[caption id="attachment_348820" align="aligncenter" width="270" caption="Bouzai Zukin, Penutup Kepala Saat Gempa Anak-anak SD di Jepang"][/caption]
Kemarin saat mengantar si sulung ke dokter gigi, tiba-tiba saya nyusruk dan `kreekk` pergelangan kaki kiri saya keplitek dan langsung tersungkur dijalan. Rasanya? Mangteb sekali hihi 5 menit ga bisa jalan sama sekali, dan setelah istirahat ngglesor di pinggir jalan akhirnya dengan berpegangan pada pundak si sulung bisa juga sampai ke klinik gigi setelah itu lanjut ke klinik tulang, fiuh alhamdulillah ada klinik tulang bersebelahan dengan klinik gigi, jadi bisa langsung sekalian check up. Sip, sekali dayung 2-3 pulau terlampaui dehh hehe
Di klinik tulang itu, saya langsung mendapat pertolongan pertama, setelah diperiksa lalu kaki saya dikompres dengan pendingin es! Semriwing, mati rasa rasanya pergelangan kaki saya. Saat menunggu dikompres yang memakan waktu beberapa menit itu, saya ngobrol dengan dokternya yang menanyakan asal negara saya. Lalu saya jawab, Indonesia! Dan respon yang unik sekali adalah pak dokter bukan menanyakan tentang Bali loh hehehe ia justru lebih tertarik dengan bahasan kalau Indonesia itu termasuk salah satu negara yang rawan gempa seperti Jepang. Dan hebatnya bukan soal gempa saja pak dokter ini membahasnya, tapi masalah bencana alam lainnya, seperti Gunung sinabung di sumatera yang baru baru ini meletus.
Sambil melilitkan perban ke kaki saya, pak dokter tiba-tiba bertanya, “Indonesia sama dengan Jepang ya, berarti masyarakat Indonesia pun pasti sudah terbiasa dan siap kalau mendadak terjadi gempa bumi ya?”
Mendapat pertanyaan ini, saya hanya terkesiap dan berkata dalam hati, “lah justru saya tahu tentang reaksi dan tindakan apa yang harus dilakukan saat terjadi gempa itu, ya disini setelah saya pindah ke negaramu, pak dokter.”hehehe
Bicara tentang gempa, ingatan saya jadi melayang saat gempa hebat di Jepang pada tanggal 11 maret 2011. Pertama kali seumur hidup merasakan gempa dasyat yang kemudian disusul dengan tsunami yang mengakibatkan korban jiwa tak terhitung jumlahnya. Walau daerah saya tidak terkena tsunami, tapi goyangan gempa berskala 8,9 SR itu sedikit memporak porandakan isi rumah saya dilantai 12. Laci-laci lemari terdorong keluar, pajangan foto berjatuhan dari dindingnya, dan air toilet pun tumpah ruah membanjiri lantai. Jeritan panik dan tangis penghuni apartemen membuat saya pun segera sadar, apalagi telpon dari suami di kantor yang hanya terdengar `Hayaku dete!` (cepat keluar!) dan langsung terputus, membuat saya segera menuruni tangga darurat yang sudah sesak dengan orang-orang yang sedang menuruni tangga.
Setiap ingat itu, selalu mata saya berkaca kaca dan segara mengambil sehelai tissue karena belum pernah saya begitu pasrah kalau keluarga saya akan tercerai berai nantinya, suami yang sedang bekerja di kantor dan anak saya yang sedang berada disekolah.
Melihat dan merasakan sendiri gempa hebat yang melanda jepang saat itu, baru ada rasa saya harus siap siaga terhadap gempa bumi yang tanpa kita tahu bisa datang setiap saat. Dulu memang saya selalu menyepelekan teman-teman Jepang saya yang mempunyai stock air minum dalam bentuk botol yang ditaruh di dalam gudangnya. Saya pernah intip juga kalau mereka pun mempunyai tas ransel yang cukup besar berisi surat-surat penting, mineral water, biskuit kaleng khusus gempa/keadaan darurat. Ah, dasar orang Jepang terlalu lebay banget sih, pikir saya, toh itu semua bisa disiapkan kalau memang terlihat tanda mau ada gempa yang datang, bisa melihat dari TV atau alarm di HP. Tapi ternyata saya SALAH BESAR!
Ya, salah besar!! Kenapa? Karena saat kejadian melanda, kita semua akan panik sehingga pikiran akan kacau balau apalagi urusan menyiapkan dokumen penting dan makanan yang akan dibawa keluar. Biasanya, tindakan pertama yang akan kita lakukan adalah menyelamatkan diri keluar dari rumah secepat mungkin. Dan baru deh nanti setelah sudah tenang, kita akan menyesal kenapa tidak membawa barang-barang penting untuk kita bawa saat kabur dari rumah. Ya, saya pernah mengalami kejadian ini, bahkan saya sampai tidak ingat harus memakai sepatu saat keluar rumah!!
Belajar dari tetangga disini, saya mulai menyetok minuman dan bahan makanan khusus untuk keadaan darurat, lalu saya simpan di gudang. Kenapa? Ini penting sekali, selain buat dibawa keluar saat menyelamatkan diri, ini juga buat makanan kita selama keadaan pasca gempa yang jangan diharapkan kita bisa dengan mudah mendapatkan bahan makanan, saya teringat dulu kami pernah kesulitan air minum dan beras saat gempa susulan setelah gempa dasyat tahun 2011 itu, apalagi ditambah meledaknya PLTN di Fukushima yang menyebabkan radiasi nuklir sehingga membuat Jepang siaga dan orang-orang takut dan menjadi picky dalam membeli makanan yang dianggap sudah terkontaminasi radiasi, belum lagi semakin terhimpitnya kebebasan kami menghirup udara segar karena himbauan untuk selalu menggunakan masker terutama anak-anak untuk mengurangi hirupan radiasi yang telah menyebar kemana-mana. Masa-masa sulit di Jepang yang tak akan pernah saya lupakan seumur hidup!
Melihat pengalaman ini, bisa dikatakan sedikit saya mengalami trauma, namun dampak dari trauma yang saya alami itu justru membuat saya lebih tenang menghadapi bencana gempa bumi yang setiap saat bisa menggetarkan bumi ini. Tentu saja selain menyiapkan peralatan, dokumen dan bahan makanan yang dimasukkan kedalam tas besar dan ditaruh ditempat yang mudah dijangkau, saya menjadi sangat lega saat anak-anak pun menjadi lebih siaga dari saya, karena sudah dibekali ilmu dari sekolahnya.