Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Puser Bumi di Puncak Gunung Jati

1 Januari 2016   19:02 Diperbarui: 3 Januari 2022   07:03 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puser Bumi di Kawasan Pemakaman Sunan Gunung Jati (dokpri)

Setelah berkunjung melihat dari dekat tanda peringatan Zheng He atau Sam Po atau Cheng Ho yang diabadikan di Klenteng Tiao Kak Sie atau Chao Jue Si atau sering disebut masyarakat Cirebon Vihara Dewi Welas Asih, berupa sebuah jangkar besar yang dikatakan berasal dari salah sebuah kapalnya versi Claudine Salmon. Belumlah lengkap, jika tidak berziarah ke Kompleks Makam Sunan Gunung Jati. Jarak dari pusat kota Cirebon sekisar 5 kilometer. Jika di Vihara Dewi Welas Asih tersimpan jangkar milik Laksamana Cheng Ho. Maka, di Kompleks Makam Sunan Gunung Jati, di puncaknya terdapat lubang kecil yang bernama Puser Bumi. Konon lubang tersebut, pada zaman sebelum Islam berkembang di Pulau Jawa, lubang itu digunakan untuk pertapaan seorang Resi bernama Resi Kenduyuhan, raja dari negeri Pajajaran.

Puser Bumi di sebelah Makam Sunan Gunung Jati (dokpri)
Puser Bumi di sebelah Makam Sunan Gunung Jati (dokpri)

Menurut Kitab Laigeasta, sesuai hasil ketikan yang saya peroleh, tercantum nama narasumber Masduki Saripin, dan disusun I.M. Arifin. Diungkapkan pada akhir Resi Kenduyuhan bertapa dan ditemui Begawan Puntodewo dari alam Ngahiyang, kemudian keduanya sami-sami ngaji 'Samiaji". Begawan Puntodewo berucap kepada Resi Kenduyuhan, bahwa tidak akan lama lagi di Pulau Jawa bakal turun Jimat Layang Kalimusada. Selanjutnya, Resi Kenduyuhan memahami makna yang terkandung dari ucapan Begawan Puntodewo.

Keduanya beriringan meninggalkan tempat pertapaan menuju alam Ngahiyang. Beberapa ratus tahun kemudian, sepeninggal Resi Kenduyuhan, datanglah seorang Waliyullah bernama Syaikh Nurjati ke tempat pertapaan tersebut. Ia hendak mengkhusyukkan diri agar mendapat petunjukNYA untuk menyiarkan agama Islam di Pulau Jawa. Selanjutnya, Syaikh Nurjati memberi nama tempat pertapaan Resi Kenduyuhan dengan sebutan Gunung Jati. Saat ini, tempat tersebut ramai dikunjungi para peziarah, teristimewa di bulan Mauludan.

Puser Bumi (dokpri)
Puser Bumi (dokpri)

Masih dalam Kitab Laigeasta, bertolak dari Gunung Jati, sekitar abad ke-14, agama Budha telah berkembang di wilayah tersebut. Seorang laki-laki berasal dari negeri Arab menemui Raden Rahmat yang pada zaman Wali Songo, diberi gelar Sunan Ampel. Atas nasehat Raden Rahmat, agar ia menanti saat yang tepat untuk mengabarkan Islam. Lak-laki tersebut menerima petunjuk Raden Rahmat, dan kembali ke tempat semula. Tiba-tiba, ia mendengar suara yang mengatakan bahwa dirinya harus tinggal di Gunung Jati. Kemudian, ia mencari siapa pemilik suara, sementara suara itu muncul dari hutan belukar. Oleh sebab itu, hutan dipinggir Gunung Jati dinamakan hutan Konda (Kondahe, Wanah). Artinya, hutan yang pernah menimbulkan pembicaraan. Ia pun pergi ke arah puncak Gunung Jati dan menemukan sebuah gua kecil. Beberapa tahun lamanya, dari puncak Gunung Jati tampak sinar terang, beberapa warga sekitar Gunung Jati mendaki puncak Gunung Jati. Dan, mereka menjumpai seorang laki-laki yang sedang membacakan ayat-ayat suci Al Quran. Maka, saat itulah sosok laki-laki itu disebut Syaikh Nurjati. Syaikh berarti orang tua yang alim. Nurjati artinya bercahaya menyinari Gunung Jati.


Dari puncak Gunung Jati, hutan belukar itu berubah menjadi pemukiman warga (dokpri)
Dari puncak Gunung Jati, hutan belukar itu berubah menjadi pemukiman warga (dokpri)

Sejak itu, Syaikh Nurjati kedatangan tiga orang pemuda bersaudara bernama Sayid Abdurrahman, Sayid Syarifudin, dan Sayid Abdullah dari negeri Baghdad atas perintah Syaikh Chuf untuk ikut belajar Islam dan menyiarkannya. Kemudian, Gunung Jati disebut Pengguron Islam. Hingga Syaikh Nurjati wafat, beliau menasehati agar masing-masing diantara mereka untuk membuka hutan dan dijadikan padukuhan.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun