RITUAL BERUJUNG FATAL
sejak zaman baheula
jauh sebelum
agama-agama
hadir untuk menuntun umat
berjalan menapaki jalan lurus
kehidupan masyarakat kita telah dipenuhi dengan berbagai seremoni, upacara, ritus-ritus
dalam perspektif animisme dan dinamisme di zaman pra agama
masyarakat menaruh sesajen pada pohon-pohon besar
dan menganggap pada pohon itu
ada kuasa yang
bisa mengubah
nasib manusia
masyarakat menaruh kepercayaan pada gua-gua
gunung-gunung
makam-makam
keris-keris pusaka
yang dianggap memiliki kesaktian
dan dapat mempengaruhi jalan hidup umat manusia
tatkala agama-agama
mulai dipeluk warga masyarakat
seremoni, upacara
ritus-ritus
tetap berlangsung
namun dalam perspektif budaya dan atau agama
tidak dalam roh
animisme atau dinamisme
yang  bertentangan secara diametral dengan ajaran agama-agama
yang berfokus pada iman kepada yang ilahi
masyarakat melaksanakan
pesta panen
sebagai wujud syukur kepada Tuhan
atas panen yang berhasil
ada beragam upacara atau ritus yang menjadi bagian dari tradisi kultural sebuah masyarakat yang tetap dipelihara
dan mendapat ruang
dalam kehidupan bangsa
ada rasa sedih
dan duka pedih
menyayat kuat
tatkala mendengar berita beberapa
orang meninggal diterjang ombak
saat melakukan ritual di pantai payangan jember
dua hari yang lewat
kita semua diamuk duka
menghadapi realitas itu
ritual takboleh berujung fatal
ritual harus mempertimbangkan keselamatan jiwa manusia
awan duka terus menggantung dinegeri ini
karena kematian
banyak orang
karena kematian hati nurani
Jakarta, 15 Februari 2022/pk 1.28
Weinata Sairin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H