Â
Belum lama ini, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menyampaikan keluhan aparatnya. "Ada oknum wartawan yang membawa alat ukur untuk mengukur ketebalan pekerjaan pemasangan baja ringan di sekolah atau bangunan pemerintah padahal mereka itu bukan pemeriksa," ujarnya di Pikiran Rakyat, 9 Oktober 2015.Â
Kisah itu dari sekian banyak keluhan masyarakat terhadap wartawan dan pers. Padahal jelas orang yang dikeluhkan itu bukan wartawan. Apa pula urusannya wartawan membawa alat ukur. Orang itu termasuk rumpun 'wartawan bodrex', orang yang menggunakan nama wartawan untuk memeras.
Kenapa disebut 'wartawan bodrex' ? Apa pula hubungannya dengan bodrex, obat sakit kepala? Tetapi ada yang bilang mungkin juga kedekatannya. Bodrex adalah obat sakit kepala dan 'wartawan bodrex' membuat pejabat sakit kepala. Istilah 'wartawan bodrex' atau 'pasukan bodrex' sudah dikenal sejak lama. Belakangan muncul istilah lainnya seperti 'wartawan muntaber (muncul tanpa berita)', 'WTS (wartawan tanpa surat kabar)', wartawan amplop, 'wartawan CNN (cuma nanya nanya)', wargad (wartawan gadungan), dan wartawan abal-abal. Dari sekian istilah tersebut, paling banyak dibicarakan adalah 'wartawan bodrex' dan 'pasukan bodrex'.
Lima bulan lalu, saya bertemu dengan wartawan senior dan Penasehat PWI Pusat, Sofyan Lubis di Kuningan, Jawa Barat. "Saya pernah tanya produsen obat sakit kepala itu, PT Tempo Scan Pasifik Tbk," ungkapnya. Beliau mengutip pernyataan Managing Director Pharma, Paulus Harianto, "Kami sangat tidak setuju dan dengan tegas menolak istilah dengan konotasi yang negatif dan dikaitkan dngan nama bodrex," kata Paulus. Begitu pun ia mengaku mendengar istilah 'wartawan bodrex' dari para wartawan.
"Kami tidak mengetahui asal muasal dan terbentuknya istilah tersebut serta sejak kapan digunakan di kalangan pers," katanya ketika ditanyakan apakah mengetahui asal muasal istilah tersebut. Ada juga yang mengatakan, karena mereka kalau datang beramai-ramai, maka dibilang 'pasukan bodrex datang'. Seorang jenderal pernah bilang pada wartawan yang datang beramai-ramai, "kayak pasukan bodrex saja kalian."
Lebih lanjut, ungkap Sofyan Lubis, barangkali yang mendekati kebenaran adalah cerita beberapa wartawan yang biasa meliput di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sekitar tahun 1980-an. Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terletak di Jalan Gajah Mada, dan sampai sekarang masih ada.
Persis di seberang Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Hayam Wuruk terdapat sebuah hotel 'P'. Diantara Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk ada sungai Ciliwung. 'Di hotel itu setiap hari biasanya berkumpul beberapa orang yang mengaku wartawan. Umumnya mereka berpakaian safari, membawa tas kecil berwarna hitam dan handy talkie, Saat itu belum dikenal telepon genggam," jelasnya.
Wartawan yang biasa meliput di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sering melihat sekelompok orang itu keluar dari hotel 'P' secara beramai-ramai, layaknya pasukan. Kebetulan pada masa-masa itu sedang gencarnya iklan bodrex, obat sakit kepala melalui radio dan televisi. Iklan di televisi dalam bentuk animasi menggambarkan lapisan tablet berwarna sedang berjalan diiringi suara, "pasukan bodrex datang" disertai suara musik. Jingle iklan tersebut boleh dikatakan menguasai sejumlah radio dan televisi. Boleh dibilang iklan itu berhasil. Masyarakat menjadi "demam".
Begitu melihat rombongan tersebut bergerak, diantara wartawan di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, mengatakan, "pasukan bodrex menyerang".
Sejak saat itu, sebutan tersebut melekat bagi wartawan yang suka memeras, dan menjalar kemana-mana.