rasa ragu acap datang menggoyah bangunan kehidupan
saat kanak-kanak
remaja, pemuda, dewasa bahkan
tatkala tubuh berangkat uzur
rasa ragu juga punya kelas dan bobot
mengacu pada tingkat pendidikan
kerja yang digeluti
fase-fase kehidupan
nilai-nilai kultural
dan kualitas spiritual
yang menghidupi
kedirian setiap pribadi
ada ilmuwan yang ragu tentang adanya Tuhan
ada orang-orang
yang bahkan menolak
adanya Tuhan
karena otaknya
yang terbatas
dan spiritualitas
yang nir cerdas bernas
takmampu memuat nilai-nilai ketuhanan yang mengatasi segala sesuatu dari dunia sekuler dan profan
rasa dan sikap ragu itu mestinya hanya menjadi milik para filsuf
mereka ragu, skeptis lalu bertanya dan merumuskan definisi
orang-orang yang tengah berangkat tua takbisa lagi hidup memendam
keraguan dan kebimbangan
kita takboleh sedikitpun ragu
terhadap orang-orang terkasih disamping kita
terhadap agama dan kepercayaan kita
kita tak boleh ragu dimana tempat peristirahatan kita terakhir: di sandiego hill, menteng pulo, pondok kelapa
atau krematorium
kita tak mesti ragu
(dan takut) menghadapi saat-saat maut merenggut
dan dalam mata iman yang jernih penuh ketakwaan
kita pastikan
bahwa kita akan memasuki rumah keabadian
hidup langgeng, damai, sejahtera, sukacita
bersama Sang Maha Pencipta.
Jakarta, 10 Juni 2021/6.48
Weinata Sairin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H