Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menggerakkan Gerakan Oikumene Menuju Gereja yang Esa

25 Mei 2021   04:00 Diperbarui: 25 Mei 2021   04:14 10660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MENYAMBUT HUT KE-71 PGI 25 MEI 2021:  MENGGERAKKAN GERAKAN OIKOUMENE MENUJU GEREJA KRISTEN YANG ESA

1. Ketika penulis mendampingi Panitia Jambore Nasional Sekolah Minggu PGI beraudiensi dengan Ibu Tien Soeharto tanggal 8 April 1996 -25 tahun yang lalu- di Cendana, Ibu Tien menyimak dengan penuh perhatian lambang oikoumene, yang terdapat dalam logo Jambore Nasional. Dan tanpa diduga, Ibu Tien kemudian meminta penjelasan lebih jauh apa sebenarnya makna istilah oikoumene serta berbagai elemen lain yang ada di dalam lambang itu. Pendeta Sularso Sopater, Ketua Umum PGI saat itu, dalam aksen Jawa yang agak kental menjelaskan bahwa oikoumene adalah suatu gerakan yang bertujuan untuk mempersatukan Gereja-gereja yang ada.

Dari senyum penuh keibuan yang memancar dari wajah Ibu Tien Soeharto terkesan bahwa penjelasan Pendeta Sularso Sopater dapat dipahami dengan baik. Pertemuan itu amat berkesan bukan saja karena Ibu Tien dalam kesibukannya yang padat berjanji untuk membuka Jambore Nasional Sekolah Minggu yang diselenggarakan PGI awal Juli 1996 di TMII Jakarta, tetapi lebih dari itu, karena ternyata itulah pertemuan kami yang terakhir dengan Ibu Tien. Tuhan Maha Kasih telah memanggil hambaNya, kembali ke hadiratNya yang baka. Dukacita teramat dalam menyinggahi nurani segenap warga bangsa pada zaman itu, bumi pertiwi dibasahi oleh derai air mata segenap anak bangsa.

2. Banyak orang yang memang membutuhkan informasi yang jelas tentang makna istilah oikumene, sebab istilah itu sudah terlanjur digunakan secara tidak pas oleh banyak lembaga, dengan menggunakan istilah oikoumene sekadar untuk menunjukkan bahwa lembaga tersebut terdiri dari berbagai denominasi Gereja.

Istilah oikoumene (kata Yunani yang berarti "dunia yang didiami") dengan gambar perahu membawa salib berlayar di tengah lautan, telah menjadi "simbol resmi" dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) sejak organisasi ini didirikan  dengan nama Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI), tanggal 25 Mei 1950 di Jakarta. 

Menurut Dr. Abineno seorang teolog Indonesia terkenal yang bertahun-tahun memimpin DGI, istilah oikoumene itu sendiri telah dipakai oleh Herodotus sejak abad ke-5 M, dan setelah melalui perjalanan sejarah yang panjang , pengertiannya mengalami banyak perkembangan. Dalam kajian Abineno, istilah oikoumene pernah diberi arti kebudayaan, kerajaan, bahkan juga Gereja.

Menurut tradisi Yunani, oikoumene identik dengan dunia kebudayaan, sebab itu mereka yang berada di luar oikoumene dianggap sebagai orang-orang tidak berbudaya. Sementara itu dalam Alkitab Perjanjian Baru istilah oikoumene cenderung memiliki  pengertian kerajaan, jelasnya kerajaan Romawi. 

Oikoumene dalam arti Gereja mula-mula dipakai oleh Origenes (185-254 sM) yang kemudian diteruskan oleh pimpinan-pimpinan Gereja yang lain, sehingga istilah itu semakin menjadi dikenal di lingkungan Gereja.  Istilah oikoumene kemudian menjadi lazim dipakai untuk menyebut suatu pertemuan/konsili  yang dilakukan oleh Gereja-gereja, termasuk di dalamnya Gereja Katolik. 

Dalam hubungan pengertian oikoumene sebagai  gerakan untuk mempersatukan seluruh Gereja yang ada di dunia,  peranan Uskup Agung Soderblom dari Upsala, amat penting. Berkat pengaruhnya gerakan oikoumene merambah ke setiap Gereja lokal  sehingga ia menjadi sebuah gerakan dari seluruh warga Gereja, dan tidak hanya concern dari segelintir elite pimpinan Gereja.

3. Ketika Dewan Gereja-gereja di Indonesia didirikan pada tahun 1950,  isu persatuan dan kesatuan baik dalam konteks Gereja  maupun dalam konteks nasional memang amat menonjol. Gereja-gereja di Indonesia saat itu hidup terserak-serak di berbagaiterminis Nusantara  dalam lingkungan denominasi sendiri, dan sebab itu hampir tidak pernah mampu menampilkan  peran yang memadai di tengah kecamuk dunia. Sementara itu kerinduan  untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa begitu menggebu-gebu, justru karena kemajemukan masyarakat Indonesia dengan keluasan wilayahnya, amat disadari  oleh pemimpin nasional kala itu dan hanya dengan persatuan yang kokoh penjajah bisa dikalahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun