Mohon tunggu...
Eka Nasrudin
Eka Nasrudin Mohon Tunggu... karyawan swasta -

To Learn.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Generasi Muda, yang Tak Bisa Menjadi Re-Generasi

11 Oktober 2014   15:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:28 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semakin canggih suatu jaman, hari ini semakin meninggalkan tradisi yang bersifat tradisional, menyoroti style anak muda saat ini beserta dinamikanya membawa mindset kurang baik di dalamnya, pengaruh besarnya terletak pada media, dan pemicunya banyak sekali antara lain gadget, televisi, dan penggunaan internet tanpa batas ruang dan waktu.

Tidak ada yang salah dengan gadget ataupun media lainnya, akan tetapi jika tidak ada daya kontrol yang baik maka pengaruhnya akan berubah menjadi tidak baik. Siapakah yang mampu memberi daya kontrol juga konseptor bagi si anak, jelas! Yang pertama dan utama adalah orang tua atau lingkungan keluarganya.

Saya tidak meneliti untuk mengambil sampel dari beberapa anak muda atau ABG yang terpengaruh dengan media ataupun beserta perangkatnya, saya ambil contoh kebiasaan yang di lakukan oleh salah satu saudara saya yang sekarang “numpang” tinggal di rumah bibinya (baca : ibu saya), di mulai dari jam tidur malam, memang dasarnya sifat anak yang terlalu “bebas” tanpa aturan, anak ini tidur di atas jam 11 malam, sangat tidak layak melihat kondisi yang seperti ini, apalagi jika ada anak yang hobinya nonton bola. Dan akhirnya tindakan tegaslah yang harus di lakukan.

Mengekang dan membatasi terlalu ketat memang kurang baik, tapi saya pikir dengan membatasi secara wajar adalah hal sangat perlu di terapkan, sebagai contoh si anak di beri ruang menonton televisi dengan durasi paling lama 2 jam, dan patut di dampingi, ini di khususkan untuk anak usai sekolah, bahkan SMA sekalipun. Saya lebarkan maksud dari aturan ini, acara televisi sekarang membawa angin segar dan gaya-gayaan bagi kaum remaja, sudah tahu kan? Acara apa saja itu, mulai dari acara “konyol” menjelang magrib sampai dengan jam 9 malam, semua di peruntukkan untuk ABG. Masih lumayan memberi pencerahan si anak, lha ini malah sebaliknya, memberi suplemen bagi si anak yang menonton menjadi dewasa sebelum waktunya, belum dengan adegan-adegan “pacaran” dengan lawan jenis. Semuanya menggunakan seragam sekolah.

Si anak itu perlu di susupi asupan spiritual dalam batinnya, kenapa ibadah itu menjadi sangat penting?, mencari hiburan juga penting. Tapi jangan meniru hiburan yang tak begitu penting di televisi, karena buat saya itu sesat. Jika pengaruh tidak baik ini di alami di keluarga menengah ke bawah, alangkah sungguh menyesakkan, si anak berceloteh meniru jargon ataupun bahasa slang di acara yang sering di tontonnya, saking permisifnya para orang tua cuma bilang (namanya anak jaman sekarang, susah), tambah susah kalau tidak di cegah.

Intinya jangan lembek dengan anak, saya sebagai anak (maaf narsis) yang lahir di era 80-an alias 1986, merasa “beruntung” di beri pelajaran keras dari orang tua saya, penerapannya di keseharian memang ringan dan sederhana, seperti misalnya : harus tidur siang, harus mengaji, main tidak boleh lama-lama, tapi kalau untuk belajar saya kurang rajin, untuk poin ini orang tua saya kurang mampu mengarahkan, maklum orang tua saya tidak tamat SD. Dari penerapan yang keras pun “mengekang” itulah setelah dewasa nanti akan timbul sikap aware, oh saya ini orang susah, tidak boleh macam-macam, menjaga nama baik diri dan orang tua, dan hal-hal positif lainnya yang saya rasakan.

Anak itu “assets amanah”, membawa berkah jika di arahkan dengan baik, tapi jika anak cuma membawa fitnah, alangkah malunya keluarga ini, pintar tidak, baik juga tidak, kelakuan minus. Dan inilah, kalau dalam keluarga saja sudah gagal melahirkan penerus yang baik/terbaik, bagaimana mau menjadi generasi bangsa yang maju (dalam skala luas).

Pada akhirnya, melahirkan generasi “unggul” di mulai dari pendidikan keluarga, tidak peduli dengan status kaya maupun miskin, karena Re-generasi sangat di butuhkan demi kelangsungan sebuah perbaikan, perbaikan akhlak dan moril manusia. Akan tetapi tetap saja tidak ada yang sempurna di dunia ini, karena baik dan buruk atau jahat akan selalu berdampingan.

Salam damai,

Bandar Lampung, 11 Oktober 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun