HIDUP YANG TAKPERNAH MATI
"Non moritus, cujus fama vivit. Yang hidup dalam kemasyhuran, tidakan akan mati"
Kematian, sebagai suatu peristiwa, kejadian, tetap menjadi sesuatu yang misteri bagi setiap orang. Tidak ada yang pernah tahu kapan sang maut akan datang merenggut nafas hidupnya. Seseorang selalu memohon agar kedatangan sang maut ini dipending, diembargo atau ditunda sampai batas yang tidak ditentukan.Â
Banyak orang berobsesi ingin hidup lebih lama dari hitung-hitungan Angka Harapan Hidup. Orang-orang yang se fraksi dengan Chairil Anwar bahkan tanpa berhitung dan kalkulasi malah bicara lantang "aku mau hidup seribu tahun lagi".Â
Ya Chairil ingin menikmati MRT, ingin menyaksikan nasib Munir yang lebih jelas dan bermartabat dalam sebuah negara hukum.
Chairil masih ingin menyaksikan pemimpin mana lagi yang kena OTT sambil tetap tersenyum walau harus mentransfer milyaran rupiah kepada negara; Chairil ingin melihat bagaimana tol laut, hutan-hutan hijau Papua bisa ditembus jalan darat tanpa kesulitan berarti.
Chairil ingin benar-benar melihat bahwa aktivitas keagamaan manusia Indonesia jauh dari ungkapan kerutinan, pragmatisme, pola pikir do ut des tetapi sebuah pengejawantahan yang sungguh dari religiusitas sang makhluk kepada Sang Khalik.
Walau kedatangannya tak diharapkan, namun kematian banyak diangkat dan dijadikan tema dalam novel, film, puisi, lagu dan diuraikan dalam berbagai buku. D. Kemalawati seorang penyair Aceh terkenal dalam puisinya yang puitis ia berkata tentang maut sebagai berikut.
Kematian
"jika kematian hanya ranjang rebahkanlah tubuh lelah sambil menanti mimpi dalam lelap yang mawar" (" Hujan Setelah Bara", D. Kemalawati, Penerbit Lapena, Banda Aceh, 2012)