Dulu waktu saya baru pindah ke Negeri Shincan ini, ada seorang kawan bertanya kepada saya, "Kok mau sih tinggal di negara yang penduduknya kayaknya gak beragama begitu? Gak khawatir? Makanannya gimana, ngobrolnya gimana, karena jadi kaum minoritas nanti kalau lebaran sepi gak sih? Serta beberapa kekhawatiran lainnya yang saat itu buat saya bingung ngejawabnya juga karena belum tahu akan menemui kondisi macam apa saat tinggal di Jepang.Â
Dan semua pertanyaan ini akhirnya saya bisa temukan jawabannya walau tidak perlu saya ucapkan lagi tapi biarlah saya saja yang merasakan tanpa perlu saya berkoar-koar bilang ke semua kalau saya nyaman tinggal di Jepang.Â
Negara Jepang adalah negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Shinto, lalu Buddha dan Kristen serta agama-agama dan kepercayaan-kepercayaan baru lainnya. Walau mereka dikatakan penganut suatu agama, lucunya masyarakat Jepang adalah orang-orang yang begitu cuek dengan agama, kepercayaan, atau aliran yang dianutnya. Ritual keagamaan yang dilakukan layaknya orang-orang yang beragama seperti di Indonesia, jarang sekali terlihat di sini. Kalaupun ada acara atau kegiatan yang berhubungan dengan agama, semuanya lebih kepada kebudayaan atau adat kebiasaan yang memang rutin mereka lakukan per tahun dan anehnya lagi, acara itu bukan khusus untuk agama tertentu saja, tapi siapa saja bisa berpartisipasi dan ikut dalam kegiatannya.Â
Sampai sekarang pun saya cukup sulit untuk membedakan kalau acara ini sebenernya dirayakan oleh umat Shinto atau Buddha. Jangankan menelaah asal budaya dari agama yang mana, wong membedakan kuil Shinto (jinja) dan kuil Buddha saja sampai detik ini gak pernah bisa hahahah! Ternyata, bukan saya saja loh, lah yang orang Jepangnya pun kadang saya lihat suka asal aja berdoa, misalnya saja menganut agama Buddha tapi berdoanya di Jinja (kuil shinto) hahaha. Melihat pemandangan ini, dulu sempet buat saya pegangan jempol dua biji, tapi kalau sekarang yowes lah terserah mereka, toh berdoa bisa di mana saja dengan media apa saja, yang penting dari hati langsung ditujukan ke Sang Mahakuasa.Â
Masyarakat Jepang, bukanlah orang-orang yang fanatik terhadap agama dan kepercayaannya yang dianut. Tidak pernah saya melihat orang bertengkar tentang agama dan saling merendahkan apalagi menjelek-jelekkan agama orang lain. Karena itu, Jepang begitu nyaman bagi kami warga muslim yang tinggal di Jepang, walaupun kami adalah seonggok kumpulan minoritas di tengah masyarakat Jepang yang mayoritas memeluk agama Shinto dan Budha.Â
Tabu Berbicara tentang Agama di Jepang!
Waktu pindah ke Jepang, ada satu kesulitan yang harus saya hadapi ketika berbaur dengan masyarakat lokal. Ada beberapa kejadian di mana saya merasa harus bersikap tegas tapi di satu sisi saya juga merasa iba, yaitu ketika saya mendapat KUPING BABI dan GYOZA BABI.Â
Cerita ini begitu membekas bukan saja buat saya sendiri tapi ternyata buat dua sahabat saya yang tinggal satu apartemen, namun gara-gara itu kami jadi saling menghormati dan bisa terbuka hingga saat ini pun masih terjalin persahabatan.Â
Mendapat Kiriman Kuping Babi dari Ibu Rieko.Â
Satu-satunya teman Jepang saya yang selalu bicara blak-blakan.Â
Dulu pernah saya memberi tumpangan mobil saat hujan turun deras pergi bersama sama ke acara sekolah. Kemudian sorenya, rumah saya dibell dan kaget sekali  ternyata dia membawa satu kantong penganan, sebagai Okaeshi, (okaeshi: manner orang Jepang memberi balasan hadiah), katanya ia sangat terbantu dan tertolong sekali tadi pagi diajak bareng naik mobil ke acara sekolah! Dengan semangat ia mengeluarkan makanan yang dibungkus plastik kedap udara dengan kemasan yang terlihat elegan dan cantik. Sambil menceritakan tentang asal makanan ini dari Okinawa yang katanya terkenal sekali dan sangat enak!Â