Hari ini saya kedatangan tamu tamu kecil, 3 orang sahabatnya si sulung. Sebut saja nama anak-anak itu adalah, Ruka kun, Shun chan, dan Yuma kun. Mereka adalah teman satu kelas si sulung di sekolah. Orang tua mereka pun sangat saya kenal dengan baik, dua orang anak-anak ini rumahnya satu apartemen dengan saya dan satu lagi tidak jauh dari rumah saya.
Ketika mereka saya persilakan masuk rumah, serentak mereka mengatakan, “Ojyamashimasu” (maaf mengganggu/permisi) lalu membuka sepatunya dan merapikan sepatunya membentuk deretan rapi dengan posisi sudah menghadap depan. Langsung mereka menuju ruang tamu dan duduk di karpet menghadap balkon sambil bermain portable game DS-nya, saling bercanda dan membicarakan istilah-istilah game yang sama sekali saya gak mudeng hehe.
Ruka kun, sebelum gabung dengan teman-temannya, mendekati saya, “Gomenasai, kyou wa okashi wo mottemasen. ”Maaf, hari ini saya tidak membawa cemilan. Saya usap rambutnya dengan lembut, “Daijyoubu dayo!” (gak apa-apa kok!) dan ia pun segera mendekati teman-temannya.
Rumah di Jepang kebanyakan bagian dapurnya itu satu ruangan dengan ruang makan dan ruang tamu, maksudnya adalah agar kita dari dapur bisa melihat aktivitas anak yang sedang bermain di ruang tamu. Kenapa rumah Jepang diset demikian? Tentu saja, agar seorang ibu tidak merasa khawatir akan keadaan anaknya saat bermain, begitu pun dengan sang anak, ia tidak akan merasa kesepian walaupun ibunya tidak menemaninya bermain karena penampakan sang ibu yang selalu bisa terlihat jelas ketika sedang memasak di dapur.
Anak-anak saya memang tidak perlu dijaga lagi saat bermain dengan teman-temannya, apalagi mainnya hanya main game bersama-sama di rumah. Tapi tetap saja saya suka kepo banget ingin nguping pembicaraan mereka, pengen tahu apa sih yang dibicarakan dengan teman-temannya itu? Karena si sulung suka pelit cerita kalau saya tanya tentang keadaan sekolah dan teman-temannya. Selalu jawabnya“HIMITSU DESU!” (Rahasia!) Jadi saya pikir ini kesempatan bagus untuk bisa tahu tentang semuanya itu sekarang.
Sambil motongin kentang dan wortel di dapur, sesekali saya mendengar mereka membicarakan tentang film kartun terbaru, kaset game yang lagi populer dan tempat bermain untuk selanjutnya mereka akan berkumpul. Itu saja! Ahhh gak seruuu! Padahal saya mengharapkan ada satu nama cewek yang muncul yang jadi cem-ceman atau gebetan mereka kek, atau ngebahas tentang cewek yang paling cantik di kelas kek atau apa kek, Lhooo kok ini emaknya yang napsu ya hahaha....
Akhirnya karena omongan anak-anak cowok ini sama sekali gak membahas masalah percewekan. Nyerah deh saya. Sambil terus berkutat di dapur, sesekali saya ngintip ke arah mereka. Dan mereka masih saja asyik dengan perbincangan yang gak jauh dari game, game, dan game. Ahh nyerah lagi saya, mumet, banyak sekali istilah dan bahasa planet yang mereka pakai dan buat kepala makin puyeng.
Tiba-tiba teman anak saya yang yang berkacamata, Shun chan masuk ke dapur dan berkata, “Maaf, saya harus pulang karena pukul 16.15 saya harus ke dokter gigi dengan mama, Ojyama shimashita!” (maaf telah menggangu/permisi) kemudian saya jawab, “Haik wakarimashita, mata kondo asobini kite ne!” (OK! Kapan-kapan main lagi ya!), anak itu kemudian memakai sepatunya di genkan, tempat taruh sepatu/sendal dan keluar dari rumah kami.
Baru saja saya mulai untuk membuat miso soup untuk makan malam nanti, seorang anak berambut agak gondrong yang bernama Yuma kun, 15 menit kemudian juga pamit dengan mendatangi saya, sambil berkata, "Saya juga sudah janji sama Mama jam 16.30 harus pulang, Ojyamashimashita!” dan saya pun mengantarkannya sampai genkan, dan anak itu melambaikan tangannya ke arah anak saya sambil mengatakan, “Mata ashita ne!” (sampai besok ya!)
Kembali saya melanjutkan pekerjaan di dapur, melihat miso soup yang sudah mendidih, buru-buru saya matikan dan mulai melanjutkan dengan membuat salad sayur lalu mencuci perkakas dapur yang numpuk kayak Gunung Fuji tadi habis dipakai untuk masak.
Dari arah ruang tamu, teman anak saya yang agak chubby bernama Ruka kun, tiba-tiba berkata agak keras, “Hiro kun no mama, go ji ni nattara, oshiete kudasai ne!” (Mama Hiro, tolong kasih tahu ya kalau jamnya sudah menunjukkan pukul 5, saya harus pulang!), saya jawab sambil terus mencuci piring kotor ,“Haaiii... ato de oshieru yooo! (OK, nanti saya kasih tahu yaa!)
Dan tepat jarum jam menunjukkan pukul 5, saya panggil nama anak itu sambil berkata, “Ruka kun, mou jikan dayoo! (sudah waktunya pulang lohh!).
Terdengar jawaban dari Ruka kun, “Haik, arigatou gozaimashita, ojyama shimashita!” beringsut dari duduknya, lalu segera memasukkan portable game ke dalam tasnya, dengan diantar anak saya sampai genkan, mereka pun ber-sayonara-an.
Anak saya langsung menuju kamar mandi, dan saya mulai menyiapkan piring-piring untuk makan malam kami. Sambil menaruh masakan di meja makan, pikiran saya berputar memikirkan tentang kelakuan anak-anak yang tadi main di rumah kami. Kagum saya.
Ya, begitu disiplinnya mereka tentang waktu tanpa perlu orang tua mereka berkoar-koar memanggil anak-anaknya untuk segera pulang baik itu melalui telepon atau ngebel rumah saya, tapi dengan kesadaran penuh mereka mematuhi janji mereka dengan mamanya, jam berapa mereka harus segera pulang ke rumah.
Melihat kejadian hari ini, saya jadi banyak belajar tentang pola pendidikan anak-anak Jepang yang saya yakin mereka sudah terbiasa sejak kecil untuk berdisiplin, dan menyimpulkan kalau:
- Pentingnya mengucap permisi saat berkunjung/bertamu, seperti: ojyama shimasu (maaf menggangu/permisi). Menandakan bagaimana sopannya mereka terhadap tuan rumah dengan tidak berlaku slonong boy saat masuk ke dalam rumah orang.
- Kesadaran untuk membawa buah tangan saat bertamu, seperti: membawa permen, biskuit atau keripik (cemilan). Kebiasaan ini dimaksudkan agar tidak merepotkan tuan rumah untuk menyiapkan snack yang nantinya akan dimakan oleh anak-anak ini. Biasanya setiap anak akan membawa satu macam cemilan, lalu setelah capek bermain mereka akan istirahat dan membuka semua bungkusan snack itu di meja makan untuk dimakan bersama sama. Jadi ingett dulu anak2 pernah lenggang kangkung main ke rumah temannya, pulang ke rumah cerita kalo semua teman yang datang bawa cemilan untuk di makan bersama walahh jadi ndak enak nihh numpang ikut makan bersamaa hihiii
- Membereskan sepatu/sandal tidak asal lepas saja, seperti menaruhnya dengan menjajarkan semua sepatu dengan posisi sudah siap pakai agar nanti saat mau pulang tinggal memasukkan kaki saja tanpa perlu susah susah membalikkan sepatu.
- Bisa membawa diri saat bertamu, tidak berisik dan mengganggu si tuan rumah, seperti: mengecilkan suara game-nya dan selalu mengingatkan teman-temannya kalau ada yang bertengkar dengan menempelkan jari telunjuknya tanda mereka harus tenang/diam.
- Menghargai si tuan rumah saat harus pulang dengan tak lupa mengucapkan arigatou gozaimashita (terima kasih) atau Ojyama shimashita (maaf sudah mengganggu) atau Gochisosama deshita (terima kasih untuk hidangannya), apabila mereka telah menyantap cemilan yang disediakan oleh tuan rumah.
Salut saya dengan tata krama mereka saat bertamu. Dan ingin saya terapkan juga kepada anak-anak saya di rumah dengan menerapkan kesantunan saat bertamu ke rumah orang, menjaga perilaku agar tidak mengganggu dan merepotkan si empunya rumah.
Di samping itu ada dua hal yang tak kalah pentingnya, makin membuat saya berdecak kagum melihat kelakuan mereka saat bertamu ke rumah saya, yaitu:
Menepati janji
Bener-bener mereka menepati janji yang sudah diucapkan dengan orang tua mereka di rumah, dan saya yakin itu sudah merupakan kesepakatan bersama, entah kalau dilanggar akan ada sanksi atau hukuman yang akan diterima atau tidak, tapi setidaknya itu bisa menjadikan anak-anak kecil ini belajar bertanggung jawab untuk memegang kepercayaan yang telah diberikan oleh orang tuanya.
Tepat waktu
Melihat kelakuan anak-anak kecil ini hari ini, tentu saja saya makin paham sekarang kenapa orang Jepang selalu on time? Ya, karena mereka sudah dibiasakan sejak kecil. Terlambat walau hanya hitungan menit saja, itu sudah menjadi masalah besar. Karena itu mereka berusaha untuk selalu merencanakan dan menghitung waktu dengan cermat dan tepat. Menghitung waktu mulai saat keluar dari rumah, mengecek skejul kereta dan bis, semuanya itu menandakan bagaimana mereka begitu serius dan tidak pernah menyepelekan ketepatan waktu.
Melihat ini semua membuat saya banyak belajar kalau mendidik anak tentang disiplin waktu, menjaga perilaku dan bersikap sopan itu hendaknya dilakukan sejak dini. Dan itu semua dimulai bukan hanya dari ucapan atau suruhan yang keluar dari bibir kita saja, tapi orang tua di rumah dan guru di sekolah pun harus mempunyai rasa tanggung jawab untuk memberikan contoh bagaimana berperilaku yang baik dan sopan serta bertanggung jawab terhadap waktu yang sudah dibuatnya itu.
Salam hangat, wk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H