[caption id="attachment_229107" align="alignnone" width="300" caption="The Godfather"][/caption] Teman teman sebangsa dan setanah air, Negri ini sudah berada jauh sekali dari haluan yang diamanatkan oleh UUD'45 dan Pancasila. Salah satu penyebabnya adalah hukum, sebagai fondasi negara, sudah dirusak dan diperjualbelikan oleh para elit negri ini. Secara hukum, Indonesia sudah "hancur" dan bukan lagi negara hukum, melainkan sebuah Kleptokrasi. Definisi Kleptokrasi: "a form of political and government corruption where the government exists to increase the personal wealth and political power of its officials and the ruling class at the expense of the wider population, often without pretense of honest service" - Wikipedia Jadi jangan lagi percaya kalau ada politisi berkata "negara ini adalah negara hukum", atau "kita serahkan saja kepada hukum", atau "kita tidak akan intervensi proses hukum", dlsbg. Karakter hukum di sebuah negara hukum sejati adalah sbb: 1. Hukum dipakai sebagai landasan dan fondasi negara dalam menjalankan roda pemerintahan dan kehidupan berbangsa dan bertanah air 2. Hukum itu buta, tidak melihat pangkat, status, dan jabatan 3. Hukum itu adil, baik terhadap rakyat miskin, menengah, maupun elit atau konglomerat 4. Hukum itu setara, siapa saja 'equal' dan 'sama' di mata hukum 5. Hukum itu tajam seperti pedang bermata dua, tajam ke atas dan tajam ke bawah dan digunakan untuk menegakkan dan memberikan keadilan kepada setiap warga negara Indonesia, dari jaman ORBA sampai sekarang, bukan lagi sebuah negara hukum yang benar. Banyak contoh kasus hukum/korupsi yang menunjukkan bahwa hukum di negri ini sudah "hancur lebur". Beberapa contoh dari "kehancuran" hukum di Indonesia: kasus BLBI, Suharto Inc, Pertamina/Petral Gate, 'Petrus', Gayus Gate, Lapindo/Bakrie Gate, Century Gate, kasus Munir, Susno Duadji, Nazaruddin, Neneng, Nunun, Andi Nurpati, Rekening gendut Polri, kasus Antasari, Kasus Wisma Atlit, PON, Hambalang Gate, Cicak vs Buaya jilid 1 dan 2, dlsbg. Banyak dari kasus kasus diatas yang tidak pernah tuntas. Sekarang pertanyaannya: mengapa banyak kasus hukum di Indonesia tidak tuntas alias makin hari makin kabur, tidak jelas ujung pangkalnya, dan akhirnya "dilupakan" dan "lenyap" dimakan waktu? Padahal trilliunan uang rakyat sudah hilang, nyawa orang tak bersalah hilang, orang tak bersalah direkayasa dan dijebloskan ke penjara. Sebaliknya orang bersalah diberi keringanan atau dibebaskan. Jawabannya: karena para elit dan penguasa negri ini terlibat dan karena KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), mereka saling menyandera dan melindungi. Kita semua sudah mendengar baik dari koran, radio, maupun TV, tentang keberadaan para "Mafia" di Indonesia. Ada Mafia Hukum. Ada Mafia Anggaran alias Banggarong DPR. Ada Mafia Politik. Ada Mafia Pengadilan. Ada Mafia Proyek. Ada Mafia Pajak, dlsbg. Dengan kata lain, Indonesia sudah dikuasai oleh para Kleptokrats dan Mafiosos berdasi, berpangkat, dan berbintang. Ada yang berkantor di Direktorat Pajak, ada yang berkantor di Mabes Polri, ada yang di DPR, ada yang di BPK, ada yang di Parpol, dan celakanya yang paling besar berkantor di Istana Negara. Kalau kita jujur dan bertanya mengapa para mafia itu menguasai negri ini. Ada dua alasan: 1. Keserakahan: Mereka sebenarnya adalah pencuri dan penipu sejati yang serakah, cinta uang dan kekuasaan. Mereka berkedok pejabat dan menghalalkan segala cara untuk memperkaya diri. Mereka "berpura pura" kerja sebagai pejabat sambil berlindung di balik jabatannya masing masing 2. KKN: Mereka tahu sama tahu, bagi-bagi "setoran" alias dana haram ke kiri kanan atas bawah, dan oleh sebab itu mereka "dilindungi" oleh atasan2 mereka karena mereka juga dapat "setoran" alias terlibat. Dan atasan2 mereka itu juga diperlakukan demikian oleh atasan2 yang lebih tinggi lagi dari mereka, dan seterusnya. Saling terlibat, tahu sama tahu, dan sandera menyandera inilah yang membuat banyak kasus hukum di Indonesia tidak pernah tuntas dan akhirnya "hilang" dari peredaran. Satu contoh: Nazaruddin dan Angelina Sondakh (Angie). Sebelum menjadi tersangka, mereka berdua adalah "sumber" uang. Mereka "dilindungi", "dibiarkan", dan "dibela" habis2an oleh partai dan atasannya. Tetapi setelah menjadi tersangka, mereka "dikorbankan". Bagaimana dengan semua orang yang pernah disebut2 oleh Nazaruddin (Anas? Ibas? oknum2 DPR?)? Mereka sekarang "diam seribu bahasa" dan ramai ramai mengorbankan Nazaruddin dan Angie. Kasus Andi Nurpati juga seperti itu. Demikian juga dengan kasus Gayus, Susno, kasus Antasari, Century Gate, dlsbg. Trendnya sama: kalau terbongkar, segelintir orang dikorbankan untuk 'keselamatan' bersama. Betapa keji dan liciknya hati para mafia itu! Pada hakekatnya, ibarat anatomi tubuh, kalau kepala "lurus", semua yg dibawahnya bisa "diluruskan". Demikian juga sebaliknya, kalau kepala tidak "lurus", bawahannya bisa dipastikan "tidak lurus" juga. Akhirnya, kita sampai kepada satu kesimpulan yang sangat menyedihkan. Dengan memakai "deductive reasoning" seperti diatas dan melihat fakta fakta di lapangan, kita bisa sampai kepada kesimpulan berikut ini: 1. Bahwasanya "sang Kepala" adalah sumber atau bagian dari masalah 2. Dan pusat KKN itu adalah tempat yang paling atas dan mulia: Istana Negara Artinya: 'the Godfather of the Indonesian mafias' adalah "sang Kepala", orang nomor 1 di Indonesia, RI1: bapak Presiden Republik Indonesia, pak SBY.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H