(kalender Januari 2014)
Sekedar flashback ke tahun 1990, saat ane masih tinggal di Pondok Labu, Jakarta Selatan. Dulu waktu sekolah ane diajarkan bahwa air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Artinya apa? artinya yach kalau hujan deras dan saluran got tidak lancar, yach siap-siap saja rumah tergenang air.
24 tahun lalu, perkembangan tidak sehebat sekarang dimana-mana kita temukan bangunan baru, baik itu mall, supermarket , apartemen dan lain sebagainya yang kata orang lambang kemajuan suatu daerah. Banjir pun masih menggenang rumah kontrakan keluarga kami serta sekolah dasar (SDN 16 pagi) tempat ane sekolah dulu, sebabnya karena tempatnya yang berada dibawah dan saluran air yang tidak lancar.
Dulu solusinya gampang, setiap bulan selalu diadakan kerja bakti membersihkan selokan yang menumpuk sampah. Waktu kejadian pun sama, saat musim penghujan di Desember dan Januari. Hingga ane pun sempat mendapat semacam singkatan untuk bulan-bulan jelang dan saat musim hujan dari bapak.
Oktober = Ono Katon Sumber (ada kelihatan sumber air), November = Ono Sumber (sudah ada sumbernya), Desember = Deras-derasnya Sumber dan Januari = Hujan berhari-hari. Dan sepertinya itu berlaku terus menerus hingga sekarang, dan itu semua orang pun sudah mengetahui bahwa Januari memang hujan sedang turun membasahi bumi.
17 Januari 2014 malam bertepatan dengan 15 Rabiul Awal saat dimana bulan sedang purnama dan lautpun sedang pasang, ketika laut pasang jangan harap air dari kali dan sungai yang bermuara kesana akan lancar yang terjadi malah sebaliknya. Hujan dimalam sabtu turun deras saking derasnya menyebabkan lampu didaerah Selang Nangka, Cibitung pun mati dan besoknya musibah banjir pun datang.
Desa Selang Nangka, termasuk Kecamatan Cibitung dikepung banjir. Ada yang sedada orang dewasa, ada yang sepaha orang dewasa semua mengalami masalah yang sama dikepung banjir. Pun sama dengan apa yang dialami oleh saudara-saudara kita di Jakarta, Cirebon, Bekasi, Purwakarta, Manado dan tempat lainnya.
Hingga dua hari banjir terus menggenangi kawasan Cibitung dan baru senin pagi baru mulai surut, dan yang tersisa adalah tumpukan lumpur yang menanti untuk dibersihkan oleh empunya rumah serta berbagai pekerjaan rumah lainnya yang mengenai berbagai tempat didaerah.
Kerugian jangan ditanya mungkin trilyuan uang yang hilang akibat musibah banjir, belum lagi masyarakat yang harus mengkalkulasi ulang pengeluaran untuk bisa memperbaiki ataupun membeli peralatan yang rusak karena banjir dan itu memerlukan uang yang tidak sedikit.
Saatnya kita serius memandang permasalahan Banjir ini, dari kita sebagai masyarakat hingga para pemegang kunci dipemerintahan. Sebagai negara maritim dengan puluhan ribu pulau, kita memang ditakdirkan untuk dekat dengan air. Dalam teori STIFFIN pun Indonesia ini identik dengan Air, jika tidak dikelola dengan baik yachh dia akan menjadi musuh untuk kita.
Sudah banyak analisa mendalam tentang penyebab banjir, pembangunan yang tidak memperhatikan tat ruang, resapan yang kurang, pemukiman dekat bantaran kali, hingga sikap masyarakat yang suka membuang sampah seenaknya (padahal waktu kecil sudah diajarkan oleh guru-guru kita, kebersihan adalah sebagian dari iman), tapi kenyataannya selalu tidak ada area kosong menjadi penyebab kita suka membuang sampah.