[caption id="attachment_345273" align="aligncenter" width="521" caption="Image :http://smp.labschool.upi.edu/2012/10/1-oktober-hari-kesaktian-pancasila/"][/caption]
Tadi malam saya lihat acara berita politik di TV Jepang yang kembali mengisahkan tentang seorang anggota parlemen yang nyeleneh dengan menyelewengkan uang negara hampir kurang lebih 16 juta yen (almost 2 milyar rph). Kasus ini bergulir sekitar bulan Juli kemarin ini, tapi believe it or not, masih di ungkit tak kunjung selesai bahkan semakin dijembreng tuh keboborkan si wakil rakyat yang ngenes memalukan ini. Memalukan? Pakek banget! Berita yang kalau dihitung bisa kali itu 100 kali di ulang di TV dari berbagai channel, saat ia menangis meraung-raung meyakinkan para wartawan dengan jawabannya yang sangat emosional dan keluar dari nalar, ketika ditanya oleh wartawan saat jumpa pers, yang secara langsung disiarkan live dan ditonton oleh seluruh masyarakat di Jepang.
Delalahnya apa sih sampai anggota parlemen ini digelandang rame-rame untuk memberikan penjelasan kepada khalayak ramai kalau dirinya itu bersih dan tidak melakukan korupsi? Ternyata pemerintah sudah mengendus dan mencium gelagat tidak baik dimana anggota parlemen ini memalsukan data, berbohong bahkan menggunakan uang negara bukan pada tempatnya! Dan masalah yang bisa dibilang super klise kalau saja kasus ini ditaruh di Indonesia.
Kaget juga secara tiba-tiba suami mematikan TV dan bergumam sendiri kalau berita yang baru saja dilihatnya itu bikin malu dan gila banget karena berani-beranian dia nyeleneh dan tak tahu diri karena sampai mengorupsi uang rakyat, gimana coba perasaan rakyat Hyogo yang milih dia karena kebetulan memang anggota parlemen ini tidak bernaung dalam suatu partai tapi usung nama sendiri. Lah justru malah lebih ke personal dong saat masyarakat Hyogo ketika menulis nama wakil rakyat ini saat senkyou (pemilu) dulu, sebelum akhirnya ini orang duduk di bangku singgasana jadi salah satu anggota parlemen. Tidak beradab! Kata suami mengakhiri ngedumel-nya, saya saat saya coba tanya, anggota dewan yang nyeleneh ini masuk dalam partai apa.
Kata “Tidak beradab!” terus terngiang dalam kepala saya. Hmm.. dulu kok kayak familiar sekali dengan kata-kata itu, dimana ya?? Ya, baru ingat! Adil dan beradab! Lebih panjangnya lagi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab! Salah satu asas hidup yang terpatri menjadi salah satu sila dari pancasila, pedoman hidup bangsa indonesia.
Berbicara tentang adil di Indonesia, sudah merata kah pembangunan di Indonesia? Sudah adil kah kehidupan pendidikan, kesehatan, perekonomian, politik berbangsa dan bernegara kita ini?? Kata adil yang berdempet erat dengan kata sama rata ini, kadang masih tampak terlihat samar-samar saat saya lihat, berita di media kalau masih banyak anak-anak yang semangat pergi sekolah tapi gedung sekolahnya tidak layak untuk di masuki, ya genteng bocor, kursi meja reyot, bahkan kekurangan guru pengajar! Begitu mirisnya saya ketika mengetahui banyak gedung sekolah yang keadaanya sangat memprihatinkan, dan saat saya membaca berita itu masuklah pesan pendek di hp saya ternyata dari suami yang mengabarkan berita sedih juga dengan beda versi kesedihannya, yaitu kalau gedung SD dan SMP nya dulu tempat iya belajar, akan dirobohkan dengan alasan karena kekurangan muridnya!!
Ya, sudah jadi rahasia dunia, dimana pemerintah jepang selalu mengkoar koarkan kalau negaranya ada pada tanda bahaya kalau sudah berkaitan tentang laju pertumbuhan penduduk yang semakin menyusut, kalau dianalogikan adalah dengan gambar segitiga terbalik. Intinya imbauan pemerintah jepang ini adalah, ayo dong pada menikah, punya banyak anak, karena negara bisa kuat dan kokoh kalau ditopang dengan jumlah penduduk yang banyak, sebagai salah satu unsur negara bisa dikatakan ajeg! Ternyata ya pikiran saya meleset, kalau kecanggihan teknologi dan kemapanan ekonomi bukan satu-satunya unsur kalau negara bisa dapat berlangsung lama kestabilannya.
Melihat masalah jepang yang sudah dibilang kritis ini, dimana generasi muda semakin malas menikah apalagi punya anak yang alasannya cukup dimasuk akal, punya anak repot, gak bebas dan perlu tanggung jawab penuh. Kenapa sih di Jepang terlalu berlebihan sekali untuk urusan menikah dan memiliki anak?? tak lain dan tak bukan karena memang budayanya disini dimana saat seorang wanita masuk kedalam pernikahan, maka ia harus melepas atribut sebagai seorang wanita karir untuk menjadi ibu rumah tangga yang mengabdikan hidupnya untuk mengurus suami dan anak-anaknya sampai besar. Tapi Jepang bisa fair kok, para ibu rumah tangga bisa dengan mudah loh mendapatkan pekerjaan sampingan tanpa pernah saya dengar adanya dikriminasi yang kerja part time itu harus yang single cakep cakep biar narik customer hahaha fiuhh
Bicara tentang keadilan di Jepang, saya merasa pemerintah sudah sangat bagus membagi `keadilan` dengan terus mensejahterakan masyarakatnya. Coba yuk kita lihat dalam bidang pendidikan saja, itu bisa dikatakan ZERO YEN ya bener-bener gak bayar, alias sekolah gratis 9 tahun, SD sampai SMP, kecuali uang lunch yang harus kita bayar biar anak-anak pada gak kelaparan dan konsen dong belajarnya. Makan siang rame-rame dengan lauk pauk yang sama rata dan adil dan kemudian disantap bareng-bareng di dalam kelas. Pendidikan di Jepang kalau saya dengar dari cerita suami yang suka menceritakan jaman waktu dia SD jaman baheulanya itu dicompare dengan situasi SD anak saya sekarang ini, kayaknya tidak mengalami banyak perubahan. Kok bisa gitu? Gak usah susah susah mikir, itu karena pemerintah Jepang selalu memikirkan secara dalam dan tidak main-main, merumuskan kurikulum bukan jangka pendeknya saja , tapi jauh kedepan dengan harapan kalau nantinya kebijakannya itu bisa everlasting dan accepatable di segala masa. Dan itu bisa saya rasakan dengan jelas.
Melihat banyak masalah yang ada di tanah air, khususnya bidang pendidikan yang harusnya mendapat perhatian dan sorotan tajam dari pemerintah kita, membuat saya membathin prihatin dan menjadi makin merasa bersalah karena tidak bisa berbuat apa-apa.
Melihat dua suasana (Indonesia dan Jepang), baik itu dari berbagai macam kejadian dan peristiwa yang ada , misalnya saja ketika banyak teman-teman yang kesal karena anak-anak mereka merasa bingung dan susah saat harus mengikuti kurikulum yang baru yang otomatis buku panduanpun katanya akan berubah, tata cara masuk dalam suatu sekolah, ada yang merasa ini tidak adil dan tidak puas sehingga keluhan dalam bidang pendidikan bukan sesuatu hal yang luar biasa lagi di tanah air.