Pertama. Manusia Indonesia adalah manusia beragama. Manusia bumi Nusantara adalah sosok manusia yang kediriannya di napasi oleh roh keagamaan, nilai-nilai spiritualitas.
Tatkala tahun 1970 budayawan Mochtar Lubis merumuskan definisi tentang manusia Indonesia dalam bingkai narasi yang negatif antara lain "munafik", "hipokrit" maka publik banyak yang gusar bahkan menumpahkan kemarahannya di media menggiring kepada sebuah polemik yang nyaris tiada berujung. Mchtar Lubis dan publik taksepenuhnya bisa disalahkan,mereka  berujar dari sebuah titikpandang yang berbeda.
Hal yang wajib dilakukan adalah kita sebagai pribadi bertanya kepada diri sendiri : sejauh mana apa yang dinyatakan oleh Mochtar itu kena mengena atau relevan dengan diri kita. Jika relevan, ada titik singgung ya kita harus berani merubahnya( kata opa oma zaman baheula), harus moved on( kata milenial), harus mengubah dan mentransformasi diri kearah yang labih baik.
Kedua. Kita bersyukur dan bangga sebagai bangsa Indonesia oleh karena Pemerintah  memberi perhatian khusus kepada hari-hari raya keagamaan dengan menetapkannya sebagai hari libur nasional. Policy ini penting bukan saja dalam konteks praksis yaitu umat bisa lebih leluasa merayakan hari besar keagamaan tetapi juga dalam konteks strategis dan politis bahwa Pemerintah memiliki atensi dan political will yang jelas terhadap kehidupan beragama dalam srbuah NKRI yang majemuk yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945.
Ketiga. Dimasa depan dalam konteks  hari raya keagaman, hal berikut wajib dijadikan dasar pemikiran oleh Pemerintah :
a. Penetapan hari raya keagamaan dilakukan oleh komunitas/institusi keagamaan.
Penetapan itu tidak bisa diubah oleh pihak manapun dengan alasan apapun. Contoh: Peringatan Hari Kenaikan Yesus ke Surga Tahun 2003, diubah/ dimundurkan tanggalnya dari tanggal 29 Mei 2003 menjadi 30 Mei 2003. Â Alasannya agar terjadi long weekend sehingga lebih banyak turis datang. Saat itu turis berkurang karena peristiwa Bom Bali.
Pada saat itu Majelis Pendikan Kristen di Indonesia(MPK) dari Kristen dan Majelis Nasional Pendidikan Katolik( MNPK) dari Katolik yang melayangkan surat ke Mendiknas dan Presiden meminta agar perubahan itu  tidak dilakukan karena hal itu bukan bagian dari kewebangan pemerintah. Figur yang mengelola aktivitas itu adalah Pdt Weinata Sairin( Sekum MPK) dan Bruder Heribertus S( Sekr. MNPK).
b. Nama Hari Raya Keagamaan mesti berbasis dan mengacu kepada pandangan teologi/ ajaran agama yang terkait.
Di lingkup Kristen hari raya agama yang sangat dikenal : Hari Natal, ( Hari Kelahiran Yesus Kristus), Hari Jumat Agung (Wafat Yesus Kristus), Hari Paskah (Hari Kebangkitan Yesus Kristus) Hari Kenaikan Yesus Ke Surga, Hari Pentakosta (Hari Pencurahan Roh Kudus).
Ibadah agama jangan sampai dilarang hanya karena rumah ibadah belum dilengkapi IMB. Ibadah agama harus berlangsung aman jangan dibayangi oleh pengalaman traumatik di bom oleh teroris di grebek oleh kelompok intoleran.
Pemerintah tidak boleh berteologi, artinya teologinya memihak sekte, Â denominasi, mazhab tertentu. Pemerintah NKRI di pusat dan daerah yang berPancasila dan ber UUD 1945 tak bisa ignore dan berdiam diri jika ada rumah ibadah yang disegel atau dibongkar oleh orang yang tidak bertanggungjawab hanya karena perbedaan aliran keagamaan.
Keempat. Kita sangat bersyukur bhwa pada tahun ini, minggu ini, dirayakan 2 hari raya keagamaan yaitu Idul Fitri 1442 H, dan Hari Kenaikan Yesus Kristus ke Surga yang dalam kalender nasional dinarasikan " Hari Kenaikan Isa Almasih".
Telah beberapa kali terjadi 2 atau 3 hari raya keagamaan terjadi dalam hari yang sama atau minggu atau bulan yang sama. Kesamaan atau kebarengan hari raya keagamaan dari agama yang berbeda itu menginspirasi banyak tafsir positif.
Di tengah guncangan Covid 19, hadirnya 2 hari raya keagamaan memperkuat ikatan talisilaturahim antar warga bangsa yang majemuk. Dalam dunia yang bergerak cepat oleh proses digitalisasi yang mengemuka dalam beberapa tahun terakhir ini, primordialisme takboleh lagi mendapat ruang utama dalam kehidupan umat manusia.
Kelima. Beberapa hal bisa dicatat sehubungan dengan hadirnya 2 hari raya keagamaan pada minggu ini.
- [a]. Kita disadarkan terus bahwa kita adalah umat beragama yang hidupnya dipandu oleh ajaran agama. Â Kita lah makhluk mulia yang ahlakul karimah, berakhlak mulia. Kita lah imago dei, kalifattulah yang diberi amanat untuk mengelola bumi ciptaanNya.
- [b]. Â Sebagai warga bangsa kita satu dan solid,walaupun agama dan kepercayaan kita berbeda-beda. Keberbedaan Sara yang melekat dalam kedirian kita sama sekali tidak bisa menjadi alasan bagi kita untuk bermusuhan.atau saling abai dan tidak saling memperhatikan.
- [c]. Kita sambut bersama Hari Kenaikan Yesus ke surga dan Hari Raya Idul Fitri 1442 H dengan penuh sukacita dan rasa syukur meluap-luap,dengan tetap taat pada protokol kesehatan.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 H
Selamat Merayakan Hari Kenaikan Yesus ke Surga!
Tuhan memberkati NKRI!
Pdt Emeritus Weinata Sairin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H