[caption caption="Menlu Indonesia, Retno Marsudi, saat bertemu Menlu Saudi, Adel al-Jubeir. | (Kemlu Indonesia)"][/caption]Politik luar negeri negara manapun merupakan pengurusan kepentingannya di luar teritorial negara. Sebab itu, politik luar negeri mencerminkan desain kepentingan pada masing-masing negara yang melakukan penyelarasan, bertolak dari pandangan hidup dan pandangan startegis (strategic views)-nya atau dalam rangka merealisasikan berbagai manfaat secara keseluruhan ataupun salah satu kelompok, serta mendesain kepentingan tersebut untuk mencapai target-target yang achiavable dengan membuat hubungan kausalitas antara apa yang ada dan apa yang hendak direalisir.Â
Batasan muatan politik luar negeri, caranya dengan mempelajari kepentingan dan menyusunnya dalam skala utama ke dalam kepentingan vital dan sekunder, serta menjelaskan tata cara mengembannya di luar batas teritorial percaturan internasional melalui pengkajian terhadappengaruh bagi kepentingan negara lain.
Proses pelaksanaan, dengan mengkoordinasikan berbagai sarana pelaksanaan, serta penyelarasan antara kemampuan negara dengan target yang hendak direalisir. Negara akan menyusun kepentingannya berdasarkan pertimbangan subyektif, baik ideologis maupun strategis, sebab kepentingan tersebut mencerminkan kebutuhan, tetapi kenyataannya tidak subyektif murni berdasarkan koneksitas dengan kepentingan negara lain yang ada di dalamnya, khususnya penyusunan kepentingan menjadi vital dan sekunder.
Sebab, kepentingan vital negara akan menyeretnya untuk terlibat berperang dalam rangka meraihnya. Karena itu, dengan sekedar diumumkannya suatu kepentingan, bahwa kepentingan tersebut merupakan kepentingan vital akan memicu ketegangan. Sekalipun umumnya, negara tidak mengumumkan kepentingan vitalnya kecuali dalam kondisi tertentu, dan membiarkannya tetap kabur antara kepentingan vital dan sekundernya.
Terkait  Indonesia secara resmi menolak bergabung dalam koalisi militer melawan terorisme pimpinan Arab Saudi. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Nasir mengatakan, bergabung dengan koalisi militer internasional tidak sejalan dengan Undang-Undang. "Ini sejak awal tidak sejalan dengan Undang-Undang," kata Juru bicara yang akrab disapa Tata ini.
Sangat jelas, dalam laman Repubika bahwa sejak awal koalisi militer tidak sejalan dengan Undang-Undang Indonesia yang menganut paham hubungan internasional bebas aktif. Dari sini, sebuah negara akan selalu berusaha agar dirinya mempunyai kemampuan untuk melindungi dan merealisir kepentingan tersebut. Dalam batas minimum, kepentingan itu meliputi kepentingan mempertahankan sistem, kemerdekaan negara dan kemerdekaan dalam mengambil keputusan, keutuhan wilayah negara dan kehormatan.Â
Keberhasilan dalam politik luar negeri menuntut adanya pemahaman yang benar mengenai dunia dan posisi internasional, serta pemahaman yang benar mengenai hubungan internasional. Berangkat dari sini, sesungguhnya keberhasilan politik luar negeri mengharuskan kecermatan dalam menentukan kepentingan, target dan tata cara meraihnya.
Tampak kasat mata, bahwa idealisme dan nasionalisme, politik luar negeri Indonesia memasuki periode terbaik yang biasanya di era sebelumnya memberikan indikasi bahwa politik luar negeri Indonesia dipastikan mengekor negara-negara barat khususnya Amerika Serikat.Â
Patut dicatat, Indonesia mengaktifkan kembali landasan bebas dan aktif. Khususnya dalam pelaksanaan aspek bebas atau independensi dalam menentukan sikap. Politik luar negeri Indonesia merupakan refleksi situasi dalam negeri dan menyelaraskan antara target dan kemampuan yang dimilikinya dengan sarana implementasi politik, dimana kesalahan sekecil apapun dalam hal ini akan menyebabkan terjadinya krisis.
sumber foto disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H