[caption id="attachment_344490" align="aligncenter" width="400" caption="Image : Image:http://bandung.bisnis.com/read/20140427/34239/507483/indonesia-surganya-predator-kejahatan-seksual-anak"][/caption]
Kawaii ne, onamae wa..? (Aduh cantiknya...namanya..?)
Saya temannya ibu kamu, sekarang main ke rumah saya yuk!
Habis saya mengucapkan itu, si bungsu langsung melesat lari kabur menuju pintu rumah.
Haiikk OK desu!! sambil saya mengacungkan jempol.
Pagi ini sebelum anak-anak berangkat sekolah saya memberi sedikit latihan kalau saja seandainya ada orang tak dikenal yangmenegurnya lalu memberi makanan atau mengajak pergi ke suatu tempat.
Lah delalahnya apa ya?
Belakangan ini Jepang sedang dirundung duka yang sangat dalam ketika ada kasus seorang anak perempuan kelas 1 SD yang masih berumur 6 tahun dibunuh dan mayatnya dipotong-potong lalu dimasukkan ke dalam kantong 6 kantong plastik dan dibuang ke semak-semak di sebuah taman, hiks serem dan sadis ya!
Sebelum ditemukan, sudah kira-kira semingguan anak ini hilang dan mulai dicari oleh polisi, dan gemparlah Jepang ketika beberapa hari yang lalu gadis kecil ini diketemukan dalam keadaan sudah sangat mengenaskan! Apalagi badan anak tak berdosa itu sudah terbagi-bagi dan dimasukkan ke dalam kantong plastik! Jahat benar itu pelakunya!!
Kita warga sini begitu sangat takut dan cemas, apalagi pelaku pembunuhnya belum ditemukan saat itu. Membuat saya khawatir tentang keselamatan anak-anak saya, apalagi si sulung yang berangkat sekolahnya memang sudah harus sendiri. Tapi syukur alhamdulillah 2 hari yang lalu pelakunya sudah tertangkap! Seorang lelaki berumur 40-an, masih single dan rumahnya itu ternyata tidak jauh dari rumah sang korban! Polisi cepat menangkapnya dan menjadikan sebagai tersangka karena lelaki itu juga tersorot dalam kamera yang ada di sebuah convinient store.
Kami semua yang melihat berita itu dihinggapi kemarahan yang sangat teramat besar, kok tega teganyaaa!..Tak terbayang gimana perasaan keluarganya, sahabat dan teman-teman di sekolahnya. Dan kami pun terimbas menjadi cemas untuk melepas anak-anak kami pergi sekolah. Si sulung yang biasanya sudah saya lepas saja berangkat sekolah dengan teman-temannya, saya wanti-wanti berkali-kali kalau pulang sekolah langsung pulang dan harus bersama teman-temannya. Satu lagi, harus segera kabur lari ke tempat keramaian seandainya ada orang tak dikenal yang menegur memberi sesuatu makanan atau mengajak main ke rumahnya.