Tulisan ini, saya awali dengan ketikan Kasih ibu, kepada beta tak terhingga sepanjang masa Hanya memberi, tak harap kembali, Bagai sang surya, menyinari dunia.
Lagu yang ditulis SM. Mochtar itu, memberikan kesadaran wawasan kasih sayang seorang ibu kepada anak-anaknya. Bahkan, Al Qur'an surah Al-Ahqaaf : 15, "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”
Dan, dalam Hadits Riwayat Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548, Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'
Sungguh mulia kedudukan seorang ibu.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/12/23/hari-ibu-5679d0bd84afbdb40d24d62f.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Dalam novel tersebut, Gorki melukiskan sosok ibu yang agresif dalam situasi revolusi demokratik di Rusia awal abad 20. Betapa tidak, Gorki mengabadikan potret bahwa ibu adalah perempuan umumnya di dunia, bermula menjadi korban aniaya suaminya--tindakan yang diwajarkan oleh budaya feodal. Ia hidup melarat sebagai istri buruh, kemudian memiliki keinsafan politik dalam proses mendampingi kegiatan bawah tanah anak dan kawan-kawannya, dan akhirnya terlibat dalam perjuangan melawan tirani feodal.
Apa relevansi novel Ibunda karangan Maxim Gorki pada rutinitas bulan Desember di tanggal 22?
Banyak balasan dapat diajukan atas pertanyaan itu, membaca Ibunda lir menyaksikan transformasi kaum perempuan di Indonesia. Setidaknya, menyadarkan diri kita pada perbedaan antara perubahan untuk kepentingan sesaat dan perubahan tatanan yang fundamental. Sejauh mana berbagai konflik dan intrik berbagai kalangan yang membawa bendera reformasi menjangkau perubahan struktural yang diinginkan? Sebab selain sebagai individu yang secara realistis mengalami transformasi, sosok Ibunda dalam tataran lain adalah simbol dari tanah air atau entitas negeri itu sendiri?
Jika perempuan sebagai kekuatan perubahan itu sendiri, di saat perjuangan perempuan di Indonesia mencapai titik-titik yang menentukan. Lantas, siapa ibu pertiwi?
sumber foto disini dan grafis disini