahkan. Sikap iri hati, sikap "mumpungisme", sikap menyalahgunakan jabatan demi keuntungan pribadi dan para kroni" harus ditinggalkan.

Sifat nonserakah harus menjadi gaya hidup kita sebagai umat beragama. Sifat ugahari, mencukupkan diri dengan yang ada, harus menjadi kebiasaan dan sikap hidup. Bukan hanya menjadi topik webinar atau tema hari raya agama. Jika hal itu sudah menjadi kebiasaan maka dalam periode berikutnya akan bisa menjadi bagian integral dari kepribadian kita. 

Pepatah yang dikutip di awal bagian ini mengingatkan bahwa orang serakah itu selalu menuntut. Ya, menuntut, komplain, merasa kurang, adalah tipikal orang serakah. Negeri kita tercinta adalah negeri orang-orang yang beragama, negeri orang beriman.Tetapi ajaran agama agaknya belum mampu menjadi penuntun umat agar ia menjauhi niat dan perilaku korupsi. Yang amat merisaukan adalah bahwa ditengah derita pandemi yang melilit bangsa kita dua tahun ini, tetap saja korupsi itu merajalela. Dana bansos untuk membantu warga masyarakat juga di korupsi oleh sang pejabat tinggi. Dana untuk cetak kitab suci juga di korupsi oleh oknum pejabat pemerintah.

Mari kita hidup bersih, jauh dari niat dan perilaku korupsi. Tanggalkan sikap serakah.Serakah itu jauh dari berkah. Serakah itu menghambat berkat Tuhan!

Selamat berjuang. God Bless!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun