Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Diary

Pertemuan Pertama di Lapas Sukamiskin, Cerita Rohadi di Balik Berita

6 Januari 2022   17:13 Diperbarui: 17 Januari 2022   10:33 1251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi (dokpri)

Memenuhi udara dengan hati-hati merayap di sepanjang dinding sempit yang kecil. Ketegangan mengintai dari belakang untuk tidak terlihat. Setenang tikus, memanjat dinding yang licin. Keringat bercucuran di wajah, meletakkan kaki di atas pagar sebelum melompat ke tanah dan berlari ke malam yang gelap. 

Tiba-tiba ponsel berdering dan terdengar, "Apakah kamu sudah siap?"

Saya bergegas: Siap.

Hari itu sebelum krisis pandemi, memenuhi undangan istimewa dari salah satu anggota keluarga warga binaan di Lapas Sukamiskin, dibangun pada tahun 1918. Bangunan bergaya Eropa ini dirancang oleh seorang arsitek ternama, Prof. CP Wolff Schoemaker. Bentuk bangunan Lapas Sukamiskin ini sangat khas, jika dilihat dari atas menyerupai keping-keping kincir angin, empat blok mengikuti arah mata angin. Blok Blok Utara, Blok Selatan, Blok Barat dan Blok Timur, dengan masing-masing blok memiliki 2 lantai yang saling berhubungan dengan bangunan bundar sebagai porosnya.

Lapas Sukamiskin adalah lapas khusus yang diperuntukkan bagi napi terkait kasus korupsi.  Setidaknya ada sejumlah petinggi dan pejabat yang ditahan di lapas tersebut karena kasus korupsi. 

Kehidupan di Lapas Sukamiskin  tampak normal. Terlihat beberapa pengunjung masuk melalui pintu utama Lapas Sukamiskin, Jalan A.H. Nasution, Bandung. Mencari celah parkir, kendaraan roda empat tampak berjajar terparkir di halaman Lapas Sukamiskin. Kunjungan pun sudah ada beberapa yang datang. Jadwal besuk Lapas Sukamiskin dimulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB. "Kunjungan besuk nanti sampai pukul 15.00," kata petugas meminta jaminan KTP pengunjung, wajib di-stempel bagian tangan, Kartu Tanda Pengunjung yang tertera nomornya, lengkap dengan tali gantungan berwarna merah, petugas lainnya yang memeriksa isi tas cukup ramah dan bersahabat.

Sebelum masuk pintu utama, pintu itu berukuran besar. Akses keluar masuk satu-satunya bagi pengunjung, lewat pintu kecil yang posisinya di sisi tengah bawah pintu besar, menuju deretan di tengah area lapas. Terlihat sejumlah petinggi dan pejabat yang ditahan di lapas tersebut karena kasus korupsi. Dari mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, dan mantan Gubernur Jambi Zumi Zola, dan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo.

"Apa kabar Mas Wibi?' tegur sapa mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi. 

Benar. Hari istimewa 

Saya pun mendengarkan kisah perjalanannya hingga sampai di Lapas Sukamiskin.

Suatu hari di minggu pertama bulan April 2016. Tidak seperti biasanya, hari itu suasana gedung Pengadilan Negeri Jakarta Utara tidak terlalu ramai. Nampaknya memang tidak banyak jadwal persidangan yang digelar. Namun, hampir semua Hakim dan karyawan Pengadilan Negeri Jakarta Utara ada di gedung itu. 

Tiba-tiba salah seorang staf pimpinan datang ke meja saya. Ia menyampaikan bahwa saya diminta untuk datang ke ruangan Pak Ketua. Mendengar itu, saya pun bergegas pergi ke sana. Saya termasuk orang yang taat kepada atasan. Apalagi atasan saya saat itu adalah Lilik Mulyadi.

Begitu sampai di ruang kerja Pak Ketua, ternyata sudah ada orang lain di sana. Yaitu, Hakim Dasma, salah satu hakim di PN Jakarta Utara, tentu juga ada Pak Ketua di ruang itu. Ketua PN Jakarta Utara, Dr. Lilik Mulyadi, SH., MH. saat itu belum mendapat gelar Profesor, karena gelar tersebut diperolehnya setelah beliau bertugas sebagai Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Medan pun membuka pembicaraan.

Beliau menyampaikan bahwa keluarga besar PN Jakarta Utara, baik hakim maupun karyawannya, sudah lama tidak mengadakan rekreasi alias plesiran. Saat itu, kebetulan memang ada salah satu hakim PN Jakarta Utara, Kun Maryoso SH., akan menikahkan putranya di daerah Solo, Jawa Tengah, awal bulan Mei 2016. Moment inilah yang diinginkan oleh Pak Ketua, Lilik Mulyadi, untuk dijadikan sebagai ajang rekreasi, mungkin juga sekalian family gathering, bagi keluarga besar PN Jakarta Utara, sekaligus kondangan menghadiri undangan resepsi pernikahan tesebut. Karena Pak Rohadi sekarang sudah balik ke Jakarta Utara, makanya saya minta Pak Rohadi untuk menghandle rencana rekreasi dan kondangan keluarga Pengadilan Negeri Jakarta Utara ini ke Solo, begitu kata Lilik Mulyadi dalam rapat kecil tersebut.

Sekedar catatan, sebelumnya saya memang sempat dipindah-tugaskan dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara ke Pengadilan Negeri Bekasi. Namun, oleh Pak Lilik Mulyadi saya diminta kembali bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Untuk kepentingan acara plesiran sekaligus kondangan ini, Pak Ketua telah menunjuk panitia kecil. Ketuanya, Ibu Hakim Ifa Sudewi, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Bendaharanya, Rina Pertiwi, Panitera Sekretaris di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sementara saya kebagian tugas sebagai pencari dana. Kenapa pencari dana? Sebab, selama ini saya memang dianggap lincah untuk mencarikan dana jika ada keperluan mendesak bagi PN Jakarta Utara, di luar biaya-biaya negara. Ketua PN Jakarta Utara sendiri tahu bagaimana keseharian saya, termasuk anggapan rekan-rekan di kantor bahwa saya bertanggung jawab terhadap mereka, terutama dalam masalah anggaran yang di luar budget kantor. Saya dianggap sebagai orang yang mau berkorban untuk kantor dari segi tenaga, pikiran, juga finansial. Bahkan, mereka menganggap bahwa saya selalu siap dengan dana jika dibutuhkan oleh rekan-rekan kantor.

Di media saat itu media televisi, media cetak, maupun media online sedang ramai-ramainya diberitakan penangkapan artis pedangdut Saipul Jamil. Di tengah hiruk-pikuknya pemberitaan Saipul Jamil, suatu hari di pertengahan bulan April 2016, saya kedatangan tamu. Dia adalah Ibu Berthanatalia Ruruk Kariman. Saat itu, yang saya baca di media massa, dia telah menjadi pengacara bagi artis Saipul Jamil dalam kasus pencabulan ini.

Bersambung....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun