Mohon tunggu...
Weedy Koshino
Weedy Koshino Mohon Tunggu... Lainnya - Weedy Koshino

Konnichiwa! Ibu 2 anak yang hidup di Jepang. Ingin membagi pengalaman selama hidup di Jepang. Penulis Buku Unbelievable Japan 1,2,3 dan Amazing Japan. Yoroshiku Onegaishimasu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Uji Nyali di Aokigahara, Hutan Paling Angker di Jepang

11 April 2015   08:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:16 10367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Menuju jalan hutan itu masih bisa terlihat langit birunya. Mobil kami pun semakin jauh mendekati wilayah Aokigahara, suasana sudah mulai agak redup karena lebatnya hutan dengan pohon-pohon yang besar dan daun yang begitu banyak, membuat cahaya matahari susah untuk menyinari jalan yang kami lalui. Jalan semakin menyempit. Sudah jarang mobil yang lalu lalang. Kiri-kanan kami hanya kelebatan pemandangan hutan yang mencekam. Hening.

Tibalah saya pada tempat wisata yang dulu pernah saya kunjungi, di papan tercantum kalau jam 5 sore tempat rekreasi ini sudah tutup. Pantesan saja sudah sepi. Di dalam mobil anak-anak tumben jadi akur dan semua saling diam hanya menatapi pemandangan di depan. Ya, karena kami sudah begitu ketakutan untuk tengok kiri-kanan. Berkali-kali saya minta suami untuk puter balik lalu cari jalan yang rame, gak papalah ini jadi jauh pulangnya yang penting ati gak deg-degan gini. Tapi si sulung lagi-lagi penasaran, ya bentar dikit lagi ma, sambil dia juga kayanya mulai ngeri-ngeri dan itu terlihat saat suami tiba-tiba ngajak ngobrol dan dia terlonjak kaget.

Di tengah jalan, ada tempat istirahat. Tempat itu berupa jalan masuk ke suatu tempat. Suami menepikan mobil dan mulai menyentuh layar GPS mobil. Anehnya, itu GPS gak bisa dijalankan, sampe berkali-kali ditekan karena suami ingin mengandalkan si GPS aja karena hari sudah mulai gelap. Namun sayangnya entah itu tiba-tiba rusak apa gimana, kok sama sekali tidak bergerak, saya lap layarnya takutnya itu karena banyak debu dan terlalu sering dipenjet-pencet banyak sidik jari, namun GPS itu tetap tidak berjalan. Saya dan suami langsung refleks mengambil HP masing-masing, dan Thanks GOD ada sinyal sedikit terlihat. Buru-buru saya buka appli GPS saya, aneh gak bisa dan tak terkonek. Langsung firasat buruk menyergap dalam kepala, saya hanya lihat-lihatan dengan suami sambil berkata, waduh jangan jangaaannn...dan sebelnya suami hanya komentar, daijyoubu yo (it`s ok) tapi anehnya dia langsung puter balik dan bilang sama anak sulung saya kalau kapan-kapan lagi aja ke Aokigahara karena hari sudah mulai gelap.

Asli baru pertama lihat suami give up begitu cepat dengan rencananya semula. Apalagi ini bukan karena alasan yang bisa dilihat mata, cuaca alam atau ada kecelakaan yang bisa membuat kita tidak bisa melanjutkan perjalanan. Entah ada feeling apa suami saat itu, yang saya tahu dia putus balik arah saat dia tidak bisa menggunakan HP-nya untuk menelepon. Dan saya sudah gak berani tanya apa-apa, semua hanya diam dan berdoa dalam hati hanya suara si bungsu yang terdengar berbicara, “Kamisama watashi no kazoku mamotte kudasai, onegaishimasu, onegaishimasu!” Ya, Tuhan tolong jaga keluarga kami, tolong ya Tuhan, please. Makin deg-degan saya, dan baru bernafas lega saat kami melihat ada convinient store saat suda keluar dari dalam hutan, buru-buru saya minta suami melipir sana karena dari tadi asli kebelet pipis saking tegangnya. Alhamdulillah berkat doa anak-anak, kami sekeluarga tidak terkena musibah apa pun saat dalam hutan.

Ya, hilangnya sinyal GPS dan tidak bisa dipakainya kompas itu dikarenakan karena memang hutan Aokigahara ini adalah hutan yang tanahnya mengandung banyak zat kimia hasil dari luberan lava ketika dulu Gunung Fuji meletus. Karena itu pemerintah tidak menganjurkan untuk hiking sendirian di dalam hutan Aokigahara. Kompas tidak bisa digunakan di sana, walhasil banyak orang yang kesasar tidak menemukan jalan pulang. Karena itu disarankan untuk menandai jalan berupa pemberian tanda saat kita menuju ke dalam hutan agar nantinya bisa mempermudah dan jadi petunjuk saat mau pulang.

Buat temen-temen yang pengen refreshing atau wisata ke Jepang, saran saya gak usahlah pergi ke Hutan Angker ini, karena memang beresiko tinggi sekali. Tapi anehnya, saya dengar semakin dilarang, semakin angker, semakin banyak kejadian, itu banyak turis asing yang melancong ke sana. Ya kalau bisa selamat keluar dari hutan, lah kalau malah nyasar dan ga bisa balik, malah naas itu nasibnya. Serem, lebih baik menghindari sebelum ada kejadian yang mengerikan terjadi bukan?

Salam Hangat, wk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun