HIDUP MULUS KUDUS DI JALAN LURUS
ayahku guru sekolah rakyat
tahun 50 an
piawai dalam memberi edukasi
bagi peserta didik
dengan cara yang sederhana
dan mudah di cerna
ia mendulang ilmunya dari banyak sumber
termasuk dari
komunitas gerejawi
di zamannya
di era itu tenaga pendidikan dan kesehatan
disiapkan secara profesional
oleh komunitas gerejawi
dalam upaya ikut memberi kontribusi bagi
khalayak
suatu hari ayah mengajakku berbelanja ke kota
kami menikmati delman saat itu
seekor kuda yang nampak gagah
menarik delman itu agak cepat
ayahku berkata padaku :
kuda itu bisa tetap terfokus kedepan dalam menarik
delman
walau bebannya berat
karena kuda itu menggunakan
kacamata khusus
sehingga pandangannya terarah ke satu jurusan
tidak melebar
ke lokus yang lain
manusia itu makhluk mulia
ia imago dei
ia khalifatullah
ia memiliki pantulan nur ilahi
ia mempunyai dimensi transenden
Allah menganugerahkan akal budi
pikiran perasaan
intelektualitas
ia bisa terus fokus ke jalan lurus
tanpa memakai
sejenis 'kaca mata kuda'
ku makin paham
dengan proses pembelajaran yang ayah berikan
beliau piawai
pandangannya tentang hakikat manusia
amat teologis
akademis
manusia menggunguli kuda-kuda mana pun di bumi ini
manusia mampu menjadi manusia mulus
kudus setia berjalan di jalan lurus
tergantung nawaitu
kualitas spiritualitas
keberagamaan yang kafah
sikap tunduk dan merunduk
kepada Allah
manusia Indonesia
manusia beragama
manusia yang
mampu bertahan
terhadap perayu dan pembisik jahat
dari kanan kiri
dan tetap fokus ke jalan lurus
ia juga mampu melawan corona, omicron
dan beragam variannya
secara teologis dan medis!
Jakarta,26 Januari 2022/pk 4.44
Weinata Sairin