Mohon tunggu...
Weedy Koshino
Weedy Koshino Mohon Tunggu... Lainnya - Weedy Koshino

Konnichiwa! Ibu 2 anak yang hidup di Jepang. Ingin membagi pengalaman selama hidup di Jepang. Penulis Buku Unbelievable Japan 1,2,3 dan Amazing Japan. Yoroshiku Onegaishimasu.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Di Jepang, Kalau Sakit Cukup ke Klinik!

14 Oktober 2016   10:20 Diperbarui: 14 Oktober 2016   10:40 1681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Walau klinik kecil pelayanan tak kalah dengan rumah sakit, dokpri

Dulu waktu baru pindah ke Jepang, si sulung masih berumur 6 bulan. Anak masih umur segitu sangat rentan dengan yang namanya penyakit. Batuk pilek, panas demam, diare, masuk angin, pokoknya macem-macem bikin panik takut ada apa-apa kalau tidak dibawa segera ke Rumah sakit. 

Image saya dulu itu, Jepang gitu loh, teknologinya aja canggih bener. Tentunya, kalau bawa anak sakit ya ke Rumah sakit besar dong ya harusnya yang lengkap dengan alat-alat kedokteran yang mutakhir. Nah, minta antar suami lah ke Rumah Sakit Kota dekat rumah saat si sulung badannya panas. Buru-buru saya siapkan buntelan tas yang isinya macem-macem perlengkapan bayi.

Kira-kira 15 menitan, disuruh turun mobil saya sama suami, katanya suruh masuk duluan ke rumah cat putih di depan saya, karena suami mau parkir mobil yang letak parkirannya itu agak memutar dan jauh. Bengonglah saya sambil gendong si sulung. Ngelihat sebuah rumah berukuran kecil dengan cat berwarna putih bersih dengan papan bertuliskan Yoshimoto shounika, dokter anak Yoshimoto. Saya buka pintunya, langsung di sapa oleh para suster yang ada di reception. Ohayou Gozaimasu, Selamat pagi, kenapa ya anaknya? Setelah saya jelaskan kalau dari kemarin panas anak saya tinggi, seorang suster segera memberi saya termometer untuk diselipkan di ketiak anak saya. 

Setelah pengukuran suhu selesai, saya pun diberi form isi data untuk pembuatan kartu rumah sakit si anak, tak lupa mereka meminta kartu asuransi anak yang dikeluarkan dari perusahaan tempat suami bekerja serta kertas asuransi yang dikeluarkan oleh pemerintah kota dimana kami tinggal. Menunggu kira-kira 30 menit, si sulung pun segera diperiksa oleh dokternya. Ternyata dokternya ini namanya Yoshimoto, oh jadi sensei Yoshimoto inilah yang punya Rumah sakitnya. Ngomong-ngomongnya, ini mah bukan rumah sakit kalik! Kalau di Indonesia mah semacam klinik. Klinik Yoshimoto. 

Di Jepang, seorang dokter biasanya dipanggil dengan sensei,  Sensei Yoshimoto. Sensei Yoshimoto yang periksa anak saya ini sudah kakek-kakek, dengan perawakan kurus tinggi. Di meja kerjanya penuh dengan buku-buku tebal, dan alat-alat kecil kedokteran serta banyak kertas tulisan ceker ayam (tulisan dokter di Indonesia aja gak kebaca, apalagi tulisan ceker ayamnya kanji jepun, mendadak migren saya lihatnya). 

Saat memeriksa si kecil, itu badan anak saya sampe di bolak balik kaya goreng tempe, di periksa panca indra, di tepuk tepuk perut segala macem, details sekali, pemeriksaannya saja lumayan lama, apalagi setelah itu saya diinterogasi macem-macem, setelah ditanya umur dan berat badan anak, dokter langsung ambil buku yang tebelnya alaihim gambreng, dihalamannya banyak kertas warna warni mungkin sebagai penanda kali ya, tauk deh. Lalu dia komat kamit sendiri, dan langsung nulis sesuatu, menjelaskan ke saya kalau dia kasih obat yang harus diminum 3 kali sehari. Heran saya, kayanya tadi nulis di notes resepnya panjaaang banget lah kok ini kenapa obatnya cuma satu doang ya? 

Setelah selesai pemeriksaan, kami tunggu sebentar di ruangan yang mirip ruang tamu rumah. Tidak lama kemudian nama kami dipanggil dan harus membayar HANYA 200 yen rupiah. Lhaa kok murmer amat yak, ya murmer lah wong ini berkat dua kartu yang saya serahkan saat registrasi tadi. Bantuan kesehatan karena telah membayar asuranasi di kantor suami dan bantuan kesehatan dari pemerintah kota karena kita telah membayar pajak. 

Setelah menerima resep kami disuruh ke sebelah klinik ini, pas saya keluar pintu olalaaa..ngejogrog ada apotik ternyata disebelahnya. Langsung melipir ke apotik, nyerahin resep dan menunggu sebentar, lalu tak lama obat penurun panas dari dokter Yoshimoto yang ternyata obat racikan. Sambil menyerahkan obat, mereka juga memberi buku kecil yang ternyata itu adalah BUKU OBAT. Buku obat ini berisi riwayat obat-obat apa yang sudah dikasih oleh dokter dan yang  telah diminum, dan buku ini hendaknya kita bawa saat berobat. 

Habis saya terima semuanya, GR dong keluarin dompet mau bayar. Apotekernya bingung, gak usah bayar tadi sudah sekalian dengan biaya dokter yang 200 yen.." Haaaa..shocking! lah biaya dokternya aja 200 yen murmer banget, ternyata harga itupun sudah termasuk obat??!! gak syalahh nih. 

Sambil bengong bengong keluar apotik menuju parkiran, takjub setakjub takjubnya. Kalau melihat yang beginian langsung ingatan saya ke tanah air tercinta, semoga saja suatu saat kita bisa begini, jaminan kesehatan yang terjamin dan pelayanan kesehatan yang nyaman, aminn aminnn.

Dan kini anak-anak sudah besar pun, jaminan kesehatan untuk mereka ternyata masih di jamin oleh pemerintah hingga anak-anak masuk ke SMP, ketentuan banyaknya biaya bantuan dan batas bantuan diberikan biasanya tergantung kebijakan masing-masing kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun