[caption caption="Klub Paling Dibenci di Jerman"][/caption]
Promosi ke kompetisi kasta tertinggi sepakbola disebuah negara menjadi impian semua klub sejak didirikan pertama kali, naik kasta lalu tampil dikompetisi elit untuk kemudia bermimpi tampil dikompetisi internasiona menjadi target sebuah klub. Tidak memandang berapa lama klub tersebut dirikan baik lama maupun baru berdiri dalam hitungan dibawah 10 tahun semuanya memiliki cita-cita tampil dikompetisi elit termasuk apa yang terjadi di Bundesliga Jerman musim depan.
Jika di Indonesia kita sering menemukan berita akuisisi sebuah klub untuk langsung tampil di kompetisi kasta tertinggi yakni ISL tanpa harus berpeluh keringat dan berdarah-darah merangkak dari kompetisi amatir. Maka ada sebuah contoh faktual nan menarik dari Bundesliga, kompetisi tertinggi sepakbola juara Piala Dunia 2014 tersebut, terutama saat akan memasuki musim 2016/17 mendatang dimana akan tampil klub promosi yang musim ini menjadi runner up Bundesliga 2, RB Leipzig. Kenapa RB Leipzig?
Hanya butuh tujuh tahun setelah mengakuisisi klub divisi 5, SSV Markranstadt pada 2009 bagi Dietrich Mateschitz untuk membuat RB Leipzig mengejutkan sepakbola Jerman. Dan sejak 2009 belum ada satupun klub Jerman Timur yang merayakan selebrasi lolos ke Bundesliga sebagaimana yang kini dilakukan oleh RB Leipzig. Namun kesuksesan klub yang disponsori oleh Red Bull yang juga menjadi penyokong klub Red Bull Salzburg (Austria) dan New York Red Bull (Amerika Serikat) ternyata dipandang sebelah mata dan hanya sedikit orang merayakannya. Kok bisa ?
Jawabannya karena RB Leipzig adalah klub yang paling DIBENCI di Jerman, hal tersebut didasarkan kepada bagaimana klub-klub Jerman selama ini menjadikan suporter mereka sebagai bagian dari identitas klub. Namun walau RB Leipzig tidak melanggar aturan 50+1 tentang kepemilikan saham yang dikuasai sepenuhnya oleh Red Bull namun janji manajemen untuk melibatkan suporter ternyata hanya isapan jempol belaka. Hal yang terang-terangan diungkap oleh Christoph Biermann seorang wartawan Jerman pada 20014 tentang fenomena klub asal Leipzig tersebut.
Untuk menjadi anggota klub RB Leipzig harus membayar uang sebesar 800 euro yang berarti 10 kali lipat dibanding menjadi anggota klub Bayern Muenchen. Efeknya hingga hari ini, klub tersebut hanya memiliki 17 anggota klub yang memiliki hak suara.
“Klub saya didirikan untuk bermain sepakbola, tapi RB Leipzig didirikan untuk menghasilkan uang. Untuk menjuat minuman berenergi,” kritik seorang fans klub Lokomotiv Leipzig yang mengutarakan kebenciannya terhadap klub tersebut.
“Sulit untuk membayangkan cara yang lebih terang-terangan di mana RB Leipzig bisa melanggar aturan 50 + 1,” ungkap Biermann.
“Di negara-negara seperti Jerman, basis penggemar merupakan identitas dari sejarah tertentu klub nya. Red Bull karena itu bendera merah bagi banyak kelompok penggemar lainnya. Tidak memiliki tradisi panjang dalam satu dekade terakhit, tetapi mencoba untuk membeli segala sesuatu,” terang Boris Haigis, dari Institut Kebudayaan Universitas Wuerzburg.
Apapun yang terjadi Dietrich Mateschitz tetap berjalan tegap dengan misinya untuk membawa klubnya juara Bundesliga termasuk dengan mengangkat Ralf Rangnick sebagai Direktur Olahraga klubnya serta mengangkat Ralph Hasenhüttl eks manajer Ingolstandt sebagai pelatih untuk melakoni Bundesliga musim depan. Setelah Energi Cottbus di 2009 maka Red Bull tentunya berharap sukses sebagaimana yang dialami pabrikan mobil yang mendukung klub Jerman seperti Wolfsburg dan Bayer Leverkusen. Apalagi hampir 75 persen penduduk Leipzig setuju dengan invasi yang dilakukan Red Bull.
Ini terlihat saat 43.000 penggemar yang hadir ke stadion untuk menyaksikan saat RB Leipzig lolos ke Bundesliga sebagai runner up usai menang 2-0 atas Karlsruhe. Ribuan fans pun turun dan melakukan selebrasi dijalan-jalan kota Leipzig dengan warna merah putih mewarnai seisi kota dalam perayaan kesuksesan klub tersebut. Invasi Red Bull setelah sebelumnya ada Amazon dan DHL, BMW dan Porsche yang membuka industri di Leipzig dan meningkatkan pertumbuhan penduduk tumbuh 10% membuat sebagian orang menyebut Leipzig sebagai BERLIN BARU.