Habis anak perempuan selesai tugasnya, kembali ibu guru menyapu pandangan ke seluruh ruangan, anak-anak kembali riuh mengangkat tangannya ingin ditunjuk oleh gurunya untuk maju ke dalam kelas, ndelalahnya si sulung kebagian ditunjuk untuk maju ke depan kelas. Yang ada kok saya yang deg-deg an ya wkwkwkw sambil tangan megang HP siap-siap buka kalkulator hahahaha....
Si sulung menjelaskan hasil pemikirannya dengan suara lantang yang berupa (lagi-lagi) dalam rangkain cerita lalu terakhirnya ada penjabaran ringkas yang saya juga gak mudeng justru malah berpikir napa ribet banget jalan pemikirannya, meliuk-liuk dulu ke sana-sini baru ke hasilnya, pas lihat hasil akhirnya sih memang tertulis 77, dan cara yang dipakai si sulung itu beda banget sama cara yang dipakai anak perempuan yang maju pertama. Oalah manahh panadool paramex.. pusing saya.
Lanjut ke anak ketiga sampai anak ke lima yang maju ke depan kelas, semuanya mempunyai pemikiran yang berbeda, dan anehnya walau beda cara pemecahan soalnya tapi hasilnya sama!
Terakhirnya, baru lah dibahas oleh gurunya tentang semua cara yang dipakai oleh anak-anak didiknya itu. Cara mereka semua itu dibenarkan oleh gurunya, sepanjang cara itu memang yang paling singkat dan mudah bagi mereka. Yang penting adalah proses, setiap anak mempunyai kemampuan otak yang berbeda. Mudah bagi anak yang ini belum tentu mudah bagi anak yang itu, sulit bagi anak yang itu belum tentu sulit bagi anak yang ini, begitupun cara yang dipakai oleh ibu gurunya, basic-nya ibu guru tentu saja mengajarkan cara yang sesuai dengan kurikulumnya, tapi teknis di lapangannya semua dikembalikan kepada cara masing-masing anak-anak didiknya sepanjang cara itu memang rasional dan bisa untuk mendapatkan hasil yang sama. Cukup menarik melihat sistem belajar-mengajar di dalam kelas ini karena saya lihat:
- Kebebasan berpikir anak-anak ini tidak di kekang
Anak-anak belajar untuk berbicara mengeluarkan pemikirannya di depan orang banyak
Anak-anak belajar bertanggung jawab akan hasil pemikirannya dengan menjawab pertanyaan dari teman-temannya
Anak-anak lebih memusatkan dan mencari jalan yang dianggapnya mudah dalam memecahkan suatu masalah
Guru tidak kaku hanya melihat pedoman buku saja tapi bersifat fleksibel untuk menerima hasil pemikiran anak-anak muridnya
Melihat ini semua saya jadi inget beberapa minggu belakangan ini pantesan si sulung suka tanya ke saya kalau ada PR matematika saat SD dulu pake cara yang mana untuk mencari jawaban soal-soal yang dia kerjakan waktu itu, walahh udah lupaa nak, wes jadoel dan kayanya gak serumit kaya pemikirannya dia secara dulu pastilah pengen cepet selesai aja itu kalau ngerjain matematika wkwkwkwk dan semua temen-temen saya waktu itu juga kayanya pakai cara yang sama dengan yang diajarkan guru kok gak ada yang suruh mikir cara lain, halah boro-boro hahahaha
Dan session kedua saya menghadiri kelas si bungsu.