Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Misteri Geger Laskar Santri Kedondong

16 Desember 2015   00:25 Diperbarui: 16 Desember 2015   00:33 1147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="KH Zamzami Amin menunjukkan sebuah pohon Jati dan Sawo yang ada di tengah pematang sawah Desa Babakan, Kecamatan Ciwaringin yang menjadi saksi sejarah kegigihan Ki Bagus Rangin dalam memimpin pasukan melawan penjajah Belanda dan koalisinya di Perang Kedondong. Warga setempat menyebut lokasi tersebut sebagai Kebon Tiang (Foto: Okri Riyana Radar Cirebon)"][/caption]

 

Salah satu sejarah lokal yang belum banyak dikaji secara lengkap dan komprehensif adalah sejarah mengenai Perang Bagus Rangin atau biasa disebut Perang Kedondong. Saya bersyukur bertemu dengan KH. Zamzami Amin, Pengasuh Pondok Pesantren Mu'alimin-Mu'alimat Babakan Ciwaringin Cirebon. Dilihat dari kurun silsilah terkait dengan Perang Kedondong, KH Zamzami Amin bin KH Amin Chalim bin KH Muhammad bin KH Ismail bin KH Sailan bin KH Nurhasan bin Ki Layaman bin Syekh Muhyidin atau lebih dikenal dengan Buyut Muji.

Saat bertemu dengan KH Zamzami Amin, beliau menjelaskan dengan rinci tentang perlawanan Bagus Rangin, Bagus Serit, Bagus Jabin, dan Nairem dalam peristiwa Kedondong 1802-1919 di Cirebon. Protes sosial rakyat Cirebon dari tinjauan Perang Kedondong melawan tentara kolonial Belanda, tidaklah sekecil yang diperkirakan orang. Penjajahan Belanda di Cirebon 1802-1919 adalah peristiwa sejarah yang sungguh terjadi. Dalam waktu yang sama di Yogyakarta terjadi perlawanan Pangeran Diponegoro dari tahun 1825-1830. 

Penjajahan kolonial Belanda di Cirebon adalah rangkaian peristiwa  yang tidak terpisahkan dari peristiwa Perang Diponegoro, dan pembentukan sistem pesantren yang menjamur di wilayah Babakan Ciwaringin Cirebon. Perlawanan rakyat Cirebon tidak terjadi setiap tahun. Terhitung sejak 1802 hingga 1812 perlawanan dipimpin  Bagus Rangin, periode kedua di tahun 1816 hingga 1818 dipimpin Jabin dan Nairem. Peta persembunyian dan markas perlawanannya di daerah Jatitujuh, Waringin, Baruang Kulon, Bantarjati, Pamayahan, Depok, Ciminding, Sumber, Gegunung, Watubelah, Nagarawangi, Pagebangan, Sukasari, dan Sindanghaji. Sementara, wilayah pergerakannya, di Majalengka, sungai Cimanuk, Indramayu, Karawang, Subang, Plered, Palimanan, Susukan wilayah desa Kedondong.

Perang Kedondong, menurut KH Zamzami Amin, dalam bukunya berjudul "Sejarah Pesantren Babakan Ciwaringin dan Perang Nasional Kedondong 1802-1919"  berbeda dengan Perang Pangeran Diponegoro atau Perang Jawa 1825-1830. Perang Diponegoro dipicu oleh persoalan pribadi, karena Belanda memasang patok di makam raja-raja Mataram. Sedangkan, Perang Kedondong meletus karena rakyat tidak puas dengan sistem tanam paksa sewa pesawahan dan kebun dengan pajak yang tinggi (hal, 175). Putra Mahkota Sultan Kanoman IV keluar dari keraton, lalu bergabung dengan rakyat Cirebon. Karena tidak mau tunduk kepada Belanda yang menarik paksa pajak kepada rakyat Cirebon. Dalam perlawanan itu, Pangeran Raja Kanoman tertangkap dan ditawan di Batavia, kemudian dipindahkan di benteng Victoria, Ambon. Belanda melucuti seluruh gelar kebangsawanannya dengan mencabut haknya atas tahta sultan di keraton Kanoman. Sebagai penggantinya, diangkatlah adik Pangeran Raja Kanoman yang menjadi Sultan Kanoman V, bergelar Sultan Muhammad Iman Udin. Peristiwa ini terjadi tujuh belas tahun sebelum pecah Perang Pangeran Diponegoro, oleh pihak Belanda disebut Perang Jawa.

Untuk meredam perlawanan rakyat Cirebon, pihak kolonial Belanda membangun aliansi militer strategis dengan pihak Portugis. Mereka mendarat di Pelabuhan Muara Jati. Kisah Perlawanan ini pun ditulis oleh prajurit Belanda bernama Van der Kemp. Naskah aslinya tersimpan rapi di perpustakan Belanda, berjudul "Van der Kemp, De Cheribonsche Onlusten von 1818, Naar Oorpronkelijke Stukken.

Namun, pihak Belanda tetap mengalami kekalahan. Para petinggi Belanda memerintahkan agar Pangeran Raja Kanoman dikembalikan ke Cirebon. Melalui para pemimpin perlawanan, Belanda meminta syarat bila Pangeran Raja Kanoman dikembalikan, perlawanan dihentikan. Sebagai jalan tengah, status haknya atas tahta sultan di keraton Kanoman dikembalikan. Kendati demikian, ia tidak berhak atas kesultanan di keraton Kanoman. Informasi ini sesuai dengan ungkapan RMH. Bratakoesumah dalam naskah Paririmbon Pustaka Jaman Sejarah Indonesia Tanah Sunda Jawa Tahun 200 Dugi ka Taun 1950.

Pada tahun 1808, Pangeran Raja Kanoman memilih tinggal di Gua Sunyaragi (saat ini terletak di Jalan By Pass Brigjen Dharsono, Cirebon). Pangeran itu kemudian bergelar Sultan Amiril Mukminin Muhammad Khaerudin atau sering dikenal Sultan Carbon. 

Kehadiran buku karya KH Zamzami Amin ini membuka mata wawasan terbuka terhadap sejarah yang selama ini dianggap 'gelap' atau masyarakat Cirebon menyebutnya dengan istilah 'babad peteng'. Fakta yang disajikan buku ini lugas dengan sumber akurat. Khusus mengenai Perang Kedondong 1808-1919, pembaca mendapatkan informasinya pada bab 6, halaman 163-206. 

Lalu, siapakah sesungguhnya Bagus Rangin?  Darimana asal usul Bagus Rangin? Hingga saat ini, dalam berbagai sumber literatur tidak diperoleh informasi lengkap secara utuh belum terbuka tabir teka-teki keberadaan Bagus Rangin. Ikuti saja, penelusuran selanjutnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun