Mohon tunggu...
Aldi RamadhanPutra
Aldi RamadhanPutra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Muda berjuang, tua mengenang

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Masa Depan?

3 September 2024   20:14 Diperbarui: 3 September 2024   20:23 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Membangun masa depan tak lain merupakan suatu ungkapan yang menyiratkan harapan dan tekad untuk mewujudkan keadaan yang sebaik-baiknya, lebih baik dari sekarang dan masa lalu. Terlepas dari itu semua, tetap harus kita sadari bahwa masa lalu, masa sekarang dan masa depan adalah kontinum ruang dan waktu yang tidak mengenal keterputusan. Mustahil ada masa depan tanpa adanya masa sekarang, dan mustahil ada masa sekarang tanpa ada masa lalu. 

Separah apapun kondisi masa lalu, namun ia tetap berpengaruh terhadap masa sekarang. Tetapi masa lalu telah menjadi rangkaian benang panjang, dimana menjadi suatu bentuk yang tidak dapat diubah meskipun bentuk yang dirangkai amat kusut. Jika mampu menyadarinya maka banyak sekali hikmah yang dapat dipetik. Kumpulan khazanah hikmah itu dapat dijadikan suatu sumber rujukan penarikan pelajaran, baik yang positif maupun negatif. Dari yang positif kita dapat memperoleh hasil akumulasi pengalaman untuk membangun masa depan yang lebih baik. Dan dari yang negatif kita dapat menghindarkan diri dari kemungkinan terperosok kedalam jurang kehancuran.

Masa depan adalah bagaikan buku yang masih terbuka, dimana merupakan sebuah garis terputus-putus yang menunggu dan menuntut tanggung jawab para pelaku sejarah dan seluruh elemen untuk mengisi dan membangunnya. Kesulitan membangun masa depan itu muncul karena masa sekarang selalu merupakan kelanjutan langsung masa lalu sekaligus wujud nyata tindakan kita, bagaimana mewujudkan keadaan sebaiknya berdasarkan persepsi tentang masa lalu yang positif dan negatif, yang benar dan yang salah, dan pemahaman tentang apa yang terbaik untuk masa sekarang itu sendiri. 

Persoalan timbul karena persepsi tentang masa lalu dan pemahaman tentang apa yang terbaik untuk masa sekarang itu tidak selamanya tepat, karena semuanya itu tidak selamanya lepas dari dikte kepentingan pribadi dan golongan. Maka dari itu, membangun masa depan tidak bisa lain daripada tekad bulat untuk menarik pelajaran dari masa lalu dengan penuh ketulusan dan keikhlasan, mengatasi kepentingan golongan dan diri sendiri, memusatkan perhatian kepada usaha untuk mencapai tujuan mewujudkan kebaikan untuk semua.

Kehendak untuk menciptakan masa depan yang baik, tentu ingin dicapai oleh berbagai pihak. Tapi jika hanya berdasarkan rasa ingin dan ocehan belaka, masa depan yang diharapkan tentu tidak akan pernah digapai. Tindakan yang seharusnya dilakukan tidak pernah sejalan dengan tujuan masa depan yang ingin dicapai. Tanggung jawab yang seharusnya diemban, tidak pernah dijalankan dengan baik, hingga berpotensi mengarahkan masa depan menuju jurang kehancuran. Sangat naf rasanya jika berbicara banyak teori dan rencana, jika tak melakukan tindakan yang seharusnya. Masukan bahkan peringatan yang diberikan juga tak mampu ditangkap oleh akal dengan baik, hingga berujung pada asumsi liar dan sikap yang tidak profesional.

Membangun masa depan tentu harus berlandaskan prinsip-prinsip dasar yang kuat. Pembicaraan tentang hal-hal prinsip dasar itu diperlukan sebagai peringatan bahwa kita harus menangkap dan melaksanakan nilai-nilai sosial yang benar sebagai masalah-masalah prinsipil, bukan masalah prosedural semata. Pelaksanaan suatu nilai secara prinsipil tidak dengan terlalu merisaukan kerugian jangka pendek, karena keyakinan yang teguh kepada adanya kebaikan besar dan umum. Sedangkan jika suatu nilai kebenaran sosial dipandang sebagai masalah prosedural, pelaksanaannya dapat terjadi secara oportunistik, dilaksanakan jika menguntungkan dan ditinggalkan jika merugikan.


Melihat kebelakang, sesuai dengan sifatnya, krisis serba dimensi yang kita derita sekarang ini tidak dapat kita selesaikan dengan pendekatan satu segi atau satu dimensi tertentu saja, melainkan harus menyeluruh dan serentak. Ibarat gunung es di laut dingin sekitar kutub yang hanya bisa hancur meleleh oleh panasnya laut khatulistiwa, maka krisis yang telah tumbuh menggunung itu akan dapat mencair dan hilang oleh panasnya tekad yang membara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun