Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sosok Frank Gaffney Dibalik Pernyataan Trump

15 Desember 2015   18:57 Diperbarui: 10 Januari 2016   20:19 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi tadi, saban hari, saya mampir di kios koran majalah milik Pak Untung, dan ambil jatah majalah Tempo edisi 14-20 Desember 2015. Seperti biasa, saya wira-wiri di setiap halamannya, terhenti sejenak di halaman 100 dalam rubrik Internasional, termuat artikel berjudul Pendengki Di Belakang Trump. Tempik sorak, teringat tulisan saya, Kompasiana edisi 12 Desember 2015 berjudul Ada 'Penumpang Gelap' Dibalik Pernyataan Trump. 

"Menurut saya, 'penumpang gelap' ini sangat cerdik dan proses jajak pendapat yang dikerjakan Center for Security Policy telah disusupi oleh sebuah grandeur ide untuk memprovokasi dunia Islam yang saat ini menghadapi adanya kemungkinan "master puppet" yang mengacu pada negara-negara Barat, misalnya dengan kejanggalan kasus clometan Trump ini, " tulis saya. 

Dalam artikel Tempo, "Nama CSP-lah yang kemudian mengingatkan sebagian publik Amerika pada Frank Gaffney (hal, 100). Masih menurut investigasi Tempo, "Gaffney memang bukan tokoh asing dalam politik Amerika. Karena manuver-manuvernya yang dilandasi Islamofobia, Gaffney dijuluki "pembenci Islam paling kondang". Dialah yang gigih mempromosikan teori konspirasi tentang asal-usul Presiden Barack Obama. Memimpin CSP, yang bermarkas di Washington DC, Gaffney sudah lama menganjurkan pandangan bahwa semua muslim merupakan ancaman bagi Amerika (hal, 102).

Masih dalam laporan Tempo, hasil jajak pendapat Center for Security Policy, meski dianggap kontroversial, dan para pengkritik menyebutkan metodologinya tak bisa diandalkan. Tentunya, saya membaca persoalan ini, bukan tanpa perhitungan akan reaksi yang timbul dari dunia Islam. Terdapat satu kesatuan sudut pandang dan analis yang dipersiapkan, yaitu untuk melihat persatuan kaum muslim dan dunia Islam dalam bersikap, yang ternyata masih resistan dalam level yang berbeda-beda.

Krisis yang dipicu oleh pernyataan politikus Partai Republik Trump sungguh luar biasa. Gelombang protes dan unjuk rasa dalam kurun waktu 24 jam terakhir, termuat berita dari Timur Tengah. Lifestyle, sebuah agen dekorasi rumah di Dubai, menurunkan seluruh produk barang merk Trump dari rak toko, diikuti 195 cabangnya yang tersebar di Timur Tengah, Afrika Utara, Pakistan, dan Tanzania (disini).

Dalam artikel berjudul Ada 'Penumpang Gelap' Dibalik Pernyataan Trump, saya menyebutkan, "Meski perlu dikaji ulang informasi ada pihak tertentu yang sedang menguji thesis benturan Islam dengan Barat". Thesis Samuel Philips Huntington, Clash of Civilization, yang menjadi rujukan utama bagi paradigma kebijakan politik hampir di seluruh dunia saat ini, memang terasa konyol, bila kita berpikir dalam kerangka tata dunia baru dan perdamaian dunia. Secara akademis thesis Samuel Philips Huntington, Clash of Civilization, mungkin saja dapat dibantah. Namun, tidak secara menyeluruh, ada beberapa bagian yang kadung masuk ke dalam ceruk otak dan bersipongang menjadi salah satu opsi peluang setiap kali timbul perselisihan yang disebabkan oleh perbedaan manusia yang satu dengan yang lain.

Perihal ini, mengingatkan saya, International Summit on Democracy, and Terrorism and Security, yang digelar tanggal 8 s/d 11 Maret 2005, di Madrid. Pesertanya para pakar dan praktisi keamanan yang membahas persoalan demokrasi, terorisme dan keamanan yang dapat diterima secara akademis. Meski pendapat para pakar (peserta International Summit on Democracy, and Terrorism and Security) kurang menarik, bahwa mayoritas dari mereka, menyakini demokrasi merupakan obat yang ampuh dalam peradaban manusia modern. Asumsinya, kesimpulan mereka menjurus kepada bagaimana menguatkan demokrasi adalah salah satu pilar dalam kampanye perang melawan terorisme.

Saya (pribadi) berpendapat agak sulit mengaitkan secara langsung penguatan demokrasi dengan penanganan terorisme. Sebab, kebangkitan gerakan terorisme saat ini, tidak ada kaitan dengan nilai-nilai barat dan demokrasi. Justru barat dngan nilai-nilainya, dan demokrasi, menerapkan standar ganda yang dapat dilihat dengan kasatmata. Semisal, persoalan Yahudi-Palestina, Afghanistan, Irak, Suriah, Libya, Tunisia, Mesir, Afrika, dan Amerika Latin. Jelas, tidak ada kredo dalam pikir dan hati masyarakat non barat.

Persoalan penyebab, motif gerakan teror, dan sejumlah faktor yang dibahas dalam pertemuan International Summit on Democracy, and Terrorism and Security. Silakan kompasianer lihat disini 

Ya, sudahlah, tulisan saya kok semakin wira-wiri engga karuan. Awalnya, hanya ingin menjelaskan bahwa ada kesamaan sudut pandang antara tulisan saya 'Ada 'Penumpang Gelap' Dibalik Pernyataan Trump' dan laporan investigasi Tempo, "Pendengki Di Belakang Trump' dalam melihat persoalan seruan Trump yang melarang muslim masuk ke Amerika Serikat. 

Semoga tulisan ini bermanfaat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun