Mendidik anak memang bukan urusan yang mudah seperti kita membalikkan tangan. Kenapa? Karena anak bukan bahan eksperimen. Pola didik yang salah dan keluar dari norma bukan tidak mungkin bisa berpengaruh pada pribadi dan perilaku anak nantinya. Memang, manusia tidak ada yang sempurna. Begitu pun kita sebagai orang tua baik itu sadar ataupun tak sadar pernah melakukan kesalahan dan kelalaian saat membimbing dan mengayomi buah hati kita. Itu sangat manusiawi sekali, karena itu kita pun harus membuka mata, telinga dan hati untuk mau melihat lingkungan dan keadaan sekitarnya. Karena di saat kita bingung dan mengalami dilema, ya alangkah baiknya kita pun mencontoh dan meniru gaya didik orang lain yang tentunya kita anggap baik dan patut untuk diterapkan dengan melihat kondisi keadaan anak kita terlebih dahulu.
Saya rasa di negara manapun dasar dan maksud para orang tua mendidik anak itu tidaklah beda. Agar anak disiplin, agar anak mandiri, agar anak tidak manja, agar anak tidak boros, dan lain sebagainya. Hal positif yang pastinya semua orang tua ingin ajarkan kepada buah hatinya di rumah. Begitu pun dengan saya dan anak-anak di rumah.
Hidup di bukan negara sendiri menuntut saya untuk bisa beradaptasi secara cepat dan kilat dalam segala hal, ya itu budaya, pola hidup, bahkan cara dan gaya mendidik anak-anak. Ya, seharusnya saya banyak membaca buku tentang ini semua sebelum saya menikah, tapi siapa sih yang tahu akan kehidupan kita kelak nantinya seperti apa, kecuali sang Maha Pencinta pastinya. Jadinya mau tak mau semua itu saya lakukan secara otodidak, learning by doing, sambil bersakit-sakit dahulu baru sedikit bernafas lega kemudian.
Ada beberapa cara mendidik anak di Jepang yang cukup unik dan menarik untuk saya bahas di sini. Dan cara ini menurut saya sangat baik dan sudah lama saya pun ikut serta menerapkannya. Cara itu adalah gaya didik para orang tua terhadap anak-anak kecil agar berlatih sabar untuk menciptakan pribadi yang tidak konsumtif atau boros.
Ini kejadian yang masih hangat dan fresh yang terjadi beberapa hari yang lalu, saat anak sulung saya mendapatkan pemukul bola untuk latihan baseball, lalu ada temannya yang menegurnya dan langsung menebak kalau anak saya itu sedang berulang tahun. Hmm aneh ya apa hubungannya dapet hadiah sama nebak-nebak ulang tahun?
1. Memberi hadiah saat hari-hari khusus
Mungkin sama dengan di tempat lain pun, hari ulang tahun adalah momen khusus kita memberikan hadiah spesial buat buah hati kita. Begitu pun di Jepang, bahkan selain hari ultah, di sini pun ada budaya kalau Hari Natal semua anak akan menulis wish-nya dan mereka mengirimkannya kepada Santa Claus. Lalu pada Hari Natal paginya, anak-anak Jepang akan gembira mendapatkan hadiah yang berisi barang kesukaannya itu yang notabene hadiah dari orang tua mereka sebenernya wkwk.
Ya intinya menunggu momen khusus mendapatkan barang/mainan impiannya. Kadang saya suka kasihan kalau melihat diary anak bungsu saya yang menuliskan ingin punya sticker gambar princess dan poin-poin barang impiannya lainnya yang dia urutkan seperti terlihat ada skala prioritasnya. Ngenes. Padahal kalo dipikir itu sticker paling harganya cuma 200 yen-an, kok yao pelit banget saya sampai harus selalu bilang dia harus sabar, karena saya akan membelikannya kalau si bungsu nanti lulus tes renang. Sabar, sabar, dan sabar. Awalnya anak-anak saya nangis ngejerit-jerit dan meraung-raung kalau sudah ada yang diingini tapi saya dan suami bilang `tidak` kepada mereka. Tapi lambat laun akhirnya mereka terbiasa dan justru malah menjadikan ulang tahun, Natal, lebaran, tes sekolah dapet nilai bagus, lulus tes renang atau juara karate, menjadi suatu momen spesial yang dinantikan di mana mereka bisa mendapatkan barang kesukaannya.
Dan, balik lagi kepada kisah pemukul baseball dan ultah, sudah terlihat jelas, kenapa teman anak saya menduga seperti itu, ya karena situasi itu sudah menjadi hal yang lazim di sini. Mungkin juga anak saya curhat dengan teman-temannya tentang keinginannya akan pemukul bola baseball itu, dan tanpa perlu saya dan suami berkoar-koar nasihati untuk bersabar, sepertinya ia sudah tahu diri dan mau berdamai dengan hatinya karena yakin toh suatu saat ia pasti bisa segera memegang pemukul bola itu nantinya.
2. Fokus saat membeli keperluan anak
Belanja keperluan anak-anak, baik itu keperluan sekolah ataupun kebutuhan sehari-hari, menuntut kesabaran dan tenaga yang segunung. Kenapa? Barang yang harus dibeli biasanya banyak melenceng jauhhh dari catatan yang sudah kita tulis. Dan keadaan ini pun sampai sekarang saya alami dan bikin kepala dan energi saya terkuras habis.