Jika tukang tenun akhirnya menenun sendiri dan pemain gambus dapat membuat gambus sendiri, perbudakan manusia akan berakhir.” —Aristoteles, abad ke-4 SM
Kecerdasan buatan, atau sering disebut juga dengan istilah artificial intelligence telah memengaruhi hampir setiap industri dan manusia. Teknologi luar biasa ini telah membawa banyak hal baik, meragukan, dan akan menciptakan dampak yang lebih besar dalam dua dekade mendatang.
Komputer akan memiliki tingkat kecerdasan yang sama dengan manusia, Ray Kurzweil Director of Engineering Google, mengklaim bahwa singularitas akan terjadi pada tahun 2045. Prediksi Kurzweil ini berkutat pada isu kecerdasan buatan (AI, Artificial Intelligence) yang bakal menguasai dunia dalam waktu 28 tahun lagi, lebih tepatnya pada 2045. Kurzweil mengungkap, dalam kurun waktu 28 tahun ke depan, kecerdasan buatan akan berkembang dan hadir dalam beberapa 'wajah'. Salah satu yang bakal kentara adalah robot berbasis kecerdasan buatan. Dengan demikian, ia menyebut singularitas antara kecerdasan buatan dan manusia akan semakin dekat seiring berkembangnya teknologi.
"Singularitas akan terjadi secara utuh pada 2045. Nanti, pada 2029 komputer juga akan memiliki tingkat kecerdasan setara dengan manusia," Kurzweill dalam wawancaranya dengan SXSW seperti dilansir Futurism.
Betapapun luar biasanya teknologi ini, itu tidak datang tanpa keprihatinan dan kekhawatiran serius para ilmuwan, politisi dan teknolog yang tidak boleh dianggap enteng. Kecerdasan buatan akan membuat sebagian besar orang menjadi lebih baik, tetapi kemajuannya juga akan memengaruhi apa artinya menjadi manusia di abad ke-21.
Kecerdasan buatan saat ini digunakan untuk memahami bagaimana genetika, lingkungan, dan gaya hidup seseorang membantu menentukan pendekatan terbaik untuk mencegah atau mengobati penyakit tertentu. Terapi digital , obat yang dirancang khusus, dan diagnosis yang lebih baik membuat perawatan lebih terjangkau, mudah diakses, akurat, dan membantu manusia hidup lebih sehat.
Sayangnya, tren teknologi ini tidak dapat dihindari, dan kemungkinan akan meningkatkan ketidaksetaraan dan menempatkan kekuasaan di tangan segelintir orang.
Dengan hilangnya jutaan pekerjaan dengan keterampilan rendah hingga keterampilan menengah, kesenjangan pendapatan antara tenaga kerja berketerampilan menengah dan tinggi akan sangat besar. Menurut PBB, "71% dari populasi dunia tinggal di negara-negara di mana ketidaksetaraan telah tumbuh," dan "bagian pendapatan yang masuk ke 1% teratas dari populasi global meningkat di 46 dari 57 negara."
Di Indonesia, wacana pemerintah akan mengganti manusia dengan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) sudah terdengar sejak dua tahun lalu. Tepatnya saat Presiden Joko Widodo memangkas jabatan eselon III dan IV. Kala itu, Kemenkeu menjadi kementerian pertama yang menjalankan kebijakan ini. Sedikitnya ada 112 pejabat eselon Kemenkeu yang kini berstatus pegawai fungsional.
"Tahun depan akan kita lakukan pengurangan eselon. Kita punya eselon 1,2,3,4. Yang 3 dan 4 akan kita potong dan saya sudah perintahkan juga ke Menpan-RB diganti dengan AI, kalau diganti aritificial inteligence birokrasi kita lebih cepat," kata Jokowi saat membuka Kompas 100 CEO Forum di Hotel Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta, Kamis (28/11/2019).