Paul Recoeur memahami pengakuan dalam tiga jalan, yang kemudian disebut jalan-jalan pengakuan. Salah satu dari ketiga jalan tersebut ialah jalan Mengidentifikasi Berarti Membedakan. Recoeur mengonstruksi pemikiranya secara radikal dan bertolak belakang dengan mainstream publik dewasa ini.Â
Banyak orang memahami identik berarti sama, saya identik dengn mahasiswa begitu pun sebaliknya mahasiswa identik dengan saya, rumusannya ialah saya=mahasiswa.Â
Prinsip ini membuka peluang bagi Recoeur dalam mengonstruksi ide pengakuan dengan cara mengidentifikasi berarti membedakan. Jalan ini secara sederhana dijelaskan sebagai berikut.Â
Saya mengidentifikasi diri saya dengan membuat pembedaan antara diri saya sendiri dan diri orang lain. Identifikasi diri berarti saya adalah berbeda dengan orang lain. Saya adalah mahasiswa bukan petani. Â Hemat saya prinsip ini relevan dengan cinta terhadap sesama.
Cinta butuh pengakuan. Pengakuan berarti mengidentifikasi dalam arti mendistingsi. Mengakui sesuatu/seseorang berarti mendistingsi sesuatu/seseorang sebagai sesuatu/seseorang yang tertentu bukan sesuatu/seseorang yang lain.Â
Misalnya saya adalah mahasiswa bukan mahasiswi, saya adalah biarawan bukan preman. Dengan demikian Recoeur sampai pada satu pemahaman bahwa mengakui sesuatu identik dengan dirinya sendiri.Â
Jalan ini hanya mungkin terjadi kalau sesuatu/seseorang secara epistemologi dapat dimengerti dan dipahami (interpretable). Mencintai sesama berarti membuat distingsi antara sesama dengan sesuatu, manusia dengan barang, manusia dengan hewan atau tumbuhan.Â
Misalnya saya mencintai Maria bukan sebagai sesuatu barang melainkan sebagai manusia Maria. Dasar cinta saya kepada Maria adalah distingsi Maria dengan sesuatu lain.
Dewasa ini banyak pasangan muda-mudi jatuh dalam cinta ekslusif-buta. Mereka mencintai seseorang bukan karena orang itu in se dan per se melainkan karena dia itu cantik, punya banyak uang, kaya dan penuh perhatian. Jebakan material membuat seseorang tidak mampu melihat sesama sebagai manusia, tidak menemukan cinta yang sejati, dan tidak mampu mengakui diri sendiri dan sesama di atas dasar kebenaran epistemik.Â
Artinya mengkaui dan kemudian mencintai seseorang/sesuatu tidak dengan pemahaman yang baik dan benar. Padahal pengakaun itu terjadi atas dasar kebenaran. Tanpa kebenaran pengakuan menjadi absurd.