Mohon tunggu...
Weedy Koshino
Weedy Koshino Mohon Tunggu... Lainnya - Weedy Koshino

Konnichiwa! Ibu 2 anak yang hidup di Jepang. Ingin membagi pengalaman selama hidup di Jepang. Penulis Buku Unbelievable Japan 1,2,3 dan Amazing Japan. Yoroshiku Onegaishimasu.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Artikel Utama

Melatih Kesabaran Anak Membentuk Pribadi yang Tidak Konsumtif

6 November 2014   16:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:29 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14152660531685502629

Sabar dan tenaga terkuras? Ya, saat anak-anak mulai memilih barang yang harus dibelinya, itu matanya pun kadang jelalatan ke tempat lain. Mau beli pensil tapi yang dicomot penghapus pensilnya, beli kaos tapi yang dimasukin ke ranjang kok ya sepatunya, hadeh pusing deh kalau begini. Terus gimana? Ya itu jadinya interogasi deh tanya satu-satu, dan akhirnya ya nyuruh sabar. Ok beli penghapus pensil tapi entar kalau penghapus yang lama sudah habis/tidak bisa dipake, sekarang DAME! (tidak boleh). Lalu lanjut lagi, OK beli sepatu tapi nunggu entar yang lama sudah sobek atau tidak layak pake lagi, kalau sekarang DAME! Dan itu kalau lagi belanja sama anak-anak, kata DAME-nya bisa sampe seratus kali mungkin keluar dari mulut saya sambil sesekali ibunya narik napas panjang dan ngelus-ngelus dada, sing sabarr sing sabarr orang sabar pantatnya lebaar hahaha....

3. Membuat aturan tentang batas nilai belanja anak

Nah poin ini cukup unik dan lucu, saya terapkan dulu saat anak-anak saya suka ribut dan tanpa tedeng aling-aling masukin semua snack kesukaannya saat belanja ke supermarket. Bisa kebayang deh itu pastinya banyakan barangnya mereka daripada belanjaan sayur ibunya. Walhasil kadang-kadang saya suka dibuat malu karena suka kurang uang saat di kasir dan sambil meminta maaf untuk mbak kasirnya mengurangi belanjaan anak-anak saya yang saya pikir gak penting banget itu.

Melihat kejadian itu, akhirnya saya menetapkan dan membuat aturan, kalau anak-anak boleh membeli snack kesukaan mereka hanya 1 buah saja dengan nilai sekitar 100 yen. Waduh itu yang namanya diprotes dan didemo sampai pakai diaduin segala ke bapaknya, dan tersematlah sticker di jidat ibunya, kalau saya itu ibu yang super duper pelit wkwkwk tapi lagi-lagi tutup kuping. Mungkin menurut anak-anak saya daripada gak dibeliin sama sekali ya wes apa boleh buatlah, akhirnya nurut aja deh haha.

Lucunya selama saya terapkan aturan itu, urusan belanja saya jadi cepet kelar dan gak digerecokin anak-anak lagi. Kenapa? Karena mereka berdua sibuk ngecekin satu-satu harga snack yang akan dipilihnya itu, apalagi kalau ada dua buah snack yang ingin dibelinya, itu galaunya bisa sampe minta pendapat mamanya loh hahaha ngeness.

Kadang saya suka cerita cerita-cerita yang ngenes ini sama suami saat anak-anak sudah tidur. Gimana gak teganya saya melihat anak-anak yang harus bersabar dengan keinginannya itu, padahal kalau melihat nilainya barangnya, itu sangat murah sekali dan bisa saja saya belikan saat itu juga. Tapi as usual suami kadang suka -wake up- in saya untuk tidak ngeleyot atau kendor lagi agar tetep teguh dan konsisten pada aturan yang kami buat, toh ini semua bukan soal uang semata, tapi mencoba melatih kesabaran mereka, membiasakan untuk sabar hingga bisa terbentuk pribadi yang tidak boros dan konsumtif saat mereka dewasa kelak. Memang butuh proses, dan still long way to goo tapi kalau tidak sekarang kapan lagi dimulai.

Jujur saja kadang suka galau sendiri saya menerapkannya dan mempraktekkan pola didik anak untuk menjadi sabar ini, sedih juga mendengar anak yang ingin memiliki sesuatu sampai terbawa mimpi, gak tega saat mendengar curhat mereka kepada teman, papa bahkan kakek-neneknya untuk memiliki sesuatu tapi harus menunggu saat ultah atau akhir tahun. Tapi syukurnya mertua pun mendukung pola didik ini dengan tidak sembarang memberi barang yang diminta oleh anak, kenapa? Karena itu bisa menjadikan anak menjadi seorang yang manja, serta kurang usaha. Saking mudahnya didapat jadi menganggap barang yang diperolehnya itu tidak begitu bernilai dan berharga bahkan mungkin juga akan segera jadi barang yang sia-sia apabila orang tua dengan mudah meluluskan permintaannya.

Ya, satu lagi pelajaran berharga yang sangat positif dan bisa saya petik hikmahnya untuk kemudian diterapkan pada keluarga disini. Memang butuh perjuangan keras saat kita harus mendisiplinkan anak bahkan mungkin juga awalnya adanya penolakan yang berakhir pada anak akan membenci kita, tapi saya pribadi pun jadi tertantang ikut bersabar toh hasil dari strict-nya kita menerapkan sistem ini, tak lain dan tak bukan karena meyakini ada nilai manfaat yang besar untuk membentuk pribadi mereka agar nantinya mereka menjadi manusia-manusia yang tidak berprilaku konsumtif dan tidak bersifat boros. Dan syukurnya ini semua juga didukung dan hal yang dianggap biasa disini sehingga saya tidak merasa sendiri karena banyak orangtua yang menerapkannya dan anak-anak pun sudah menjadi terbiasa akan pola didik ini, sehingga tidak menjadi sesuatu yang berat lagi.

Salam Hangat selalu, wk

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun