Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Terorisme: Aksi Penistaan Agama!

15 November 2016   18:48 Diperbarui: 15 November 2016   19:01 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya harus menarik nafas dalam-dalam, dua bulan jelang tahun baru 2016 ini, bangsa dan negara ini, dibayang-bayangi oleh ancaman terorisme. Sungguh juga sangat disayangkan bahwa media massa negara tetangga Australia juga menambahkan bobot ancaman tersebut dengan judul berita Firebomb attack on church in Indonesia's East Kalimantan injures children didalamnya tertulis "Tensions have been high in Indonesia, with large Muslim crowds protesting against Jakarta's Christian Governor — known as Ahok — who they accuse of blasphemy." 

Sungguh sangat terang benderang, lumpuhnya Santoso di hutan Poso, tidak menyurutkan aksi terorisme di Indonesia. Sebagaimana telah diberitakan media massa, Juhanda sudah dipastikan menjadi pelaku bom di area parkir di depan Gereja Oikumene Samarinda, Kalimantan Timur. Juhanda ditengarai cukup lama bergaul dengan kelompok radikal, sempat datang ke Hotel Santi Panawuan, ketika gembong teroris Noordin M Top melakukan rapat di Hotel Santi bersama Saepudin Juhri dan Ibrohim tahun 2009. Saat kelompok Noordin M Top merencanakan aksi pengeboman di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton, Juhanda hanyalah simpatisan dan kemudian peristiwa 17 Juli 2009 hotel JW Marriott bersama dengan hotel Ritz-Carlton diguncang bom, Juhanda jarang terlihat. Kemudian, muncul pada kasus teror bom Puspitek di Serpong, Tangerang Selatan, dan bom buku di Jakarta tahun 2011. Juhanda menjalani hukuman pidana pada 4 Mei 2011 selama 3 tahun 6 bulan, dan dinyatakan bebas bersyarat setelah remisi Idul Fitri pada 28 Juli 2014. Juhada lama tidak terlihat, dan akhirnya muncul dalam kasus bom di area parkir di depan Gereja Oikumene Samarinda, Kalimantan Timur.

"Kalau bebas bersyarat, berarti dia kan wajib lapor. Tentunya, napi yang bebas bersyarat kan wajib dipantau oleh polisi. Apalagi kasusnya terorisme. Kok dia bisa pergi ke Kalimantan. Apalagi sampai bisa ngebom," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR-RI, Tubagus Hasanuddin.

Pengamat Terorisme yang juga Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, perlu ditangani dengan cermat untuk membongkar siapa yang bermain di balik sosok Juanda. Ia mengingatkan, jangan sampai aksi tersebut produk dari kepentingan politik oportunir terkait konstalasi politik kekinian. "Karena ekspos berlebihan menunjukkan ada permainan pengalihan isu dari kasus penistaan agama oleh Ahok," terangnya.   

Apalagi, beberapa waktu lalu, pada sesi bertema'Protecting Peace, Prosperity and Security in the Asia Pacific', dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN-Amerika Serikat di California, Amerika Serikat. Presiden Jokowi mengaku bangga terhadap ketahanan dan keberanian masyarakat Indonesia dalam menghadapi teror tersebut."Serangan di Jakarta mengingatkan pentingnya kerja sama dalam tiga hal, yakni mempromosikan toleransi, memberantas terorisme dan ekstremisme, serta mengatasi akar masalah dan menciptakan suasana kondusif terhadap terorisme," ungkap Jokowi, (17/2).

Informasi tersebut, tentu telah dipahami dengan baik oleh intelijen dan aparat keamanan Indonesia, dan ada apa sebenarnya? Apakah aparat keamanan Indonesia tidak memonitor pergerakan kelompok radikal? Pernyataan ini memang bernada tuduhan, namun hakikatnya bukan demikian melainkan sebuah refleksi agar kredibilitas dalam menjalankan tugas melindungi dan mengayomi rakyat dan negara Indonesia sungguh-sungguh dilaksanakan.

Jika definisi terorisme yang paling sederhana adalah, menurut Webster’s New World College Dictionary (1996), definisi Terorisme adalah “the use of force or threats to demoralize, intimidate, and subjugate.” Doktrin membedakan Terorisme kedalam dua macam definisi, yaitu definisi tindakan teroris (terrorism act) dan pelaku terorisme (terrorism actor). Disepakati oleh kebanyakan ahli bahwa tindakan yang tergolong kedalam tindakan Terorisme adalah tindakan-tindakan yang memiliki elemen: kekerasan, tujuan politik, teror/intended audience. Hal ini sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan perang, namun tanpa aturan karena targetnya mencakup siapapun/apapun yang dianggap musuh.  Empat balita mengalami luka bakar akibat ledakan bom molotov, satu di antaranya Intan Olivia Marbun berusia dua tahun, meninggal dunia Senin (14/11) akibat luka bakar yang diderita hampir di seluruh tubuhnya. "Sayangnya, dokter tidak bisa menyelamatkan korban... dia meninggal pagi ini," kata Fajar Setiawan kepada AFP.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam sejumlah laporan di media massa, mengutuk pelaku peledakan bom molotov di depan Gereja Oikumene, Kelurahan Sengkotek, Samarinda, Kalimantan Timur.  Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj mengutuk keras pelemparan bom molotov di Gereja Oikeomene pagi tadi. Menurut dia, tindakan itu tak bisa ditoleransi dengan alasan apa pun. “NU mengutuk keras peristiwa kekerasan oleh dan atas nama apa pun,” ujarnya lewat akun Twitter @saidaqil, hari ini, 12 November 2016.

Kepala Kepolisian Resor Samarinda Komisaris Besar Setyobudi Dwi Putro mengatakan kerukunan di antara umat beragama terjalin harmonis di tengah masyarakat Samarinda. Selama ini, menurut dia, tidak pernah ada permasalahan berbalut isu SARA yang menggelisahkan di Samarinda. “Ini kasus pertama aksi teror di Samarinda,” katanya.

Artinya, bom Samarinda merupakan peringatan serius Pemerintah Indonesia. Peranan Polri, TNI dan BIN sangat penting dalam pengungkapan, pengejaran dan penangkapan jaringan teroris Juhanda. Bagaimana pun aksi terorisme adalah penistaan agama!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun