[caption caption="Runner Up Gothia Cup 2016"][/caption]
(Topskor indonesia, runner up gothia cup 2016 boys u15/ sumber : harian topskor)
Usai sudah gelaran Gothia Cup 2016, ajang Piala Dunia para pemain yunior tingkat dunia yang digelar di Swedia. Indonesia akhirnya mencetak sejarah dengan tampilnya ASIOP Apacinti sebagai juara dilevel Boys U15 Playoff A sedangkan Topskor Indonesia pun mengejutkan dengan menjadi runner up dilevel Boys U13 Playoff A. Sebuah prestasi yang membanggakan bagi Indonesia dan layak ditiru oleh kakaknya di level senior.
Sebagaimana diketahui Timnas U19 dan Timnas Indonesia akan berlaga di Piala AFF U19 bulan september mendatang serta Piala AFF Suzuki akhir tahun ini. Tentunya apa yang diraih pemain muda ASIOP Apacinti serta Topskor bisa menginspirasi pemain kedua Timnas untuk meraih prestasi yang membanggakan. Ada hal menarik dari apa yang dilakukan pemain muda dari Topskor Indonesia yang bisa ditiru pemain Timnas U19 dan Senior, apa itu ?
“Periodenya adalah tanggal 8-12 Agustus, efektif latihan 9-10 Agustus tetapi saat itu hanya memanggil pemain yang tidak menjalani kompetisi di TSC. Berikutnya 15-19 Agustus itu dilakukan juga dengan memanggil pemain yang klubnya tidak sedang berkompetisi,” terang Joko Driyono soal periode pelatnas Timnas Indonesia untuk Piala AFF Suzuki 2016.
Ditengah keterbatasan waktu yang mendera serta keterbatasan sumber daya pemain karena klub hanya mengijinkan dua pemainnya saja bergabung ke pelatnas Timnas Piala AFF Suzuki 2016. Tentu perlu hal-hal non teknis yang layak dikedepankan demi meningkatkan soliditas dan kebersamaan para pemain, istilah kerennya mungkin ‘chemistry’ antar pemain. Dan yang bisa ditiru Timnas U19 dan senior dari pemain muda di Gothia Cup 2016 adalah THE POWER of DOA atau kekuatan doa.
'The Power of Doa' adalah Kuncinya
Sebagaimana yang dilaporkan wartawan Topskor yang memang meliput langsung aksi para pemain muda di Gothia Cup 2016, ada ritual atau aktivitas pemain yang berupa The Power of Doa yang memberikan kekuatan non teknis kepada para pemain.
“Baru kali ini saya dampingi tim yang setiap malam para pemainnya wirid-an (tahlilan),” kata Apridiawan, asisten pelatih Topskor Indonesia sembari menerangkan detail aktivitas anak asuhnya tersebut.
Ghaffan Hisyam Jauhari dkk menggelar doa bersama diserambi belakang sekolah (tempat tinggal pemain), seperti panggilan jiwa satu per satu pemain bangun dari pembaringannya saat Ghaffan membunyikan alarm ‘Wirid Call’. Setelah berkumpul mereka bersila diatas hamparan sajadah yang telah digelar dipimpin Ghaffan mereka pun melantunkan puji-pujian kepada Allah SWT bersama-sama. Subhanallah .. Maha Suci Allah.
“Setiap malam sebelum tidur, mereka (anak-anak) meminta tim pelatih waktu 15 menit untuk acara tahlilan,” lanjut sang asisten pelatih.
Tambahan energi dari Kekuatan Doa inilah yang menjadikan pemain muda usia 13 tahun tersebut mampu melahap segala tantangan selama di Swedia. Dalam kurun waktu lima hari, Ghaffan dkk harus melakoni sembilan laga hingga babak final di stadion Gamla Ullevi yang merupakan stadion bersejarah tempat Pele (Brazil) mengangkat trofi Piala Dunia 1958. Untuk pemain seusia mereka tentunya sangat melelahkan fisik dan mental mereka tetapi semuanya terbantu dengan ‘The Power of Doa’.
‘The Power of Doa’ atau kekuatan doa dari para pemain, pendukung dan masyarakat pecinta Timnas bisa menjadi kekuatan tambahan yang mengiringi perjuangan para pemain. Kualitas individu pemain ditambah dengan semangat bertanding tanpa kenal menyerah plus doa akan menjadi sesuatu yang saling melengkapi. Prestasi di Vietnam serta Myanmar/Filipina tentu akan membuat publik semakin punya harapan bahwa sepakbola Indonesia bisa berbicara banyak dimasa datang.
‘The Power of Doa’, mengapa tidak ?
Salam sepakbola,
Wefi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H