Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Putusan MKD Krisis Etika Demokrasi

17 Desember 2015   07:06 Diperbarui: 17 Desember 2015   07:12 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Pagi, 06.00 WIB, dan saya membuka detik, Ini Keputusan Lengkap MKD yang Nyatakan Novanto Berhenti Sebagai Ketua DPR. Sekali lagi, saya gagal paham dan hanya bisa mengelus dada terkait pengunduran diri Setya Novanto nomor anggota A-300 Fraksi Golkar sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019. Mengapa? pengunduran diri Setya Novanto tidak menjadi fokus utama Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR,  yang seharusnya memeriksa apakah Setya Novanto melakukan dugaan pelanggaran kode etik, seperti yang dilaporkan Sudirman Said.

Menurut saya, sebelum Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR membacakan perihal surat Pengunduran Diri Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI, selesaikan dulu tugas Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR memeriksa dugaan pelanggaran etika Setya Novanto. Kemudian, pembacaan pengunduran diri Setya Novanto. Sekali lagi, saya gagal paham! Sejatinya, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR menjadikan hal ini, dua hal yang terpisah. 

Bagaimana saya (sebagai rakyat Indonesia) menjadi dewasa demokrasi jika etika tidak diajarkan dan ditegakkan?

Masyarakat tidak membutuhkan ketenangan dengan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR membacakan pengunduran diri Setya Novanto. Sementara, pemanggilan saksi kasus yang menjerat diri Setya Novanto, Riza Chalid, oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) belum jelas kepastiannya. Plus, energi masyarakat semakin terkuras dengan keberadaan Riza yang masih simpang siur. Sedangkan, proses pemanggilan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atas diri Riza sesuai prosedur. Sekali lagi, saya gagal paham.

Saya yakin bahwa masyarakat Indonesia sangat membutuhkan kepastian wakil-wakilnya memiliki etika.

Indonesia adalah negara demokratis terbesar di dunia bersama Amerika Serikat. Bisa saja, kita terlalu besar kepala ketika dipandang sebagai negara demokratis tanpa etika. Akhirnya, potensi konflik dari pembukaan hampir seluruh keran kebebasan (liberalisme) melahirkan monster baru. Monster baru yang bernama kekuatan kelompok berduit yang mampu mengarahkan kemana demokrasi akan bergulir. Contohnya, Pengunduran diri Setya Novanto tanpa penyelesaian tugas Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR memeriksa dugaan pelanggaran etika Setya Novanto.

Sejenak saya berhenti mengetik, lantaran kedatangan tamu di otak saya untuk berpikir demokrasi Indonesia yang sedang ranum ini menjadi layu dan hancur karena krisis etika Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. 

Jadi, benar demokrasi Indonesia belum memasuki zona aman dan berada pada posisi zona risiko tinggi.

Permohonan maaf saya, jika tata kalimat yang kurang mengenakan karena saya gagal paham.

sumber foto: LIVE: Setya Novanto Mengundurkan Diri

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun