Pemain termuda dalam sejarah gelaran putaran final Piala Dunia memang tidaklah banyak, atmosfer persaingan tinggi di turnamen terbesar di kolong jagat memaksa para pelatih menggunakan talenta terbaik yang dimilikinya. Termasuk di dalamnya Femi Opanbumi  yang menjadi pemain termuda Timnas Nigeria.
Adalah Piala Dunia 2002 di Jepang dan Korea Selatan yang menjadi panggung Opanbumi yang dipanggil pelatih Festus Onigbinde masuk skuatnya bersama bintang Nigeria kala itu, Jay Jay Okocha hingga Nwanko Kanu. Bersama Vincent Enyama, Bertholomew Ogbeche dan Austin Ejide, Opanbumi tercatat sebagai pemain U19 yang ada dalam skuat Nigeria yang harus menjadi juru kunci grup F usai mengoleksi satu poin yang didapat kala bermain imbang 0-0 kontra Inggris.
Menjadi starting line up di usia 17 tahun 3 bulan saat Nigeria bersua Inggris dibabak akhir fase grup Piala Dunia 2002 menjadikan Opanbumi sebagai pemain termuda ketiga dalam sejarah Piala Dunia. Posisi pertama ditempati Norman Whiteside yang tampil membela di Piala Dunia 1982 dalam usia 17 tahun 41 hari. Ditempat kedua adalah striker Kamerun yang pernah bermain di Barcelona, Samuel Eto yang menorehkannya pada usia 17 tahun 3 bulan saat Piala Dunia 1998 Perancis.
Pemain kelahiran Lagos, 33 tahun lalu tersebut diprediksi menjadi bintang masa depan Nigeria namun sayang masalah pada matanya membuat karir pemain yang tiga kali memperkuat Timnas Nigeria berakhir tragis. Usai Piala Dunia U17 2001 dan Piala Dunia 2002 Jepang Korea Selatan, Opanbumi bermain untuk Grasshopper (Swiss) sebelum pindah ke Hapoel Ber Sheva (Israel), Niortais (Perancis) dan berakhir di Shooting Stars (Nigeria) tahun 2006.
"Di Piala Dunia 2002, saya jadi pemain termuda. Saya bermain melawan Inggris, menghadapi David Beckham Michael Owen, Paul Scholes dan semuanya.Tapi, tiga atau empat tahun kemudian cerita berubah. Sesaat terbang, sesaat kemudian terjun bebas,"kenang Opanbumi tentang perjalanan karir singkatnya.
"Saya sempat operasi, mereka bilang saya mengidap glukoma. Situasi pun kian memburuk.Bahkan, kini saya hanya bisa melihat dengan satu mata. Saya bangun pada suatu pagi dan tidak bisa melihat dengan baik. Seperti ada awan pada mata saya. Dokter bilanh saya harus dioperasi tetapi setelah itu kondisinya sama,"cerita Opanbumi tentang perjuangan lepas dari penyakit dimatanya.
Walau terpukul karena harus gantung sepatu diusia dini namun Opanbumi tetap bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena dirinya masih bisa melihat dan melanjutkan perjalanan hidupnya walau tidak dilapangan sepakbola.
"Terkadang saya berpikir bunuh diri. Saya sangat frustasi. Apalagi saat melihat rekan seangkatan saya masih aktif bermain,"ujar Opanbumi.
Tetap semangat Opanbumi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H