Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Selamat Hari Pers Nasional 2016, Buat Siapa?

9 Februari 2016   08:45 Diperbarui: 9 Februari 2016   09:05 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Hari ini, Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo direncanakan menghadiri puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2016 bertemakan "Merdeka Mendorong Poros Maritim dan Pariwisata Nusantara", dan dilaksanakan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Pantai Kuta, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Sebelumnya, Forum Pemimpin Redaksi (Pemred) menyatakan dinamika yang tersinergi antara komponen pers, kelompok masyarakat dan berbagai instansi dalam penyelenggaraan Hari Pers di Mataram dapat menjadi acuan akan kolaborasi yang langgeng dalam kemajuan bernegara. Tepatkah, hari ini ini (9 Februari) mewakili seluruh insan pers di Indonesia? Bagaimana, dengan sejumlah awak media dan aktivis media dalam perjalanan sejarahnya, berkumpul menyatukan tekad menandatangani sebuah deklarasi yang dikenal dengan 'Deklarasi Sirnagalih' di Wisma Tempo Sirnagalih? Bahkan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) didirikan hingga saat ini berkembang, justru didominasi sejumlah aktivis media yang bukan dari media yang dibreidel? Diantaranya, Stanley Adi Prasetyo, Satrio Arismunandar, Dhia Prekhasa Yoedha, Andreas Harsono, Ati Nurbaiti, dan Roy Pakpahan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, deklarasi memiliki arti sebuah pernyataan ringkas dan jelas. Deklarasi itu kemudian dibacakan dan diumumkan kepada publik. Deklarasi itu dibacakan setelah para awak media dan aktivis media berusaha menemui pimpinan PWI Pusat yang diketuai Sofjan Lubis dengan Sekjen Parni Hadi, di Gedung Dewan Pers, Jl. Kebon Sirih, Jakarta Pusat, untuk membantu memperjuangkan nasib para karyawan dan wartawan korban pembreidelan. Namun, berbuntut gagal.  Menteri Penerangan Harmoko tidak berhasil ditemui Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Kemudian,  Deklarasi itu dilahirkan dari rahim aksi ketidakpercayaannya pada organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Sebab, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dianggap sudah tidak efektif lagi memperjuangkan nasib wartawan dan sudah terlalu dikooptasi oleh penguasa. Akhirnya, Deklarasi Sirnagalih ditandatangani 57 jurnalis selama era Orde Baru di Indonesia. Tanggal 7 Agustus 1994 lahirlah Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Tercatat, beberapa anggotanya kemudian dipenjara karena deklarasi ini, Ahmad Taufik, Eko Maryadi dan Danang Kukuh Wardoyo.

Dua tahun lalu, 9 Februari 2014, Goenawan Mohamad atau akrab disapa GM menulis catatan di akun facebooknya, berjudul Catatan Untuk Hari Pers Nasional. "Di tahun 2014 ini, PWI merayakan hari lahirnya dan orang salah mengartikan bahwa itu "Hari Pers Nasional." Presiden SBY ikut dalam salah arti itu -- seperti presiden-presiden sebelumnya, Saya tak berharap hal itu akan dikoreksi. Yang saya harapkan dari PWI (juga dari organisasi jurnalis yang lain) ialah meneruskan ikhtiar merawat kemerdekaan bersuara yang sudah ditanam sejak Proklamasi 1945. Ada sebuah catatan: di bulan Oktober 1945, Republik Indonesia menyatakan: pers Indonesia harus merdeka. Tapi jalan memang panjang dan rumit. Sebagai seorang yang tak aktif lagi sebagai jurnalis, saya mengucapkan ucapan klise tetapi tetap penting: selamat berjuang."

Apa gagasan Jokowi dalam Hari Pers Nasional? Adakah Jokowi dengan revolusi mentalnya meretas kelumpuhan hari pers nasional? Bisa jadi, ada anggapan sebagian awak media yang bukan anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) berpendapat ketidakhadiran Jokowi di Hari Pers Nasional 2015, di Batam, adalah bentuk sinyalemen perubahan, revolusi mental, dan keberaniannya merintas (jalan) untuk meluruskan hari pers nasional.

Segudang data sejarah bisa saja menjadi rujukan untuk mementahkan teori hari jadi wartawan Indonesia. Di Cirebon, masa kolonial Belanda telah terbit beberapa koran. Diantaranya, Java's Handelsblad dan Java Bode. Tahun 1873, muncul laporan berita, "berbagai artikel di berbagai media yang mengungkapkan berbagai skandal mungkin karena disebabkan oleh keinginan untuk mengutarakan suatu pemikiran daripada keinginan untuk mendapatkan honorarium belaka yang seringkali dilakukan oleh harian-harian gurem, yang dengan cara demikian diharapkan oplag korannya meningkat." Tahun 1890, terbit  surat kabar Tjiremai dalam bahasa Belanda, tertulis Zaterdag, 28 Februari. Koran berbahasa Belanda ini tersimpan di Perpustakaan Nasional RI. Menyusul,  Poesaka Cirebon pimpinan Darma Atmadja, Warta Tjirebon dan Soeloeh Ra’jat pimpinan Anwar Djarkasih. 

Tentunya, publik juga masih ingat, Kepala Kepolisian Resor Kota Bengkulu AKBP Iksantyo Bagus Pramono mengungkapkan dugaan tindak pidana korupsi anggaran Hari Pers Nasional (HPN) 2014 yang digelar di Bengkulu, merugikan negara hingga Rp4,2 miliar. Untuk perhelatan Hari Pers Nasional (HPN) 2016, yang berlangsung di Mataram. Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), telah menyiapkan anggaran sebesar Rp1 miliar. Adakah kepedulian para anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) terhadap permasalahan ini? 

Sorotan fokus kepada sosok Pemimpin Redaksi Rakyat Merdeka Online (RMOL), Teguh Santosa. Sebab, ia adalah Ketua Panitia Hari Pers Nasional (HPN) 2016. Publik juga mengetahui kiprah jurnalistik Grup RMOL (RMOL Jakarta, RMOL Bengkulu, RMOL Jabar, RMOL Sumsel, RMOL Kalbar, Medan Bagus) dengan berita-berita yang mengkritisi citra kepemimpinan Jokowi. Ada apa dibalik penunjukan Teguh Santosa?

Seperti diungkap Hari Pers Nasional, bahwa Hari Pers Nasional bukan hanya milik pers, tetapi milik rakyat Indonesia. Karena itu, dalam pelaksanaannya bukan saja dilaksanakan oleh organisasi pers, melainkan juga melibatkan peran serta masyarakat dan pemerintah, baik pusat maupun  daerah. Komponen organisasi pers adalah pendukung utama Hari Pers Nasional, yaitu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Serikat Penerbit Suratkabar (SPS), Serikat Grafika Pers (SGP), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATLI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dengan didukung oleh Dewan Pers (DP). 

Seperti ikon Menjangan memegang pena, semoga Hari Pers Nasional 2016, mengambil inisiatif untuk memenangkan perang ide. 

 

sumber foto disini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun