Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Refleksi Minggu | Bagi Tuhan Berikan yang Terbaik

1 Mei 2021   21:03 Diperbarui: 1 Mei 2021   21:07 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh karena itu, ada Gereja-gereja yang melihat bahwa dalam ibadah, aspek entertain juga perlu mendapat perhatian sehingga umat dari segala usia tetap kerasan dan enjoy dalam beribadah di Gereja. Bahkan, mereka merasakan adanya pencerahan spiritual dalam diri
mereka.

Ayat Alkitab yang dikutip dari Maleakhi 1:8 memang cukup menarik untuk dipelajari, bagaimana membangun relasi dengan Allah melalui persembahan dalam konteks Perjanjian Lama. Ayat ini mengungkapkan kritik yang cukup pedas terhadap umat yang mempersembahkan kepada Allah binatang buta atau timpang, sakit. 

Firman Tuhan menegaskan bahwa tindakan seperti itu adalah tindakan yang jahat! Mengapa tindakan itu disebut jahat? Ya karena tindakan itu bertentangan dengan hukum agama yang berlaku saat itu.

Dalam Kitab Ulangan 6:21 secara tegas dinyatakan bahwa lembu/kambing yang cacat, timpang, atau buta dilarang untuk dipersembahkan kepada Tuhan (cf Imamat 22:18, Bilangan 6:14, dsb.). Binatang yang dalam kondisi seperti itu tidak layak untuk disembelih dan dipersembahkan kepada Tuhan. Namun, umat tetap bisa memakan daging sembelihan itu, kecuali darahnya.

Hal yang menarik adalah, Firman Tuhan dalam Maleakhi itu memberikan pembandingan andai binatang yang cacat itu disampaikan kepada bupati.

Apakah sang bupati berkenan dan menyambut si pemberi dengan baik? Warning dan sindiran kuat Firman Tuhan dalam Kitab Maleakhi, yang ditulis lebih kurang tahun 470 SM, masih tetap relevan hingga zaman ini.

Relasi kita yang khas, spesifik dengan Tuhan Allah harus terus dipelihara dari saat ke saat melalui banyak bentuk. Dalam semangat memuliakan Allah dan bersyukur kepada-Nya maka doa, nyanyian, dan persembahan kepada Tuhan mesti kita berikan yang terbaik. 

Jika para pembesar dunia di banyak level dan eselon saja selalu ingin kita beri yang terbaik, apalagi Tuhan Allah yang telah memerdekakan kita dari belenggu dosa. Sudah selayaknya kita memberi yang terbaik bagi Tuhan, Allah yang kita panggil Bapa dalam nama Yesus Kristus. 

Dalam ikatan dengan Yesus Kristus, kita tidak lagi berbicara tentang mempersembahkan kambing atau domba atau binatang atau benda apa pun. Kita semua, anak-anak Tuhan Yesus, dipanggil untuk "mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup yang kudus dan yang berkenan kepada Allah..." (Roma 12.:1).

Gereja-gereja kita harus selalu dalam posisi sebagai Gereja yang misioner, visioner ditengah berbagai dinamika yang terjadi. Ada Menteri dan Kementerian baru, ada pengkategorian KKB di Papua sebagai kelompok teroris. Gereja harus selalu sensitif terhadap berbagai dinamika yang terjadi. Gereja juga wajib disadarkan bahwa Tuhan akan datang sesuai dengan kairosNya, datang dalam konteks eskatologis,kedatangan kedua kali yang akan membarui sejarah.

Bagaimana Gereja-gereja dan umat Kristen menghayati kekristenannya dalam konteks pandemi yang menakutkan dan mengubah tatanan sosial itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun