Sejak bergabung di kompasiana, tertanggal 25 Desember 2013 dengan beberapa artikel yang sudah di posting walau masih beberapa gelintir, setelah itu vakum untuk tidak menulis kembali di sini.
Rasanya sulit juga menulis dengan kondisi emosional yang tidak stabil, tetapi biar bagaimana pun rasa yang tidak stabil itu harus di atasi dengan cara rilex (anything what you do, do with love), maka dari itu saya memilih menjadi silent reader seperti awal-awalnya saya tahu bahwa kompasiana mampu menginspirasi juga memberikan pencerahan yang sangat baik untuk kehidupan.
Ya, menulis dengan roh menginspirasi ada pada orang-orang yang berpengalaman tinggi, merasakan pahit getir kehidupan, serta keunikan-keunikan yang terjadi dalam hidupnya.
Saya pikir penting untuk memunculkan ide di setiap tulisan-tulisan yang di buat, kerangka pikiran, arah atau goal dari tulisan tersebut menjadi sarat akan MAKNA. Saya pribadi tidak menginginkan tulisan terlalu text book, kaku atau tanpa mengikuti kaidah tulisan, yang terpenting tulisan tersebut mengalir seiring menikmati tulisan di hati dengan rasa senang dan gembira.
Lebih baik lagi untuk menghargai tulisan sendiri dengan penilaian tertinggi, serahkan kepada pembaca mau dapat apa dari tulisan kita, atau nilai apa yang akan di beri dari si pembaca.
Enaknya menjadi silent reader ialah
Terhindar dari konflik/kemelut sesama kompasianer
Tidak sedikit jika saya perhatikan ada berbagai isu yang di bahas di kompasiana ini, mulai dari soal politik jelang pilpres kemarin, isu tersebut memicu konflik saduran tulisan yang membela salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Makin memanas pun berakhir dengan damai dan kata maaf yang di lontarkan. Dan hingga saat ini, isu politik masih tetap hangat untuk di bahas.
Mengenal ciri khas dari setiap gaya tulisan kompasianer
Ini tidak gampang untuk mengenali tulisan menarik dan menujam hati, ketika kita membaca tiap-tiap artikel ada yang terasa sreg dan gak sreg di hati.
Silent reader terasa tidak punya beban
Namanya hanya sekedar membaca, kadang-kadang jengkel juga membaca artikel yang saling “serang” sesama kompasianer, kalau ada yang keliru atau salah harusnya di koreksi dengan cara baik-baik, yang saya lihat kenyataannya di komentar saling menyudutkan, padahal sama-sama punya pandangan subjektif. Kebenaran kan hanya milik allah swt. Jadi silent reader bisa dan mungkin mampu mengenali kelompok-kelompok ataupun kubu yang ‘’bertikai” di K.
Banyak menerima masukan, dan sekaligus pencerahan lewat tulisan
Di sini banyak tulisan kompasianer yang “menyadarkan” penulis, menggugah alam bawah sadar yang sudah terlalu lama tidur, meluaskan pikiran dan memperdalam sikap dalam kehidupan, sehingga slogan kompasiana bakal “abadi” (sharing and connecting).
Menjadi “dewasa” karena tulisan atau menulis
Untuk hal ini kayaknya mitos, entahlah hal apapun yang akan di tulis maupun yang sudah tertulis rasanya wujud dari suatu refleksi dalam diri, adalah sebuah hasil perjalanan panjang, pemikiran yang dalam, perlu di tuangkan atau tidak, tapi jika sudah nyemplung di Kompasiana rasanya tidak afdol jika tidak di ungkapkan.
Untuk yang masih “malu-malu” menuangkan ide tulisannya di sini, harus segera di kurangi rasa malu-malu itu, di sini kumpulan orang dewasa dalam menulis, tidak ada ejekan dan cibiran karena tulisan kita dianggap jelek (hehe).
Ada banyak kanal yang bisa kita pilih untuk memposting tulisan kita, hasrat kita di mana untuk menulis, apakah itu olahraga, muda, dan lain-lain. Find your passion, as soon as.
Be Happy Be Silent Reader...
Salam damai,
Bandar Lampung, 03 Oktober 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H