Kehebohan publik atas kontroversi yang terjadi di antara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kementerian Keuangan pasca terungkapnya 300 laporan transaksi keuangan mencurigakan yang diduga senilai Rp 349 triliun (US$23 miliar) menjadi berkah terselubung untuk daya kejut tentang bagaimana insiden pencucian uang terjadi di negara merdeka tujuh puluh tujuh tahun yang lalu.
Dengan melihat penjelasan Menko Polhukam Mahfud MD dalam kapasitasnya sebagai Ketua Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, seharusnya daya kejut itu segera bergulir di Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Mahfud yang mengungkapkan dugaan skandal keuangan kepada publik awal bulan ini mengatakan kepada DPR pada Rabu bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bisa saja disesatkan oleh anak buahnya terkait laporan analisis transaksi keuangan mencurigakan yang diajukan PPATK ke Kementerian Keuangan antara 2009 dan 2023. Mahfud mengatakan transaksi keuangan mencurigakan senilai Rp 35,5 triliun melibatkan 461 pejabat keuangan, sebagian besar pajak, Rp 53,82 triliun melibatkan 30 pejabat keuangan dan pihak lain, serta Rp 260 triliun melibatkan pejabat keuangan dan pihak lain yang terkait dengan penyidikan.Â
Sebagai publik memang sejak awal bingung setelah pengungkapan Mahfud mengapa tidak ada satu pun kasus pencucian uang yang diungkap dan terungkap? Padahal disertai begitu banyak laporan yang dianalisis dari PPATK dan sebagian besar stafnya terdiri dari ahli keuangan profesional dan pengacara dalam pemantauan transaksi keuangan.
Ini sangat disayangkan karena UU Anti Pencucian Uang tahun 2010 menimbulkan begitu banyak peringatan tentang pencucian uang. Undang-undang memberlakukan pelaporan dan kewajiban lain pada berbagai pihak pelapor yang ditunjuk, termasuk bank, penyedia layanan keuangan lainnya, penyedia pembayaran kartu, penyedia e-money, koperasi simpan pinjam, pedagang komoditas berjangka, perusahaan properti, dealer mobil dan pedagang perhiasan. Semua pihak pelapor yang ditunjuk tersebut harus mematuhi prinsip-prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) dan melaporkan kepada PPATK setiap transaksi yang tidak wajar dengan nasabahnya.
UU Anti Pencucian Uang sebenarnya mengatur prosedur yang lebih sederhana untuk membangun kasus karena beban pembuktian dialihkan dari jaksa kepada terdakwa yang harus membuktikan bahwa harta kekayaan yang bersangkutan diperoleh atau dimiliki melalui cara yang sah. Kasus pencucian uang tidak perlu membuktikan terlebih dahulu kejahatan asal dari mana uang itu berasal.
Berdasarkan UU Anti Pencucian Uang 2010, jika para tergugat tidak dapat membuktikan bahwa asetnya berasal dari sumber hukum berarti negara dapat menyita aset tersebut. Penyitaan hanyalah hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana (pencucian uang).
Namun faktanya adalah tidak pernah ada kampanye dan pelatihan yang memadai untuk mensosialisasikan program anti pencucian uang sehingga banyak penegak hukum bahkan hakim seringkali tidak memahami sepenuhnya proses klarifikasi transaksi keuangan mencurigakan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana pencucian uang yang sebenarnya jauh lebih sederhana daripada proses menghukum penjahat konvensional. Harus diakui bahwa negara ini masih menjadi surga bagi pencucian uang karena kurangnya kerja sama dan koordinasi di antara 15 lembaga penegak hukum. Â Â
Beberapa contoh nyata ketidaktahuan transaksi keuangan yang mencurigakan dengan indikasi kuat pencucian uang: Kita sudah sering melihat begitu banyak bukti hukum yang kuat yang disajikan dalam proses pengadilan korupsi di mana para terdakwa korupsi meminta pengemudi, asisten, atau pembantu pribadi mereka untuk pindah agama. miliaran rupiah ke dalam dolar Amerika atau Singapura. Tapi tidak ada bukti yang mengarah pada kejahatan pencucian uang karena money changer hanya memenuhi permintaan penukaran karena takut kehilangan pelanggan. Mungkin ada ratusan ribu atau bahkan jutaan transaksi yang tidak biasa seperti itu setiap tahun karena kurangnya pengawasan dari money changer.
Tengok bagaimana istri mantan Jenderal Polisi Ferdy Sambo yang baru saja divonis mati atas pembunuhan berencana terhadap ajudan pribadinya itu mengaku di pengadilan telah menggunakan rekening ajudan pribadi Sambo untuk menyimpan simpanan ratusan juta rupiah. di bank-bank pemerintah, jauh di luar profil keuangan dan karakteristik pegawai rendahan yang gajinya hanya sekitar Rp 4 juta. Istri Sambo belum diperiksa dan didakwa melakukan pencucian uang. Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H