Lewat akun Twitter resminya, @PSSl__FAI, Alfred Riedl diputus kontraknya karena gagal membawa Indonesia sukses di ajang Piala AFF 2014 lalu di Hanoi, Vietnam. "Timnas Tak Juara Piala AFF, Kontrak Alfred Riedl Resmi Diputus," tulis Twitter PSSI.
Pemecatan ini jika merujuk terhadap target yang telah ditetapkan PSSI - BTN adalah sah-sah saja karena Opa Riedl memang telah gagal mewujudkan 'target suci' yang diamanatkan. Tetapi di sisi lain ini adalah buah kegagalan PSSI - BTN yang selama ini sukanya yang instan (mungkin karena penggemar mie instan kali yach) sehingga tidak mau bersabar dalam meraih prestasi sepak bola di kancah internasional.
Dan jelang pergantian akhir tahun 2014 ini tentunya menjadi catatan prestasi tersendiri bagi PSSI, yakni 16 tahun kepengurusan dengan 16 pelatih lokal dan asing dengan catatan 'hampir juara' alias runner up di Piala AFF sedangkan juara Piala Kemerdekaan karena sang lawan, Irak memilih mundur (melasi temen yah..). Dan berikut daftar pelatih yang dikontrak PSSI dalam 16 tahun terakhir:
1. (alm) Rusdi Bahalwan (Tiger Cup 1998)
2. Bernard Schumm (SEA Games 1999)
3. Nandar Iskandar (Pra Piala Asia dan Piala Asia 2000)
4. Dananjaya (Tiger Cup 2000)
5. Benny Dolo (Pra Piala Dunia 2001)
6. van Kolev (Tiger Cup 2002, Pra Piala Asia dan Piala Asia 2004)
7. Peter White (AFF Cup 2004, Pra Piala Dunia 2005 dan AFF Cup 2006)
8. Ivan Kolev (Piala Asia 2007)
9. Benny Dolo (AFF Cup 2008 dan Pra Piala Asia 2009)
10. Alfred Riedl (AFF Cup 2010)
11. Wim Rijsbergen (Pra Piala Dunia 2011)
12. Nil Maizar (AFF Cup 2012)
13. Manuel Blanco (Belum sempat memimpin laga timnas)
14. Rahmad Dharmawan (Pra Piala Asia 2013)
15. Jackson F. Thiago (Pra Piala Asia 2013)
16. Alfred Riedl (Piala AFF 2014).
Melihat progress dan hasil yang ditunjukkan oleh Timnas hasil bentukan PSSI dan BTN dalam dua dekade terakhir yang nirprestasi mungkin ini adalah karma sepak bola nasional. Sesuatu yang diungkapkan mantan bintang timnas yang sekarang dikabarkan merapat kembali ke klub yang membesarkan namanya Persija, yakni BePe alias Bambang Pamungkas.
"Setiap pelatih memiliki gaya dan karakter masing-masing. Sebagai contoh pelatih A memiliki gaya dan karakter bermain dengan warna merah, maka dia akan memilih pemain yang sesuai untuk mendukung sistem bermain warna merah. Namun, karena dianggap gagal dalam sebuah turnamen oleh PSSI, maka seketika akan diganti dengan pelatih yang baru.
Pelatih baru, katakanlah si B datang dengan optimisme baru serta gaya dan karakter bermain warna Biru. Maka secara otomatis pelatih tersebut akan mengubah gaya bermain tim nasional, yang tadinya berwarna merah menjadi warna biru, sesuai dengan keinginannya.
Di sinilah letak permasalahan yang sesungguhnya. Bagaimana sebuah tim dapat meraih hasil maksimal, jika belum juga khatam belajar bermain dengan warna merah, sudah harus diubah menjadi berwarna biru. Belum lagi ketika dalam turnamen berikutnya, gaya bermain warna biru tersebut dianggap gagal. Maka kemungkinan besar akan datang lagi pelatih baru, yang mungkin membawa warna yang lain ke dalam tim nasional.
Dapat Anda bayangkan betapa tertekannya para pemain tim nasional Indonesia, yang setiap saat harus siap untuk berubah-ubah seperti bunglon, hanya untuk memenuhi budaya instan serta cara berpikir egois dari para pengurus PSSI. Sedangkan masyarakat tidak akan mengerti dan peduli dengan hal tersebut. Ketika tim nasional gagal, maka yang goblok adalah para pemain."
Lengkapnya rekan kompasioner bisa langsung meluncur ke sini.
Kini pilihan kembali ke PSSI dan BTN yang diketua La Nyala yang merangkap juga sebagai WaKeTUm PSSI. Mau asing atau lokal ya sama saja, selama PSSI - BTN tidak memberikan kebebasan sepenuhnya bagi pelatih Timnas untuk mengembangkan konsepnya menuju timnas berprestasi. Apalagi di 2015 jadwal turnamen resmi pun nol selain FIFA Friendly Match yang menjadi kesempatan La Nyala untuk membuktikan janji yang pernah terucap, ranking ke-120 FIFA.