**sebelum tanding dapet wejangan dari pelatih
Sudah dua bulan ini si sulung masuk kedalam klub baseball, olahraga yang belakangan ini sangat digandrunginya. Mungkin karena sering pergi ke pertandingan baseball sama papanya membuat dia juga ingin mencoba berlatih olahraga ini.
Papanya sangat teramat mendukung ketika sisulung memohon untuk dicarikan klub baseball ini, tapi saya langsung tunjuk tangan menolaknya! Lhoo kenapa? Alasan yang saya pikir sangaaat egois adalah karena saya tidak bisa bermalas-malasan saat weekend! Dengan kata lain, harus bangun pagi buta untuk siapkan bentou yang akan dibawanya saat latihan nanti, maafkan bundamu yaa naakk!
Tapi karena setiap hari merajuk terus sambil berjanji dia mau serius dan tidak akan mengganggu belajarnya, akhirnya luluh juga saya melihat muka memelasnya itu. Haik, Wakarimashita (ok!) dan anak saya langsung meluk sambil mengucapkan, maaamaa arigatouuu!
Mulai saya cari informasi melalui teman-teman di lingkungan apartemen, dan syukurnya ada dua orang teman yang kebetulan anaknya juga sudah masuk klub baseball itu. Dan saya meminta tolong ibu-ibu ini untuk membuatkan janji dengan para pelatihnya untuk saya agar bisa ketemuan membicarakan prosedur bagaimana cara menjadi member club baseball itu. Dan berangkatlah saya dan suami untuk menyelesaikan urusan administrasi sekalian mengenalkan si sulung kepada para pelatihnya dan para member yang terdiri dari murid-murid dari berbagai SD dari kelas satu sampai kelas enam. Semuanya, membuka topi dan membungkukkan badannya ketika memberi salam selamat datang kepada anak saya sebagai seorang new member. Wah, seperti masuk kedalam sebuah keluarga besar.
Saat itu, anak saya sudah langsung mulai dibimbing para senpai (kakak kelas) dan berbaur dengan para member yang satu level umurnya. Dari jauh saya dan suami melihat anak saya mulai dilatih dari cara memberi salam, cara pemanasan sebelum latihan, latihan lari, menangkap bola dan sedikit latihan memukul bola. Beberapa kali saya lihat anak saya tersungkur dan jatuh terguling guling, celana yang masih putih kinclong gak lama langsung berubah jadi coklat!
Belum lagi saat melihatnya latihan lari yang selalu nampak dalam urutan paling buncit tapi tetep semangat mengejar teman-temannya yang sudah melesat jauh kedepan. Ngenes melihatnya muka kewalahannya saat harus memungut bola yang dipukul oleh teman-temannya. Dan yang lebih bikin dada ini nyesek juga adalah, saat giliran dia harus memukul bola, semuanya meleset dan akhirnya tidak ada satupun yang bisa ia lambungkan untuk bisa membuat teman-temannya berlari hingga ke home base nya (goal). Kecewa, ya muka penuh kecewa dan kesedihan setiap ia pulang latihan sambil berkata, “kapan ya aku bisa pukul bolanya?”Biasanya kalau sudah begini suami saya suka menggiringnya masuk kamar dan menutup pintu, entah deh apa yang mereka omongin, setiap saya tanya, suami selalu mengatakan, “daijyoubu yo, otoko no hanasi..” (gak papa, ini masalah cowok). Tapi syukurnya, si sulung suka jadi biasa kembali, karena ketika makan malam, justru dari mulut dia sendiri bilang harus lebih sering latihan kalau pulang sekolah, jadi pas sabtu minggu mungkin sudah sedikit lebih tahu selahnya gimana bisa sampai memukul bola dengan kencang. Yosh, ganbaruyo! (ayo tetap semangat!)
Kalau anak-anak sudah tidur jadi suka saya bahas topik baseballnya si sulung ini dengan suami. Karena saya rasa kok diumurnya yang masih belia ini peraturan di klub olahraganya terlalu berat dan terlalu serius. Tapi suami membantahnya, “lho justru ini dasar anak bisa mempunyai mental tahan banting dan gak cengeng saat `tersungkur` dan cikal bakal mempunyai jiwa sportif nantinya!” dan tetap saja saya nggak mudeng maksud omongan suami, karena rasa kasihan saya lebih besar daripada mengintip manfaat yang bisa diambil dari semua susah payahnya itu.