Sejak awal, mengikuti pemberitaan terkait perkembangan milisi Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS, dan hingar bingarnya siapa ISIS (Islamic State of Iraq and Syria atau Islamic State of Iraq and al-Sham) pimpinan Abu Bakr al-Baghdadi ini, cukup menarik untuk disimak. Belum lama ini, pernyataan Donald Trump yang menuduh Hillary Clinton dan Barack Obama adalah pencipta ISIS (Islamic State of Iraq and Syria atau Islamic State of Iraq and al-Sham).
Namun, kerenyahannya tidaklah mengejutkan. Sebab, telah diawali dengan nyanyian Edward Snowden, yang mengungkapkan bahwa satuan intelijen Inggris, Amerika Serikat dan Mossad bekerja sama untuk menciptakan Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS, meski kemudian informasi Snowden dianggap hoax, hingga keyakinan Iran bahwa ISIS (Islamic State of Iraq and Syria atau Islamic State of Iraq and al-Sham) bentukan Amerika Serikat. Kisah itu muncul, diawali dari sebuah artikel bertajuk Strategy “Hornet’s Nest”: Snowden confirms that Al Baghdadi was trained by Mossad. Namun, informasi tersebut penting dipertimbangkan. Teori konspirasi bukanlah hal baru di kawasan Timur Tengah. Setidaknya, ada beberapa catatan yang dapat didiskusikan, jika informasi yang menyatakan bahwa Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS itu ciptaan satuan intelijen Inggris, Amerika Serikat dan Mossad, adalah benar sebagaimana Amerika Serikat, negara-negara Arab mendukung mujahidin Afghanistan saat melawan Uni Sovyet (kini, Rusia), maka peristiwa ini sangat menguntungkan Israel, Amerika Serikat, dan Inggris. Sebab, akan sangat gampang mengeliminir ISIS (Islamic State of Iraq and Syria atau Islamic State of Iraq and al-Sham) di masa yang akan datang. Di sisi lain, operasi false flag lebih paripurna dibandingkan operasi clandestine yang mendukung mujahidin Afghanistan saat melawan Uni Sovyet (kini, Rusia). Utilitas keberadaan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria atau Islamic State of Iraq and al-Sham) adalah untuk counter pengaruh kuat Iran di kawasan Timur Tengah, wabil khusus kontrol Iran terhadap komunitas Syiah di Irak dan Suriah. Amerika Serikat tidak dapat berbuat banyak di Suriah, karena supremasi Rusia, China, dan Iran. Maka, ISIS (Islamic State of Iraq and Syria atau Islamic State of Iraq and al-Sham) menjadi proxy dalam pengaruh wilayah-wilayah yang membuat dominasi kekuasaan Assad menjadi menciut.
Lantas, jika informasi yang menyatakan bahwa Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS itu ciptaan satuan intelijen Inggris, Amerika Serikat dan Mossad, adalah hoax tetap menguntungkan Israel, Amerika Serikat, dan Inggris, sebab mereka tidak menyepakati konsep kekhalifahan Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS. Namun, menjadi ganjil terkait darimana milisi Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS membangun basis kapabilitas militernya? Mengapa, Barat terutama Amerika Serikat belum melakukan upaya yang nyata fokus untuk mencegah ISIS (Islamic State of Iraq and Syria atau Islamic State of Iraq and al-Sham) menjadi kuat dan besar? Patut dipertimbangkan, milisi Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS di Irak disinyalir lebih kuat dibandingkan milisi Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS di Suriah. Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS lahir di Irak dan sebagian besar anggotanya adalah mantan anggota militer Irak di era pemerintahan Saddam Hussein. Sebab itu, milisi Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS di Irak memiliki kemampuan intelijen dan pengalaman tempur. Kelahirannya dilandasi sentimen pertentangan sektarian antara Sunni dan Syiah paska jatuhnya Saddam Hussein. Hal ini bisa diamati perjalanan kisah tempur milisi Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS dan pasukan Irak selama kurun waktu satu tahun di Fallujah, Tikrit, dan Kirkuk. Kembali, kepada informasi tersebut adalah hoax, maka kasus ini akan mempererat jaringan counterterrorism internasional yang condong sepaham dengan langkah-langkah yang ditempuh Amerika Serikat.
Sesungguhya, bukan terletak pada siapa ISIS (Islamic State of Iraq and Syria atau Islamic State of Iraq and al-Sham) pimpinan Abu Bakr al-Baghdadi, melainkan bagaimana daya kritis untuk mendobrak kejanggalan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria atau Islamic State of Iraq and al-Sham) yang mengklaim sebagai khalifah Daulah Islamiyah Abu Bakr al-Baghdadi. Tengok juga, bagaimana Al-Qaeda, Ayman Mohammed Rabie al-Zawahiri sangat hati-hati menyikapi ISIS (Islamic State of Iraq and Syria atau Islamic State of Iraq and al-Sham). Kemudian, bagaimana Iran seperti dimuat dalam artikel berjudul Iran ‘sends 2,000 troops’ to help Maliki in Iraq
Kebisingan permasalahan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria atau Islamic State of Iraq and al-Sham) yang lumayan rumit karena pemahaman ideologi memerangi orang karena menolak hukum syariah versi ISIS (Islamic State of Iraq and Syria atau Islamic State of Iraq and al-Sham) dan menjadi benturan tersendiri dengan kelompok-kelompok yang menjadi bagian dari Al Qaeda. ISIS (Islamic State of Iraq and Syria atau Islamic State of Iraq and al-Sham) mengklaim sebagai sebuah negara, siapa yang mendukung, memasuki wilayah, dan berjuang bersama ISIS (Islamic State of Iraq and Syria atau Islamic State of Iraq and al-Sham) menjadi bagian dari ISIS (Islamic State of Iraq and Syria atau Islamic State of Iraq and al-Sham), Hal ini, berbeda dengan Al Qaeda yang belum pernah memproklamirkan sebagai sebuah negara, hanya gerakan jihad global.
Namun, kembali kepada keyakinan sebab betapa besar tipu daya mereka yang berupaya menyusup potensi umat Islam dunia, dan khususnya Indonesia sekaligus meretasnya dalam konflik sesama umat Islam, kemudian menjauhkannya dari nilai kedamaian serta persatuan umat Islam.
artikel terkait: Menebak Kecaman Ancaman Abu Bakr al-Baghdadi
sumber peta disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H