Mohon tunggu...
Weedy Koshino
Weedy Koshino Mohon Tunggu... Lainnya - Weedy Koshino

Konnichiwa! Ibu 2 anak yang hidup di Jepang. Ingin membagi pengalaman selama hidup di Jepang. Penulis Buku Unbelievable Japan 1,2,3 dan Amazing Japan. Yoroshiku Onegaishimasu.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hal yang Saya Benci Dari Jepang!

15 April 2014   21:35 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:38 2385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13975473011712969290

Saya jadi ingat ketika pertama bergabung di K, dan saya menulis tentang masalah Ijime/Bully di Jepang yang sudah mewabah tapi tidak kunjung ada solusinya. Syukur alhmadulillah, tulisan itu mendapat apresiasi dari K untuk di cetak di kolom Freez di Koran Kompas. Karena saya baru bergabung di K, bisa terbayang bagaimana senangnya perasaan saat itu, saya meminta adik saya di Jakarta untuk memfotonya dan men-tag ke saya foto artikel itu. Lalu apa yang terjadi?? Heboh! Ya, heboh karena saya mendapat banyak e-mail dan massage dari teman-teman kantor saya dahulu bahkan massage ke suami saya juga! (saya dan suami memang dulunya pernah satu kantor), dan bisa dipastikan bukan ucapan selamat yang tertulis dalam e-mail-nya tapi hampir semuanya bernada kecemasan dan kekhawatiran akan keadaan saya dan anak-anak saya di sini.

Belum lagi ketika keluarga suami saya (mertua) mengirimkan sms dengan pesan singkat “Weedy daijyoubu?? Kodomotachi daijyoubu??” (weedy, kamu tidak apa-apa? anak-anak tidak apa-apa?) Alamaak!! Yang ada saya pun sempat ketar ketir, karena heran kenapa mertua saya tiba-tiba merasa khawatir begitu. Dan ternyata usut punya usut, sahabat suami saya yang bekerja di salah satu Koran Jepang yang terbit di Jakarta, membaca artikel tentang IJIME itu, teman suami saya sebut saja bernama Suzuki san itu merasa khawatir kalau keluarga sahabatnya di Jepang terkena IJIME (dalam hal ini saya dan anak-anak). Lalu Suzuki san mengirimkan e-mail kepada mertua saya, kalau artikel yang saya tulis cukup membuat `geger` dan apabila memang saya terkena bully, maka bisa dikatakan itu suatu kasus yang cukup serius, dan Koran Jepang yang terbit di Jakarta itu kemungkinan akan memberitakannya!! Oh My God! Bukan saja suami saya yang shock karena adanya e-mail dari teman-teman kantor cabang Jakarta, tapi tentu saja saya lebih mau pingsan!! Apalgi keluarga saya di Jakarta pun yang menjadi panik karena tulisan saya seakan akan kalau kami disini `ditindas` dan teraniaya.

Daripada FB, sebenarnya saya lebih aktif untuk mengirim pesan dengan teman-teman di Indonesia dan sesama teman-teman Jepang saya di sini melalui LINE, maka saya iseng untuk mengupload potongan Koran dengan judul -Ijime/Bully di Jepang- itu di profil LINE saya. Dengan sedikit note berbahasa inggris, saya mencantumkan kata-kata kalau saya begitu senang ada tulisan saya yang tercetak di Koran Kompas itu, dan lagi-lagi…..pesan-pesan dari teman Jepang saya pun berdatangan masuk dan menanyakan tentang keadaan saya dan anak-anak saya??

Nah, dari sini sudah bisa terlihat bagaimana dasyatnya kata IJIME kalau kita koar-koarkan secara terang-terangan dan lugas! Momok yang menakutkan, hal yang harus terus ditutupi, hal yang tidak ada solusinyapun itu bukan hal yang aneh lagi, hal yang akan menjadi boomerang bagi kita apabila kita menolong orang yang terkena ijime, gila ya?? Orang yang menolong pun kerap akan terkena ijime, next victim! Karena dibilang sebagai sok hero, sok penolong, nah orang-orang yang `baik` ini pun bisa loh jadi `orang yang berbeda` dimata mereka (para pembully).

Huh, bahasan yang tidak pernah habis! Endless! Kemana pemerintah? Padahal sudah begini bagusnya sistem pengajaran yang diterapkan. Beberapa kali saya tulis bagaimana kagumnya saya pada sistem pendidikan di Jepang, tapi kalau kembali mengingat tentang IJIME ini, seakan semua kekaguman saya  terbang melayang tak berbekas.

Beberapa hari lalu anak sulung saya bercerita kalau ada temen sekelasnya yang `nakal` suka memukul badannya. Dan saya? Geram dan marah! Tapi berusaha untuk terlihat cool didepan si sulung. Kenapa? agar anak saya mau lebih lanjut bercerita dan berterus terang segala sesuatu yang terjadi di sekolah yang tidak bisa saya pantau. Dan agar anak saya juga tidak merasa kalau hal itu bisa membebankan pikiran saya sebagai orang tua, singkat kata anak tidak ingin membuat orangtuanya sedih!

Lalu saya tanya, “terus kamu ngapain kalo temenmu pukul kamu?” Ya, saya balas ma, kata sisulung. Setelah saya mendengar nama sianak yang `nakal ` itu baru saya mengerti mungkin, karena sisulung ikut karate dan anak yang `nakal` itu ikut Judo, kemungkinan anak `iseng` itu ingin cara sparring partner, pikir saya. Tapi ternyata tidak? Banyak anak-anak yag terkena kejahilan sianak `iseng` ini. Akhirnya saya bilang ke sisulung, kalau bandel lagi, adukan ke wali kelas atau kalau kejadiannya di rumah, kamu harus lapor langsung ke ibunya di rumah, pingpong (bel) saja rumahnya, mengerti? Kata saya, sisulung pun mengangguk setuju.

Dan suatu ketika, sisulung pulang sekolahnya sangat telat, biasanya sampai rumah jam 3.30 eh ini sampai jam 4 sore belum masuk rumah. Lumayan panik juga karena khawatir ada apa-apa dijalan, (anak SD di Jepang pulang tidak dikawal orang tua). Ternyata tidak lama ada massage dari teman saya, seorang ibu yang anaknya satu kelas dengan si sulung, dengan berbagai emoticon tangan minta ampun, dan emoticon berlutut, ibu itu meminta maaf kepada saya dan anak saya karena selama ini anaknya itu suka `nakal` dan ganggu teman-teman lainnya. “Untung diberitahu kalau tidak mungkin saya akan malu kalau samapai masalah ini sampai ke sekolah”, kata ibu itu. Dan sepertinya keterlambatan sisulung pulang ke rumah itu, sepertinya habis di interogasi oleh si ibu, kalau anaknya ibu itu suka nakalin siapa saja, pantesan lama banget nih anak pulangnya (pikir saya) ternyata…

Alhamdulillah, si sulung sudah tidak terkena keisengan temannya itu. Kadang sebagai ibu yang gak rela anak sendiri dinakali orang, suka tumbuh dua tanduk dikepala saya dan sekilas berkata, “kalau dinakali lagi yarigaesu ya!” (pukul balik/lakukan yang sama) tapi sisulung suka males apalagi kalau sampai dilihatin oleh teman-temannya seakan sedang tarung/duel, Judo VS Karate, deuh kebayang deh itu. Syukurnya, didikan suami yang cukup keras kalau ada masalah apapun, si pelaku harus tanggung jawab, dalam arti orang tua ada timingnya kapan untuk turun tangan. Nah kalau sudah tidak bisa tertangani barulah orang tua ikut campur, saya rasa cukup membuat si sulung diharuskan berani untuk bertindak. Beraninya si sulung menceritakan keadaan `mencekam` itu kepada orang tua anak yang suka iseng, membuahkan keadaan yang kondusif lagi bagi anak-anak yang lain untuk tidak `umpet-umpetan` pergi sekolah/ pulang sekolah demi menghindari ketemu si anak iseng tadi. Oalah ada-ada saja.

Kasus anak saya dan teman-temannya mungkin kasus yang ringan dan segera terdeteksi, saya tidak bisa membayangkan kalau ini menjadi berlarut-larut dan menimbulkan gangguan psikis anak-anak yang tertindas itu, tentu efek yang sangat terlihat adalah sang anak sudah tidak mau pergi ke sekolah lagi, kenapa? ya, tentu saja takut dijahati/ditindas/diejek dan lain sebagainya.

Semoga saja, banyak kasus-kasus IJIME, BULLY dan penindasan-penindasan entahlah itu sebutan lainnya apa, untuk bisa terus dikorek, dibuka, dikewer-kewer dan diusut tuntas sampai sang korban bisa merasa aman dan terlindungi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun